Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Desa Beleq di Sembalun Lawang, Jangan Dibiarkan Hilang

10 Desember 2021   23:34 Diperbarui: 15 Desember 2021   20:40 1803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompasianer Muslifa Aseani menuju puncak Bukit Selong. (Foto: Haryadi Yansyah)

Desa Sembalun Lawang menjadi satu dari enam desa yang ada di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Desa berkategori ekowisata dan termasuk area Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) ini dulunya bernama Sembah hulun (patuh terhadap pemimpin). 

Pada pertengahan abad 14-15 Masehi itu, masyarakat membuat perkampungan di area Dusun Lendang Luar yaitu di Desa Sembalun. Petilasan perkampungan itu konon masih dijumpai dalam bentuk kuburan-kuburan kuno. Inilah Sembalun periode keturunan pertama.

Ketika Gunung Samalas (Rinjani Tua) meletus dahsyat pada 1257, penduduk Desa Sembalun periode keturunan pertama itu punah. Tapi, rupanya ada juga segelintir penduduk yang selamat. Mereka ini sempat mengungsi ke arah timur atau ke bawah Gunung Anak Dara. Jumlah mereka tujuh kepala keluarga.

Mengetahui kondisi semakin aman. Mereka memutuskan kembali ke Desa Sembalun. Tapi yang ditemui hanya kehancuran dan kehilangan semua tetangga seperkampungan. Ketujuh kepala keluarga ini kemudian memutuskan membuat perkampungan kecil. Itulah yang kemudian dikenal sebagai Desa Beleq di Desa Sembalun Lawang.

Satu dari dua rumah di Desa Adat Beleq yang masih bisa disaksikan. Kondisinya juga sudah tidak layak huni. (Foto: Gapey Sandy) 
Satu dari dua rumah di Desa Adat Beleq yang masih bisa disaksikan. Kondisinya juga sudah tidak layak huni. (Foto: Gapey Sandy) 

Sisa-sisa perkampungan Desa Adat Beleq saat 10 Kompasianer menyinggahinya pada 2 Desember 2021 lalu, antara ada dan tiada. Disebut ada, karena masih tersisa dua replika rumah kuno itu. Tapi juga disebut tiada, karena perkampungan dengan tujuh rumah kepala keluarga itu sudah tidak bisa dihuni lagi sama sekali. Penyebabnya? 

"Akibat gempa tahun 2018, Desa Beleq belum sempat direnovasi. Tambah lagi ada kondisi pandemi COVID-19, kini kita hanya bisa melihat reruntuhannya," tutur Mudji, pemandu wisata.

Sebagai catatan, gempa Lombok 2018 terjadi sebanyak tiga kali. Pada 29 Juli dengan kekuatan 6,4 SR. Pusat gempa ada di dekat Gunung Rinjani atau wilayah Kabupaten Lombok Timur. 

Tak heran, dua kecamatan terdampak paling parah adalah Sembalun dan Sambelia. Gempa berikutnya 5 Agustus dan lebih besar lagi, yaitu dengan magnitudo 7,0 SR. Disusul gempa ketiga pada 19 Agustus dengan magnitudo 6,5 SR.

Dampaknya? Selain hanya menyisakan dua dari tujuh rumah Desa Adat Beleq, ada juga sisa-sisa dua bangunan lumbung tempat menyimpan padi atau hasil panen. Posisi lumbung, ada di kedua ujung tengah desa. Tonggak kayu lumbung nampak tinggi dan berbentuk bundar, karena dimaksudkan agar tikus dan hama lain tidak bisa masuk ke lumbung. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun