Sesudah menuliskan kekhawatiran hilangnya ikon wisata di Desa Sembalun Lawang yaitu Desa Adat Beleq, kini beralih topik ke ikon berikutnya: Tenun Lebak Lauq.
Sebanyak 10 Kompasianer, pada 2 Desember 2021 lalu, menyambangi salah satu sentra "Kerajinan Tenun Lebak Lauq". Lokasinya ada di teras rumah Inaq Weniq, warga di Dusun Lebak Lauq, Desa Sembalun Lawang, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur. Persisnya, tak jauh dari Bukit Selong dan Desa Adat Beleq, yang sama-sama satu dusun. Malah, kerajinan tenun ini tempatnya lebih dekat dengan jalan raya, dibandingkan Selong dan Beleq yang lebih agak ke arah ujung pemukiman.
Sore itu, hanya ada seorang perempuan setengah baya mengenakan jilbab biru yang sedang sibuk menenun. Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang digunakannya nampak sudah dimakan usia. Tapi bilah-bilah balok kayunya masih kokoh, untuk menopang seluruh proses kreatif memproduksi kain tenun.
Kelihatan, benang yang ia gunakan berwarna-warni. Dominan coklat tua, ungu, dan coklat muda. Sesudahnya, ia gradasi juga hijau tosca dan hijau muda. Warna-warni yang menarik untuk sehelai kain tenun, wastra Nusantara maha karya itu.
Di atas kepala perempuan penenun itu nampak digantung kain-kain tenun beraneka corak warna dan motif. Itulah salah satu etalase untuk memasarkan tenun produksi Dusun Lebak Lauq. Motifnya didominasi garis-garis dengan perpaduan warna nan eksotis. Lihat, itu ada yang motif kotak-kotak dengan tiga warna gradasi keren, coklat tua, oranye, dan kuning.
Poko'e ajib banget warna-warninya!
Sentra "Kerajinan Tenun Lebak Lauq" beranggotakan sekitar 30 orang. Semuanya perempuan.
"Alhamdulillah sekarang sudah banyak yang muda-muda mulai ikut menenun. Memang jumlah penenun ini belum banyak, karena kalau dibandingkan dengan masa lalu, hampir setiap rumah di Dusun Lebak Lauq, Desa Sembalun Lawang ini, punya alat tenun sendiri-sendiri. Selain itu, dulu masih banyak ditemukan pohon kapas di Lombok. Kapas dipilin dan dipintal untuk dijadikan benang tenun. Lalu, karena zaman semakin maju, tradisi menenun lambat laun malah ditinggalkan," cerita Inaq Weniq, pimpinan sentra tenun ini.
Inaq Weniq melanjutkan, dirinya mulai mencoba-coba menenun sejak kelas 4 SD. Lalu sesudah menikah, ia menekuni proses menenun secara lebih serius.