Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Nestapa, Jakarta Krisis Air Bersih

7 November 2016   09:47 Diperbarui: 14 November 2016   15:04 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teknologi Biofiltrasi di IPA Taman Kota. (Foto: Gapey Sandy)

Tahukah Anda, ternyata ketahanan air bersih di Jakarta itu sangat mengkhawatirkan?
Studi yang dilakukan PAM Jaya menguraikan, bila lebih dari 10 juta penduduk yang tinggal di ibu kota membutuhkan 100 liter air per hari per orang. Itu artinya Jakarta butuh air sebanyak 26.100 liter per detik (litre per second/lps). Tapi apa daya, kebutuhan air bersih yang dapat dipenuhi oleh dua operator (PALYJA dan AETRA) hanya sebanyak 17.000 liter per detik. Angka yang jauh dari seimbang ini mengartikan bahwa ketahanan air bersih di Jakarta rawan banget atau hanya 3%. Telak-telak studi itu menyimpulkan, ibu kota masih kekurangan air bersih 9.100 liter per detik.

Parahnya lagi, kedua operator tadi pun bukannya meningkatkan kapasitas produksi untuk menciutkan jumlah defisit air bersih Jakarta, mereka malah 'memencet tanda bahaya' pasokan air baku. Waduuhhhcilaka!

Sebagai operator yang mengolah air baku di atas permukaan tanah menjadi air bersih, wajarlah keduanya kelimpungan. Alasannya, dari 13 sungai yang ada di Jakarta, ternyata hanya 2 sungai saja yang airnya layak dijadikan air baku. Keduanya adalah Kali Krukut dan sungai Cengkareng drain, yang menyokong hanya 5,7% saja dari total operasional pengolahan air bersih. Ironisnya, semakin hari kualitas air di dua sungai ini malah terus merosot.

Lalu dari mana kedua operator memperoleh pasokan air baku? Mau enggak mau ya dari luar kota! PALYJA misalnya, mendatangkan pasokan air baku dari Waduk Jatiluhur sebanyak 62,5%. Sedangkan 31,8% lagi dibeli dari PDAM Tangerang (IPA Serpong 31% dan Cikokol 0,8%).

Jeleknya lagi, angka pasokan air baku dari dalam dan luar kota tadi jumlahnya tidak pernah bertambah sejak 1998 lalu. Jangankan bertambah, malah pasokan air baku itu justru sering error. Misalnya, Kanal Tarum Barat (Kalimalang) yang selama ini menjadi saluran distribusi air baku Waduk Jatiluhur merupakan saluran terbuka yang rentan gangguan, mulai dari kebiasaan masyarakat membuang limbah seenaknya, dan faktor bencana alam seperti tanggul longsor.

Kompasiana Visit Palya di lokasi IPA 1 Pejompongan, Jakarta Pusat. (Foto: Gapey Sandy)
Kompasiana Visit Palya di lokasi IPA 1 Pejompongan, Jakarta Pusat. (Foto: Gapey Sandy)
Salah satu solusi guna mengatasi defisit air bersih Jakarta yang dilakukan PALYJA adalah dengan melakukan optimasi instalasi melalui pengembangan teknologi. Upaya ini dikulik langsung oleh peserta Kompasiana Visit bertajuk Optimasi Instalasi sebagai Solusi Defisit Air Bersih Jakarta, Kamis 3 November 2016. Selain bertandang ke Instalasi Pengolahan Air (IPA) 1 Pejompongan di Jalan Penjernihan 2 Tanah Abang, Jakarta Pusat, peserta juga blusukan ke IPA Taman Kota di Kembangan Utara, Jakarta Barat.

Peserta juga melihat langsung Stasiun Pompa di RW 04 Kembangan Utara milik Sudin Pekerjaan Umum Tata Air Kota Administrasi Jakarta Barat, yang lokasinya persis di bibir sungai Cengkareng drain.

Menurut Meyritha Maryanie selaku Corporate Communicatuins and Social Responsibility Division Head PALYJA, pihaknya memiliki 7 IPA dengan beraneka kapasitas produksi. IPA 1 Pejompongan berkapasitas 2.000 lps, IPA 2 Pejompongan (3.600 lps), IPA Cilandak (400 lps), dan IPA Taman Kota (150 lps).

Pengolahan air bersih di Palyja tepatnya di IPA 1 Pejompongan. (Foto: Gapey Sandy)
Pengolahan air bersih di Palyja tepatnya di IPA 1 Pejompongan. (Foto: Gapey Sandy)
Selain itu, ada juga tempat penampungan Air Bersih Sementara yang berasal dari PDAM Tangerang, yaitu di Distribution Central Reservoir (DCR) 4 (2.000 lps), dan DCR 5 (1.000 lps. Dan satu lagi yaitu, tempat pengolahan air sungai dari Kanal Banjir Barat untuk diolah menjadi air baku yang dinamakan instalasi pengambilan air baku Kanal Banjir Barat (550 lps).

IPA yang dimiliki Jakarta, saat ini usianya sudah tidak muda lagi. Makanya, untuk menjaga efektivitas dan efisiensi produksi diperlukan investasi dan inovasi teknologi. Kalau hanya mengandalkan sistem pengolahan air konvensional niscaya operasional produksi tidak bisa berjalan baik. Karena, kualitas air baku di IPA semakin menurun dari tahun ke tahun,” ujar Meyritha.

Beberapa teknologi tersebut misalnya, pertama, biofiltrasi. Seperti yang disaksikan sendiri oleh para Kompasianer, IPA Taman Kota termasuk yang sukses menerapkan teknologi dengan memanfaatkan penggunaan mikroorganisme alami yang hidup di air ini. Padahal, sejak 2007 lalu, IPA Taman Kota sempat mangkrak tak beroperasi lantaran kualitas air baku yang bersumber dari sungai Cengkareng drain begitu buruk dengan tingginya kandungan amonium. Lima tahun kemudian, tepatnya Juli 2012, berkat teknologi biofiltrasi yang dikembangkan PALYJA dengan supervisi dari SUEZ selaku induk perusahaan dan BPPT, maka mesin-mesin di IPA Taman Kota pun kembali beroperasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun