Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sandiwara Radio Siaga Bencana, Dari Telinga Menjadi Sikap dan Budaya (#1)

24 Agustus 2016   14:05 Diperbarui: 7 Juli 2019   12:25 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebagian Kompasianer tekun menyimak talkshow Siaga Bencana Melalui Sandiwara Radio. (Foto: Gapey Sandy)


Adalah Tumenggung Jaya Lengkang yang pulang dari Kadipaten Pajang mengemban tugas resmi dari Sultan. Ketika memasuki wilayah Prambanan, rombongan Ki Tumenggung dirampok. Ki Tumenggung marah besar dan segera menitahkan Bekel Manyura untuk membasmi kawanan rampok. Sementara ia dan putranya, Jatmiko langsung meneruskan perjalanan ke Mataram.

Bekel Manyura menuntaskan titah Tumenggung dengan baik. Semua kawanan rampok dibasmi. Hanya satu orang yang dibiarkan hidup, namanya Blendung. Jatmiko merasa iba melihat nasib Blendung, pemuda desa lugu yang salah bergaul dengan kawanan perampok. Karena iba, Jatmiko berusaha melunakkan hati sang ayah, Ki Tumenggung untuk mengampuni Blendung dan membawa serta ke Mataram. Harapan Jatmiko terkabul, Blendung diampuni bahkan boleh tinggal di Ndalem Katumenggungan, menjadi abdi kinasih Jatmiko.

Sejak kecil, Jatmiko sudah dipertunangkan dengan Puspaningrum. Meski sama-sama anak Tumenggung, tapi hubungan keduanya tidak serasi. Jatmiko tidak suka watak Puspaningrum yang kelewat bebas, liar dan sombong. Bahkan, meskipun sudah memiliki calon suami yakni Jatmiko, tapi Puspaningrum masih saja menjalin hubungan dengan pria-pria lain termasuk dengan Joko Umayah, pembantunya sendiri. Jatmiko mengetahui semua itu.

Suatu hari, untuk menghibur dan mengisi hatinya yang kosong, Jatmiko mengajak Blendung berburu ke hutan. Karena hari sudah larut malam, keduanya bermalam di rumah Lurah Jatisari. Disinilah, Jatmiko terpesona pada pandangan pertama. Ia bertemu gadis cantik dan baik budi, Setyaningsih, putri tunggal Ki Lurah. Pertemuan kedua insan ini berlangsung di tepi sungai. Ketika itu, Setyaningsih masih terlihat canggung dan malu-malu. Setelah Setyaningsih kembali ke pondoknya, Jatmiko bermaksud mencuci kakinya yang kotor terkena lumpur. Tapi tiba-tiba ia heran, karena merasakan air sungai begitu panas. Bahkan Blendung menjerit, ketika sempat membasuh mukanya dengan air sungai.

Jatmiko mengamati suasana sekitar. Banyak pepohonan kering meranggas. Suasana seperti senyap seperti menyiratkan suatu bencana yang akan tiba.

o o o O o o o

Poster Sandiwara Radio 'Asmara di Tengah Bencana'. (Sumber: BNPB)
Poster Sandiwara Radio 'Asmara di Tengah Bencana'. (Sumber: BNPB)
Itulah cuplikan sinopsis sandiwara radio bertajuk “Asmara di Tengah Bencana” produksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Hah,BNPBngurusi sandiwara radio? Ya benar, dan bukan sembarang sandiwara radio, karena ini sekaligus jadi salah satu upaya BNPB melakukan sosialisasi pengetahuan kebencanaan dan mitigasi bencana kepada masyarakat melalui media, khususnya radio. Dalam hal ini, program siaran radio berformat sandiwara atau drama radio.

Peluncuran program Siaga Bencana Melalui Sandiwara Radio ini antara lain dilakukan pada acara Kompasiana Nangkring Bareng BNPB pada Kamis, 18 Agustus 2016 di Jakarta. Tampil sebagai pembicara pada talkshow ini yaitu Sutopo Purwo Nugroho (Kapusdatin dan Humas BNPB), S Tidjab (penulis naskah sandiwara radio), Haryoko (sutradara sandiwara radio), dan Achmad Zaini (praktisi radio).

Dalam paparannya, Sutopo membeberkan terlebih dahulu tentang kondisi Indonesia yang amat sangat rawan terhadap bencana. Pria kelahiran Boyolali, 7 Oktober 1969 ini menyebut, bencana adalah sebuah keniscayaan. “Wilayah Indonesia rawan terhadap gempa bumi, baik dari jalur subduksi maupun sesar yang ada di daratan. Penataan ruang pada daerah rawan gempa sangat berperan penting. Sebab bukan gempa yang menyebabkan korban, tapi kualitas bangunan yang justru menyebabkan korban. Sebanyak 153 kabupaten/kota yang dihuni sekitar 60,9 juta jiwa penduduk berada pada zona bahaya tinggi gempa bumi. Sedangkan 232 kabupaten/kota dengan penduduk mencapai 142,1 juta jiwa berlokasi di zona bahaya sedang,” ujarnya.

Selain gempa bumi, kata suami dari Retno Utami Yulianingsih ini, wilayah kepulauan Indonesia juga rawan tsunami. Tercatat, sejak 1629 – 2014 terjadi 173 tsunami besar dan kecil. Salah satu lokasi yang rawan bencana tsunami adalah wilayah Jawa bagian Selatan. Perkiraannya sangat mengerikan, karena dengan gempa bumi mencapai 8,2 SR di Selatan wilayah Jawa Barat dapat menimbulkan tsunami dengan ketinggian 10 meter. Bencana tsunami terjadi hanya selang 20 menit sesudah gempa bumi melanda.

Sutopo Purwo Nugroho, Kapusdatin dan Humas BNPB. (Foto: Gapey Sandy)
Sutopo Purwo Nugroho, Kapusdatin dan Humas BNPB. (Foto: Gapey Sandy)
“Ancaman bencana di Indonesia juga datang dari gunung berapi. Indonesia memiliki 127 gunung api aktif. Jumlah ini bahkan mencapai 13 persen dari seluruh gunung api yang ada di dunia. Sebanyak 75 kabupaten/kota yang dihuni 3,85 juta jiwa penduduk berada di daerah bahaya sedang hingga tinggi dari erupsi gunung api,” ungkap ayah dari dua anak ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun