Bukan main senangnya hati Farah. Warga RT 002 RW 011 Kompleks Kembang Larangan, Kelurahan Larangan Selatan, Kecamatan Larangan, Kota Tangerang ini begitu sumringah memperingati Hari Batik Nasional. Bukan sekadar memakai busana batik, kemudian selfie dan diunggah ke akun media sosial saja, tapi ada yang Farah rasakan beda dengan peringatan rutin jatuh pada setiap tanggal 2 Oktober.
Oh ya, pada Hari Batik Nasional tahun ini, Farah beserta sejumlah ibu-ibu lainnya, menjadi instruktur pelatihan membatik. Jumlah pesertanya 40 orang perempuan, dan dilaksanaka di gedung Posyandu Jalan Mayang, Kompleks Kembang Larangan.
Kegiatan pelatihan membatik ini sekaligus menjadi soft launching berdirinya Kampung Batik Kembang Mayang. Dinamakan Kembang Mayang, karena memang berlokasi di Kompleks KembangLarangan, dan berada di Jalan Mayang.
Belajar membatiknya bukan ke Pekalongan, Yogyakarta, atau Solo. Melainkan belajar membatik di Rumah Batik Palbatu yang beralamat di Jalan Palbatu IV No.17, Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan. Rupanya, ini jualah rumah batik yang digagas Iwan (sapaan akrab Bapak Budi Darmawan) sejak 2011 lalu.
Maka, semakin feels like home-lah Farah dan kawan-kawan menimba ilmu membatik di Rumah Batik Palbatu.
"Kehadiran Kampung Batik Kembang Mayang ini bermula dari gagasan Ketua RT kami yakni Bapak Budi Darmawan. Beliau akrab disapa, Pak Iwan, yang kebetulan profesinya adalah juga asesor batik, sekaligus penggagas Rumah Batik Palbatu di bilangan Menteng Dalam, Jakarta Selatan. Pak Iwan menilai bahwa ibu-ibu rumah tangga di sekitar sini aktif bersosialisasi, mau berusaha dan berani mencoba ide baru untuk mulai belajar membatik di Rumah Batik Palbatu, sekitar bulan Maret kemarin," tutur Farah.
Usai berguru proses membatik ke "Palbatu", semangat ibu-ibu di Kompleks Kembang Larangan ini kembali dipompa Pak Iwan. Maksudnya jelas, agar supaya praktik belajar membatik yang sudah dilakukan "jangan sampai dikasih kendor". Harus semangat! Melanjutkan praktik membatik dan bersungguh-sungguh.
"Kembali dari Rumah Batik Palbatu, Pak Iwan memberi semangat supaya kegiatan belajar membatik diteruskan, jangan berhenti di tengah jalan. Kebetulan juga, bangunan Posyandu di Kelurahan Larangan Selatan ini hanya aktif dipergunakan sekali dalam sebulan, makanya dengan izin Ketua RW, kami pun memanfaatkan infrastruktur milik publik ini untuk berkegiatan membatik. Kami pakai Posyandu ini dua kali seminggu, Rabu dan Jumat, dari jam 08.00 sampai 16.00 wib. Untuk sementara, yang rutin membatik di sini ada 12 orang. Alat membatiknya kami punya sendiri-sendiri, karena itu ibaratnya adalah senjata pamungkas, hahahaha ...," tawa Farah renyah.
Merasa sudah cukup punya perlengkapan membatik, durasi praktik membatik pun lebih digenjot lagi: setiap Rabu dan Jumat, dari jam 08.00 -- 16.00 wib. Lokasinya? Bersyukur, Ketua RW memberi lampu hijau supaya gedung Posyandu saja yang diberdayagunakan.Â
"Usai lebaran kemarin, atau sekitar bulan Juli, kami mulai membeli perangkat untuk proses membatik di Rumah Batik Palbatu. Dananya, lagi-lagi dari kas RT. Sejak itu, kami terus mempraktikkan pelajaran membatik. Alhamdulillah, kami sekarang sudah mulai terbiasa dan hasilnya, pada Senin, 2 Oktober 2017 ini, bertepatan dengan Hari Batik Nasional, kami melakukan soft launchingKampung Batik Kembang Mayang di Kelurahan Larangan Selatan, Kecamatan Larangan, Kota Tangerang ini," terang Farah bangga.
Meski baru belajar membatik dan mengasah 'pede' untuk menuangkan karya kreatif menggunakan canting di atas kain, tapi karya-karya pembatik pemula ini sudah mulai menampakkan hasil. Makanya, kalau kelak dari aktivitas di Kampung Batik Kembang Mayang ini para ibu-ibu dapat menghasilkan pemasukan secara ekonomi, Farah menganggap hal demikian adalah sebagai berkah sekaligus bonus.
 "Sekarang ini, karena masih dalam tahap praktik pembelajaran membatik, maka kami masih membatik dengan ukuran yang kecil. Belum seukuran kain lebar. Tapi, insya Allah, kedepannya kami akan memproduksi batik dengan ukuran kain 2 x 1 m, sehingga dapat digunakan untuk membuat busana pria maupun wanita. Selain itu, kami juga berharap untuk terus bisa melahirkan model pola-pola sendiri, untuk kemudian hasilnya kami pasarkan, sehingga dapat menghasilkan pendapatan ekonomi yang oleh ibu-ibu di sini dianggap sebagai bonus," urainya.
"Untuk sementara ini, motif batik yang kami buat bukan batik etnik atau batik batik tradisional. Kami mencoba lebih kekinian, supaya para remaja dan anak-anak di sini juga tertarik untuk belajar membuat batik dengan kreasinya sendiri. Artinya, mereka akan mengerti bahwa ternyata motif batik bukan cuma sekadar seperti yang etniknya tradisional saja. Begitu juga dengan pewarnaan yang lebih kontras dan pilihan warna mencolok. Istilahnya, batiknya dibuat dengan motif kekinian," ungkap Farah.
Soal motif khas kampung batik ini, uajr Farah, semua sedang memikirkan mengenai hal ini. "Nah, sampai sekarang yang sudah terpikirkan adalah membuat motif Kembang Mayang, yang kalau digambarkan mirip 'Kembar Mayang' untuk asesoris pesta pernikahan, dengan ada janur-janur menjuntai lengkap dengan ornamen lainnya," terang Farah yang kediamannya berseberangan dengan gedung Posyandu.
"Nantinya, siapa saja yang hendak belajar membatik di Kampung Batik Kembang Mayang ini, kami akan sediakan fasilitas belajarnya pada setiap hari Sabtu dan Minggu. Biasanya, untuk anak-anak sekolah, dan ibu-ibu yang sibuk bekerja," kata Farah sembari mengatakan bahwa sebelum soft launching Kampung Batik Kembang Mayang, gaung kegiatan membatik di lingkungan sini sudah sampai ke Pak Walikota Tangerang, melalui beberapa kali informasi dan komunikasi yang disampaikan. "Sehingga insya Allah, Kecamatan Larangan ini pada akhirnya akan dijadikan Kampung Batik," optimis Farah.
Karena sudah menjadi harapan dan keinginan dari warga untuk menjadikan Kelurahan Larangan Selatan menjadi sentra batik di Kota Tangerang, maka sedikit demi sedikit semua pihak mulai berusaha untuk berpartisipasi aktif demi kesuksesannya. Beberapa bahagian kantor kecamatan mulai 'digambari' batik, begitu juga kantor kelurahan, dan sudah pasti tembok-tembok rumah warga.Â
"Demi mendukung terwujudnya Kampung Batik Kembang Mayang ini, silakan lihat sendiri bahwa sekarang, gedung kantor kelurahan pun sudah dibuatkan ornamen batiknya pada beberapa bagian. Begitu juga dengan kantor kecamatan yang mulai dikerjakan pembuatan ornamen batik pada beberapa bagian gedung. Hal yang sama dilakukan juga pada bagian-bagian tembok rumah warga," ujar Farah.
