Tak banyak yang tahu, kalau Jumat, 16 Oktober 2015 ini, diperingati sebagai Hari Pangan Sedunia ke-35. Setiap tahun, tema peringatan selalu berganti. Tahun ini, tema yang diusung adalah “Pemberdayaan Petani Sebagai Penggerak Ekonomi Menuju Kedaulatan Pangan”.
Hari Pangan Sedunia (HPS) erat kaitannya dengan pembentukan Organisasi Pangan Dunia di PBB yaitu Food and Agriculture Organization (FAO) yang berdiri pada 16 Oktober 1945. Tapi, bukan berarti ketika FAO berdiri, langsung otomatis adanya HPS. Karena, HPS baru tercetus ketika FAO melaksanakan konferensi yang ke-20 pada November 1979 di Roma, Italia. Ketika itu, sebanyak 147 peserta---termasuk Indonesia---menyepakati resolusi Nomor 1/1979 tentang peringatan World Food Day. Itulah mengapa, setiap 16 Oktober diperingati sebagai HPS. Oh ya, HPS pertama kali diselenggarakan pada 1981, dengan tema: “Pangan Adalah Utama”.
Bagaimana perayaannya di Indonesia? Khusus untuk hari ini memang belum terlalu gebyar gaungnya. Karena, perayaan HPS baru akan dilaksanakan esok hari, tepatnya 17 – 20 Oktober 2015, dan dipusatkan di Jakabaring Sport City Palembang, Sumatera Selatan.
Tapi, bukan berarti peringatan HPS 2015 tidak ada sama sekali. Sekolah PAUD Pelangi Dewi Kunti yang beralamat di Perumahan Griya Pamulang 2, Kelurahan Pondok Benda, Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, Jumat, 16 Oktober 2015 pagi, sukses menggelar perayaan menyambut HPS. Sekolah ini menggelar Lomba Masak yang melibatkan orangtua sekaligus siswa-siswi PAUD. Uniknya, Lomba Masak ini menampilkan tema yang cukup menantang, yakni “Memasak Masakan Non Terigu, dan Berbahan Dasar Tempe”. Hanya ada empat kelompok dalam lomba masak yang secara resmi dibuka oleh Ibu Lurah Pondok Benda, Kiki M Syaat ini.
Menurut Kepala Sekolah PAUD Pelangi Dewi Kunti, Citta Purnawati, pelaksanaan Lomba Masak ini merupakan kegiatan yang lain dari biasanya. “Apalagi, masakannya sudah kami tentukan yakni yang berbahan dasar non terigu dan satu lagi, yang berbahan dasar tempe. Kenapa non terigu? Karena kami ingin para ibu-ibu dan orangtua siswa ini belajar untuk mengurangi menggunakan komoditas tepung terigu untuk setiap olahan pangan. Kita bisa mengganti terigu ini dengan umbi-umbian, seperti jagung, ubi, singkong dan lainnya,” ujar Bunda Citta, sapaan akrab wanita berkacamata yang juga mengelola Taman Baca Masyarakat (TBM) Dewi Kunti ini.
Lantas, kenapa juga harus masakan berbahan dasar tempe?
“Alasannya sederhana. Tempe itu makanan merakyat yang kaya gizi dan harganya terjangkau. Tempe adalah juga makanan lokal khas Indonesia. Kami ingin mengingatkan kembali kepada para ibu-ibu untuk bersama-sama kembali kepada makanan lokal Indonesia, salah satunya tempe yang juga merupakan makanan sehat. Selain itu, kenapa kami menampilkan lomba masak masakan yang salah satunya berbahan dasar tempe, karena saat ini sedang dilaksanakan upaya agar UNESCO mengakui tempe sebagai The Intangible Cultural Heritage of Humanity.