Terus Ceu Popong bilang spontan, "Dari mana tahu nama saya?". Beliau menjawab, "Dari televisi." Coba, kan sulit mencari Presiden seperti begitu. Coba, tahu ke Ceu Popong dari televisi, berarti beliau seneng menonton televisi, berarti beliau mengikuti perkembangan-perkembangan politik. Betul tidak? Istimewa kalo menurut Ceu Popong. Dari jutaan jeleumakan, sampai beliau mengenal Ceu Popong hanya dari televisi. Sok ayeunamah nilai sendiri, personalianya (Jokowi) seperti apa? Jarang orang yang seperti itu.
Nah, satu-satunya orang yang seperti (Jokowi) itu, yang Ceu Popong tahu, yaitu cepat mengenal wajah orang tidak akan lupa kalau sudah melihat wajah orang adalah Harmoko (mantan Ketua DPR - red). Tah, Harmoko teh juga kitu, kalau satu kali sudah ketemu, dia pasti akan inget. Itu kebalikan dengan Ceu Popong.
Ceu Popong kalau mengenali jeulema mah bleguk. Ceu Popong mah suka lupa aja kepada orang teh, kitu. Apalagi, namanya. Tapi kalau kepada wajah, kalau sudah sering ketemu baru bisa inget. Kalau baru satu-dua kali mah, poho wae. Itu kelemahan Ceu Popong. Sangat on the contrary dengan presiden kita, Pak Jokowi.
Salut Ceu Popong mah. Masak dia sebagai Presiden, orang ratusan juta, rakyatnya kan, sampai inget dengan orang yang belum pernah ketemu, hanya lihat di televisi. Nah, berarti beliau sering meureun lihat Ceu Popong di televisi. Kalau baru satu kali melihat di televisi masak inget. Berarti beliau mengikuti jalannya politik.
Kekurangannya? Mana saya tahu. Kan ketemunya juga baru satu kali. Kalau menanyakan kekurangannya kudu ka istrina. Eh .., bener henteu? Apa yang saya tahu tentang kekurangannya, dakudu bergaul berhari-hari atuh. Pertanyaannya jangan begitu dong, ah. Moal kapancing saya mah. Moal! Ngartos kan? Kalau nanya kekurangannya, apa kekurangannya? Kan ketemu yang face to face mah, baru kali itu. Naon atuh kalau kudu disebutkan kekurangannya. Masak harus menyebut (Jokowi) malas, pan tadi Ceu Popong menyebut (Jokowi) rajin.
o o o O o o o
Baca juga tulisan sebelumnya:
Serba-serbi Konferensi Asia-Afrika Pertama, Mulai dari Kamera "Jadul" hingga Bajigur
Warisan "Semangat Bandung" dan Isu Tabu pada KAA 1955
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H