Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sandiwara Radio Siaga Bencana, Dari Telinga Menjadi Sikap dan Budaya (#1)

24 Agustus 2016   14:05 Diperbarui: 7 Juli 2019   12:25 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Haryoko, sutradara sandiwara radio 'Asmara di Tengah Bencana'. (Foto: BNPB/Trailer Sandiwara Radio)

Nama S Tidjab menjadi garansi mutu bagi sandiwara radio. Maklum, ia pernah menulis sandiwara radio Tutur Tinular yang disiarkan setiap hari selama empat tahun (1989 – 1992). Tutur Tinular yang bermakna “nasehat atau petuah yang disebarluaskan” ini pertama kali mengudara pada 1 Januari 1989 dan disiarkan melalui 512 radio se-Indonesia atau yang tergabung dalam PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia). Diantara pemerannya adalah Ferry Fadli sebagai Arya Kamandanu, M Aboed sebagai Arya Dwipangga, Elly Ermawatie sebagai Mei Shin, juga Ivone Rose sebagai Sakawuni.

Asmara di Tengah Bencana (ADB), sandiwara radio produksi BNPB. (Foto: Gapey Sandy)
Asmara di Tengah Bencana (ADB), sandiwara radio produksi BNPB. (Foto: Gapey Sandy)
Suasana ketika pengisian suara sandiwara radio 'Asmara di Tengah Bencana'. (Foto: BNPB/Trailer Sandiwara Radio)
Suasana ketika pengisian suara sandiwara radio 'Asmara di Tengah Bencana'. (Foto: BNPB/Trailer Sandiwara Radio)
Begitu juga dengan sandiwara radio Mahkota Mayangkara yang disiarkan selama 2 tahun. Suatu kisah dengan latar belakang sejarah Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Prabu Jayanagara, di mana pada akhirnya terjadi pemberontakan Ra Kuti yang berhasil ditumpas oleh Gajah Mada. Secara umum Mahkota Mayangkara bisa diartikan sebagai sebuah kekuasaan yang bersifat semu atau sementara yang dicapai dengan penuh angkara dan pertumpahan darah. Mulai disiarkan pada 1 Januari 1990 melalui 512 stasiun radio yang tergabung dalam PRSSNI.

Ada lagi, sandiwara radio berjudul Kaca Benggala produksi PT Menara Gading Citra Perkasa dengan masa tayang dua tahun, 1994 - 1995. Kaca Benggala dalam Bahasa Jawa berarti cermin keburukan. Kisah yang menggambil latar jaman Kerajaan Islam Pajang di tanah Jawa, dan awal mula berdirinya kerajaan Mataram Islam. Seperti Saur Sepuh yang dalam ceritanya terdapat tokoh-tokoh yang sebenarnya ada dalam sejarah. Di dalam cerita Kaca Benggala banyak tokoh sejarah yang ada dalam cerita, dan diceritakan kisahnya sesuai alur sejarah, meski berikutnya diarahkan kepada cerita mengenai tokoh seperti Modosiyo dan Nyai Basingah sebagai tokoh utama dalam cermin prilaku keburukan manusia. Para pemeran tokohnya antara lain Meriam Bellina sebagai Srikanti atau Nyai Basingah, Adjie Pangestu sebagai Mondosiyo, Agus Kuncoro sebagai Senopati Ing Alaga, dan Advent Bangun sebagai Demang Wirojoyo. Selain itu, sandiwara radio modern juga pernah ditulis Tidjab dengan judul Kasih Sepanjang Jalan.

Menjadi wajar jika kemudian para pembicara talkshow ini sepakat, untuk membangkitkan kembali --- bukan sekadar nostalgia --- masa keemasan siaran sandiwara radio, khususnya melalui roman bersejarah ‘Asmara di Tengah Bencana’ yang khusus diproduksi BNPB untuk makin meningkatkan kesiagaan masyarakat akan bencana.

Radio adalah ‘Teman Paling Dekat’

Bagi Achmad Zaini, praktisi radio sekaligus konsultan media, perlu dipertimbangkan delapan faktor untuk membuat sandiwara radio yang memainkan imajinasi pendengar dengan mengandalkan kekuatan suara, dialog, musik dan sound effect (SFX), sehingga dapat efektif dan mencapai target sasaran.

