Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Wisata ke Makam Panjang dan Melihat Benda Bersejarah di Pulau Bawean

17 Oktober 2017   21:07 Diperbarui: 19 Oktober 2017   19:53 3380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pantai yang berada persis di sebelah lokasi Makam Panjang. (Foto: Gapey Sandy)

"Sejarah ditulis berdasarkan prasasti seperti batu, senjata kuno dan lainnya. Apabila sejarah ditulis tidak berdasarkan prasasti, maka itu berarti cerita rakyat. Prasasti bisa berbentuk benda peninggalan purbakala, maupun manuskrip kuno. Kebetulan, kami punya keduanya. Jadi, manuskrip tertua yang dimiliki oleh sesepuh Bawean, kebetulan ada di sini dan kami miliki. Prasasti-prasasti ini, kami mewarisinya. Jadi, bukan dari hasil membeli, bukan hasil 'bertapa' dan bukan hasil pemberian," ujar Raden Hozaimi di kediamannya yang tak jauh dari alun-alun Kecamatan Sangkapura di Pulau Bawean.

Sambil menjelaskan makna historis prasasti yang diwarisi dan dimilikinya, tokoh Muhammadiyah di Bawean ini kemudian memperlihatkan sejumlah benda-benda kuno peninggalan masa lalu yang terkait dengan sejarah Bawean.

Dari sekurangnya delapan benda-benda bersejarah yang diwarisi, ada empat yang sigap dikeluarkan Hozaimi ketika rombongan peserta WriteVenture bertandang ke rumahnya, pada Selasa, 10 Oktober 2017.

Keempat benda kuno yang dimaksud adalah senjata tikam berupa tiga keris dan satu besi kuning. Dua dari tiga keris ini bilah besinya berliuk motif naga ini punya nama, yaitu Keris Nogososro Sabuk IntenLanang (lelaki), dan Keris Nogososro Sabuk IntenWedok (perempuan).

Keris Nogososro Sabuk Inten yang lelaki diperlihatkan Raden Hozaimi. (Foto: Dony Anggono)
Keris Nogososro Sabuk Inten yang lelaki diperlihatkan Raden Hozaimi. (Foto: Dony Anggono)
Dalam amatan penulis, Nogososro Lanang memiliki lekuk (luk) yang lebih banyak ketimbang Nogososro Wedok. Begitu pun ukurannya, Nogososro Lanang agak lebih kurus tetapi sedikit lebih panjang dibandingkan Nogososro Wedok. Bilah keduanya sama-sama berbentuk ular naga. Kepala naganya berada persis di atas hulu atau pegangan keris. Sedangkan ekor naga yang runcing menjadi ujung atas dari senjata tikam mematikan masa lampau ini.

Oh ya, patut diperhatikan! Ketika melepaskan keris dari warangka atau sarung kerisnya, Hozaimi melakukannya dengan sangat hati-hati. Ia menarik dan mengangkat warangka yang berbalut kain putih ke atas, bukan bilah keris yang dicabut dari sarungnya.

"Cara mencabut keris ini sebenarnya bukan menandakan apa-apa, tapi hanya sekadar etika saja. Karena, kalau yang dicabut adalah bilah keris dari sarungnya, maka itu kode atau pertanda akan melakukan peperangan. Beda kalau cara menarik dan mengangkat sarung kerisnya ke atas, sehingga bilah kerisnya tidak bergerak atau tetap tegak terhunus," jelasnya.

Menurut Hozaimi, dua keris Nogososro Sabuk Inten ini bukan dibuat oleh empu pada masa Islam. Karena, bentuknya menggambarkan makhluk hidup yaitu binatang, dalam hal ini ular naga. Sedangkan Keris Jambia, yang bentuknya tidak menggambarkan binatang atau makhluk bernyawa lainnya, maka dibuat oleh empu pada masa Islam. "Kami hanya menyimpan, tetapi bagaimana proses pembuatan dan hal ihwal menyangkut keris-keris ini kami kurang memahaminya. Hanya ahli keris yang memahaminya," ujarnya.

Keris Jambia yang juga menjadi salah satu benda bersejarah di Pulau Bawean, diperlihatkan oleh Raden Hozaimi salah seorang tokoh masyarakat sekaligus tokoh Muhammadiyah Kabupaten Gresik. (Foto: Dony Anggono)
Keris Jambia yang juga menjadi salah satu benda bersejarah di Pulau Bawean, diperlihatkan oleh Raden Hozaimi salah seorang tokoh masyarakat sekaligus tokoh Muhammadiyah Kabupaten Gresik. (Foto: Dony Anggono)
Sedangkan Raden Ismail --- kakak Hozaimi --- menambahkan, keris buatan masa sebelum Islam sepertinya dibuat dengan cara diukir. Sedangkan yang dibuat pada masa Islam, adalah dicetak. "Disinilah nampak bahwa kaum ulama masa lalu mengakomodasi budaya lokal. Mereka tetap membuat keris tetapi dengan bentuk yang tidak lagi menampilkan wujud binatang maupun makhluk hidup lainnya," tutur tokoh Muhammadiyah di Pulau Bawean ini juga.

Adapun benda bersejarah ketiga yang diperlihatkan Hozaimi adalah Keris Jambia. Bentuk keris ini tidak terlalu panjang, dan seperti tidak ada luk-nya. Beda dengan Nogososro Sabuk Inten, Keris Jambia tidak memiliki motif gambar apa-apa pada bilahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun