Sebagai pemandu acara talkshow Mata Najwa di MetroTV, Najwa Shihab ternyata juga punya idola dalam profesi yang sama. Orang itu adalah Rachel Anne Maddow, pemandu acara talkshow The Rachel Maddow Show (TRMS) di stasiun televisi MSNBC, yang bermarkas di New York, Amerika Serikat.
Pernyataan bahwa Najwa Shihab mengidolakan Rachel Maddow, setidaknya bisa ditemukan di halaman 5 dari buku berjudul Jurnalis Berkisah – Memetik Inspirasi Perjalanan Karier 10 Jurnalis Terkemuka Indonesia, yang ditulis Yus Ariyanto.
Acara TRMS yang berdurasi 60 menit, adalah merupakan program tayangan televisi yang khusus mengulas berita-berita politik, dan biasanya disisipi sebuah wawancara, yang dikemas dalam sub acara dengan titel, The Interview. Berkat profesionalitas dan kepiawaian Rachel Maddow sebagai host, news presenter, sekaligus interviewer, tak aneh kalau debut acara TRMS yang dimulai sejak 8 September 2008, semakin hari kian mendulang jumlah pemirsa. Selain karena memang, topik yang diulas Rachel Maddow bersama narasumbernya, adalah melulu tentang situasi dan kondisi politik yang paling aktual plus faktual.
Berbagai prestasi mengiringi performa kerja Rachel Maddow yang memang ciamik. Sanjungan datang dari sesama insan jurnalis, seperti misalnya yang dikatakan oleh Matea Gold, salah seorang penulis di Los Angeles Times yang menyebut Rachel Maddow sebagai “finds the right formula on MSNBC”, atau telah menemukan formula yang tepat di stasiun televisi tempatnya bekerja.
Sedangkan media setenar The Guardian menyebutkan, bahwa Rachel Maddow telah menjadi “star of America’s cable news”, bintangnya televisi kabel Amerika Serikat. Beda lagi dengan pendapat Alessandra Stanley dari The New York Times yang intinya menyebutkan, bahwa Rachel Maddow berhasil menampilkan sosok perempuan periang dalam saluran televisi kabel, dengan modulasi suaranya yang tenang meyakinkan, dan ditingkahi lengkingan emosi.
Semua penghargaan atas nama profesi dari rekan sesama insan jurnalis tadi, memang pantas disandang Rachel Maddow. Karena, bayangkan saja, baru delapan hari talkshow TRMS ditayangkan di MSNBC, atau tepatnya 16 September 2008, menurut survey yang valid, acara ini berhasil mengalahkan talkshow paling dahsyat, Larry King Live. Akan tetapi, pada kuartal ketiga tahun 2009, talskhow The Rachel Maddow Show turun tahta ke posisi ketiga, dibawah Fox News’s Hannity dan Larry King Live.
Berikut ini adalah performance Rachel Maddow, sewaktu mewawancarai sejumlah narasumbernya [http://www.youtube.com/watch?v=AkHq_wueVMw], atau juga dalam link ini, [http://www.youtube.com/watch?v=-1Z6mAUAkXA]. Terutama pada link kedua, dapat disaksikan bagaimana Rachel Maddow mengkonfirmasi berbagai fakta dan data yang tertulis di kertas catatannya, sekaligus memantik emosi narasumbernya melalui sedikit perdebatan yang ‘hangat’ tapi penuh keakraban.
Najwa Shihab “Tertular” Rachel Maddow?
Pertanyaannya sekarang, seberapa besar pengaruh Rachel Maddow dalam performa Najwa Shihab acapkali memandu talkshow Mata Najwa? Untuk menjawabnya, lebih tepat sembari menelaah, bagaimana sebenarnya penampilan Rachel Maddow sewaktu merangkap sebagai host, news presenter, interviewer, juga commentator.
Pertama, Rachel Maddow bekerja pada jurnalistik desk politik, bidang yang memang disukainya. Sepanjang talkshow-nya, ia mencermati berbagai pemberitaan seputar politik, termasuk mengulas sejumlah kutipan yang disampaikan oleh para politisi di berbagai media massa. Dari sini terlihat, bahwa ada kesamaan isu yang digemari, baik oleh Rachel Maddow maupun Najwa Shihab, yakni politik.
Bergelut dengan isu ‘panas’ politik, merupakan sesuatu yang sesuai dengan latarbelakang pendidikan Rachel Maddow. Tercatat, pada 2001, ia meraih gelar Doctor of Philosophy (DPhil) dalam politik di Universitas Oxford. Tesisnya kala itu berjudul HIV/AIDS dan Reformasi Perawatan Kesehatan di Penjara Inggris dan Amerika Serikat.
Sementara bagi Najwa Shihab, selain isu politik, istri dari Ibrahim Assegaf ini juga menyukai isu seputar hukum. Dalam buku Jurnalis Berkisah dipaparkan, sewaktu menerima anugerah KPI Award 2010 untuk talkshow Mata Najwa episode Separuh Jiwaku Pergi, yang tayang pada Rabu, 30 Juni 2010, dan menampilkan kisah percintaan BJ Habibie dengan istri tercintanya almarhumah Ainun Habibie, Najwa Shihab mengakui, bahwa episode tersebut bukan tipikal talkshow Mata Najwa. Maklum, episode Separuh Jiwaku Pergi, tidak mengangkat tema politik, hukum, juga bukan pula sejarah. “Akar saya politik. Jadi, lebih banyak seputar isu itulah topik Mata Najwa,” ujar alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 2000 ini.
Kedua, jujur saja, memperhatikan gaya Rachel Maddow mewawancarai narasumbernya, terkadang muncul keheranan, karena beberapa kali terlihat, justru Rachel Maddow yang berbicara lebih banyak ketimbang narasumbernya. Untuk lebih mengetahui bagaimana itu terjadi, silakan simak wawancara Rachel Maddow dengan Jon Stewart, seorang satiris politik Amerika Serikat, sutradara, aktor, juga kritikus media, dalam link berikut [http://www.youtube.com/watch?v=AkHq_wueVMw], juga pada link selanjutnya ini [http://www.youtube.com/watch?v=tjqYufQVen0].
Soal pewawancara yang justru berbicara lebih banyak dari narasumbernya ini, sempat pula ‘mendera’ Najwa Shihab, pada masa-masa awalnya melakukan wawancara di MetroTV. Seperti misalnya, wawancara Najwa Shihab dengan bintang tamu, Jusuf Kalla dan Wiranto, pada 8 Mei 2009. Wawancara ini, oleh praktisi dan pengamat media, Andreas Harsono, seperti ditulisnya dalam andreasharsono.net, dianggap memiliki gangguan yang cukup berarti. Gangguan itu justru berasal dari Najwa Shihab sendiri, lantaran dalam wawancara tersebut, justru Najwa Shihab yang bicara lebih banyak daripada narasumbernya.
Beruntung, Najwa Shihab menemukan dan memperbaiki kelemahan performancenya itu. Gaya Rachel Maddow yang lebih banyak bicara saat melakukan interview, tidak serta-merta dipaksakan oleh Najwa Shihab untuk ditiru. Kini, dalam setiap episode Mata Najwa, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Najwa Shihab lebih terstruktur, baik dalam pilihan kalimat, maupun tujuan dari lontaran pertanyaan tersebut, misalnya untuk mengklarifikasi, ‘menginterogasi’, mengkonfrontasi, menguji, memancing narasumber, dan lainnya.
Ketiga, dalam penampilannya saat melakukan interview, Rachel Maddow dengan begitu cerdas, seringkali mengajukan pertanyaan lanjutan yang didasari dari sebuah luncuran jawaban narasumber. Rachel Maddow kadang terlihat ‘kurang sopan’, karena seolah memotong atau menyela jawaban dari narasumbernya. Tapi, dengan gayanya yang chic dan akrab, ia selalu berhasil menetralisir suasana dan tidak memancing perdebatan berkepanjangan hingga berubah menjadi debat kusir.
Bagaimana dengan Najwa Shihab? Saya selalu percaya, bahwa Nana -- sapaan akrab Najwa Shihab -- selalu sudah memperkirakan apa kira-kira jawaban narasumber, atas setiap pertanyaan yang dilontarkan. Selain itu, pertanyaan lanjutannya pun sudah pasti akan dipersiapkan untuk dilontarkan, tentu pada saat wawancara berlangsung. Hal demikian, memang menjadi sebuah keharusan, sekaligus kebiasaan (habbit) dari seorang pemandu talkshow yang cerdas. Itu pula yang kemudian dilakukan Najwa Shihab. Dalam setiap penampilannya, ia rajin mengajukan pertanyaan lanjutan, demi memperjelas/menegaskan kembali jawaban narasumber, maupun untuk ‘memojokkan’ narasumbernya. Banyak pertanyaan lanjutan Najwa Shihab yang memang berbobot, tapi, sesekali ada juga yang justru hanya mengulang jawaban narasumber, sehingga terkesan, Najwa Shihab kehilangan fokus untuk menyimak jawaban narasumbernya.