Achmad Zaini, praktisi radio yakin sandiwara radio masih ditunggu-tunggu oleh penggemarnya. (Foto: Gapey Sandy)
Achmad Zaini, praktisi radio yakin sandiwara radio masih ditunggu-tunggu oleh penggemarnya. (Foto: Gapey Sandy)
Pertama, pemilihan cerita. Tema-tema yang kolosal masih menjadi minat masyarakat di sebagian tempat. Kedua, kemasan. Kekuatan narator dan para pengisi suara tokoh-tokoh yang ada dalam cerita menjadi penentu, selain dialog, musik maupun sound effect. Semuanya harus mampu meninggalkan jejak didalam benak pendengar sehingga pengudaraan sandiwara radio akan terus dinanti-nantikan jam siarnya. Ketiga, pendengar radio itu sendiri yang sifatnya heterogen. Keempat, pemilihan stasiun radio yang bakal menyiarkannya. Radio lokal dan radio komunitas bisa menjadi andalan untuk menyiarkan sandiwara radio, selain harus dipertimbangkan juga bahwa stasiun radio tersebut benar-benar berada di lokasi rawan bencana, serta pandai mempromosikan sandiwara radio yang akan disiarkannya. Kelima, pemilihan jam siar dengan jumlah pendengar paling banyak atau prime time. Keenam, siaran ulang mengingat media radio hanya selintas dengar dan tidak bisa diulang oleh pendengarnya. Ketujuh, survei popularitas program. Dan kedelapan, gelar acara off air yang interaktif dan melibatkan seluruh pendengar juga penggemar maupun pendukung sandiwara radio,” tutur mantan host talkshow di Radio Elshinta ini.

Ketika wawancara eksklusif dengan penulis sebelum acara berlangsung, Achmad mengatakan, sebagai insan radio, dirinya sangat apresiatif dengan kebijakan BNPB memproduksi sandiwara radio dengan tema siaga bencana.

“Saya mengapresiasi langkah BNPB menggunakan radio sebagai sarana penyebaran informasi dan edukasi kepada masyarakat, terutama di daerah sekitar bencana. Karena selama ini, kawasan yang dekat-dekat dengan lokasi rawan bencana adalah kawasan yang paparan medianya sangat kurang. Adapun jurnalis televisi dan suratkabar, mereka biasa datang manakala bencana sedang terjadi, dan lebih banyak mengeksplorasi liputan korban bencananya. Setelah itu, mereka menghilang. Sedangkan radio adalah “teman yang paling dekat” dengan warga desa di lokasi-lokasi rawan bencana. Memang ada siaran televisi lokal yang mereka saksikan juga, tapi sejauh ini masyarakat di sekitar lokasi rawan bencana sangat haus akan hiburan seperti musik Tarling, Dangdut dan Campursari. Sandiwara radio bisa masuk dan diterima juga oleh masyarakat di sekitar sana. Artinya, sandiwara radio ini bisa melakukan penetrasi sebagai salah satu sarana pilihan hiburan alternatif. Inilah mengapa tepat sekali bahwa BNPB memilih penyampaian pesan waspada bencana melalui sandiwara radio, karena mengambil sisi manfaat radio sebagai pembawa pesan informasi, sarana edukasi, dan hiburan bagi warga masyarakat. Dalam konteks ini, sandiwara radionya disisipkan sosialisasi akan keharusan masyarakat untuk selalu siaga dan waspada bencana,” urainya.

Area ring 1 kawah Gunung Kelud yang berbahaya. (Foto: Radio Kelud FM)
Area ring 1 kawah Gunung Kelud yang berbahaya. (Foto: Radio Kelud FM)
Radio Komunitas Kelud FM yang juga menyiarkan sandiwara radio 'Asmara di Tengah Bencana'. (Foto: Radio Kelud FM)
Radio Komunitas Kelud FM yang juga menyiarkan sandiwara radio 'Asmara di Tengah Bencana'. (Foto: Radio Kelud FM)
Menurut Achmad Zaini lagi, sandiwara radio merupakan sarana yang baik untuk menyampaikan pesan pendidikan siaga bencana, apalagi untuk masyarakat yang kini berusia 40 tahun keatas, pasti memiliki kerinduan untuk mendengarkan kembali sandiwara radio yang sempat menjadi trend pada era ’80 dan ’90-an kemudian belakangan jadi menghilang. Apalagi dengan siaran televisi yang tak bisa dipungkiri mampu juga untuk menyuguhkan informasi dan hiburan untuk masyarakat. Meskipun, belakangan ini siaran televisi banyak dianggap membosankan karena misalnya, terlalu banyak informasi tentang perpolitikan.

“Untuk di sekitar Jawa Tengah, pemutaran sandiwara radio ini digencarkan melalui radio-radio yang berada di sekitaran Gunung Merapi dan Gunung Kelud. Pilihan ini tepat sekali, karena disitulah salah satu lokasi masyarakat rawan tertimpa bencana, dan sangat kekurangan sekali paparan medianya. Disinilah, radio dengan tayangan sandiwara radio produksi BNPB bisa masuk ke wilayah tersebut, meskipun media radio itu sendiri memiliki beberapa kekurangan, seperti misalnya gangguan teknis penerimaan siaran radio akibat pengaruh kontur keadaan alam sekitar. Nah, disinilah kehadiran radio komunitas menjadi sangat terdepan urgensinya,” jelasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun