"Sejarah ditulis berdasarkan prasasti seperti batu, senjata kuno dan lainnya. Apabila sejarah ditulis tidak berdasarkan prasasti, maka itu berarti cerita rakyat. Prasasti bisa berbentuk benda peninggalan purbakala, maupun manuskrip kuno. Kebetulan, kami punya keduanya. Jadi, manuskrip tertua yang dimiliki oleh sesepuh Bawean, kebetulan ada di sini dan kami miliki. Prasasti-prasasti ini, kami mewarisinya. Jadi, bukan dari hasil membeli, bukan hasil 'bertapa' dan bukan hasil pemberian," ujar Raden Hozaimi di kediamannya yang tak jauh dari alun-alun Kecamatan Sangkapura di Pulau Bawean.
Sambil menjelaskan makna historis prasasti yang diwarisi dan dimilikinya, tokoh Muhammadiyah di Bawean ini kemudian memperlihatkan sejumlah benda-benda kuno peninggalan masa lalu yang terkait dengan sejarah Bawean.
Dari sekurangnya delapan benda-benda bersejarah yang diwarisi, ada empat yang sigap dikeluarkan Hozaimi ketika rombongan peserta WriteVenture bertandang ke rumahnya, pada Selasa, 10 Oktober 2017.
Keempat benda kuno yang dimaksud adalah senjata tikam berupa tiga keris dan satu besi kuning. Dua dari tiga keris ini bilah besinya berliuk motif naga ini punya nama, yaitu Keris Nogososro Sabuk IntenLanang (lelaki), dan Keris Nogososro Sabuk IntenWedok (perempuan).
Oh ya, patut diperhatikan! Ketika melepaskan keris dari warangka atau sarung kerisnya, Hozaimi melakukannya dengan sangat hati-hati. Ia menarik dan mengangkat warangka yang berbalut kain putih ke atas, bukan bilah keris yang dicabut dari sarungnya.
"Cara mencabut keris ini sebenarnya bukan menandakan apa-apa, tapi hanya sekadar etika saja. Karena, kalau yang dicabut adalah bilah keris dari sarungnya, maka itu kode atau pertanda akan melakukan peperangan. Beda kalau cara menarik dan mengangkat sarung kerisnya ke atas, sehingga bilah kerisnya tidak bergerak atau tetap tegak terhunus," jelasnya.
Menurut Hozaimi, dua keris Nogososro Sabuk Inten ini bukan dibuat oleh empu pada masa Islam. Karena, bentuknya menggambarkan makhluk hidup yaitu binatang, dalam hal ini ular naga. Sedangkan Keris Jambia, yang bentuknya tidak menggambarkan binatang atau makhluk bernyawa lainnya, maka dibuat oleh empu pada masa Islam. "Kami hanya menyimpan, tetapi bagaimana proses pembuatan dan hal ihwal menyangkut keris-keris ini kami kurang memahaminya. Hanya ahli keris yang memahaminya," ujarnya.
Adapun benda bersejarah ketiga yang diperlihatkan Hozaimi adalah Keris Jambia. Bentuk keris ini tidak terlalu panjang, dan seperti tidak ada luk-nya. Beda dengan Nogososro Sabuk Inten, Keris Jambia tidak memiliki motif gambar apa-apa pada bilahnya.