"Nantinya kalau orang bertanya, kemana harus belajar membatik di Kota Tangerang, maka jawabannya adalah di Kampung Batik Kembang Mayang sini. Sekaligus menjadi sentra batik dengan bonusnya berupa produksi batik yang kemudian dipasarkan sehingga dapat menghasilkan pendapatan ekonomi yang berujung pada peningkatan kesejahteraan warga," harap Farah yang juga bertekad mempertahankan filosofi batik beserta aneka macam makna dibalik motifnya. "Artinya, kami akan mempertahankan batik Indonesia yang kaya filosofi berikut makna-makna dibalik setiap motif karyanya. Hanya saja, kami yang masih terus belajar membatik belum memperdalam ilmunya untuk hal-hal mengenai filosofi batik".
Meskipun baru beberapa bulan bisa membatik, tapi ibu-ibu pembatik di Kampung Batik Kembang Mayang sudah memiliki landasan formal yang tidak sembarangan, lho. Empat dari mereka, termasuk Farah, sudah berhasil meraih tanda lulus Uji Kompetensi SDM Batik. Bentuknya berupa sertifikasi membatik dalam dua bahasa yang bukan saja berlaku secara nasional tapi juga dunia global pun mengakuinya.
"Pada 11 September kemarin, kami mengikuti Uji Kompetensi SDM Batik yang difasilitasi oleh Kementerian Perindustrian di Rumah Batik Palbatu, Menteng Dalam, Jakarta. Acara ini dilaksanakan secara gratis, dan dari sini, kami berangkat berombongan sebanyak tujuh pembatik. Hasilnya, empat pembatik -- Ibu Farah, Ibu Nar, Ibu Dewi dan Ibu Yeti --- dinyatakan lulus sertifikasi. Sertifikasi ini diakui tidak saja secara nasional bahkan dunia internasional," terang Farah.
"Kami juga belajar bagaimana menyiapkan tempat membatik yang baik, mulai dari kebersihan, ventilasi udara, nyaman dan masih banyak lagi teori lainnya. Termasuk soal limbah membatik. Makanya, di sini, kami tidak pakai celup tetapi batik colet, karena mempertimbangkan masalah pembuangan sampahnya kalau harus pakai yang metode celup. Kalau memakai metode colet, limbahnya paling-paling hanya menyisakan air sisa proses ngelorod saja, tidak banyak jumlahnya," urai Farah.
Motif Kembang Mayang, Filosofi Kebersamaan
Sementara itu, Budi Darmawan selaku penggagas Kampung Batik Kembang Mayang berharap, keberadaan ibu-ibu pembatik yang sudah ada sekarang ini harus terus menularkan dan mengajarkan ilmu membatiknya kepada lebih banyak lagi orang-orang di sekitar lingkungan. "Nantinya, harapan menjadikan Kelurahan Larangan Selatan sebagai sentra batik di Kota Tangerang dapat terwujud dengan lancar, apabila muncul kluster demi kluster pembatik di berbagai lokasi. Semua berawal dari Kampung Batik Kembang Mayang, kemudian meneruskan untuk menciptakan kluster baru, dan begitu seterusnya," ujar sosok yang juga berada dibalik suksesnya penyelenggaraan Jakarta Batik Carnival di Rumah Batik Palbatu ini.
"Motif yang sedang dipikirkan ibu-ibu pembatik dan juga kami di sini adalah motif 'Kembang Mayang'. Namanya memang mirip dengan Kembar Mayang, salah satu asesori penting yang biasanya untuk hiasan suasana pelaminan ketika resepsi pernikahan. Gambarnya nanti dibuat seperti asesori Kembar Mayang, dan punya filosofi bahwa motif Kembang Mayang mencerminkan keindahan apabila seluruhnya bersatu padu. Maknanya, seluruh warga dalam hal ini, kelak adanya kluster-kluster pembatik yang semakin banyak jumlahnya, apabila bersatu padu maka akan menampilkan keindahan, kecantikan, kesejahteraan dan sebagainya," tutur Budi Darmawan.
Selamat atas kehadiran Kampung Batik Kembang Mayang.
Terus membawa manfaat untuk seluruh warga.
Seperti slogan ala membatik yang sering diucapkan: "Panasnya lilin malam tidak akan membuat tangan melepuh". Atau, "Rasakan panasnya lilin malam dengan cinta".