Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Menyoal Pernyataan Mendagri, Tangsel Zona Merah Gerakan Separatis

27 Maret 2015   06:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:56 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_405626" align="aligncenter" width="400" caption="Mendagri Tjahjo Kumolo (kiri) dan Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany (kanan) ketika membuka Kejurnas Karate-Do di Kampus Universitas Terbuka, Pondok Cabe, Pamulang, Tangsel, Rabu (25/4). (Foto: palapanews.com)"][/caption]

Nama baik Kota Tangsel tercoreng. Pernyataan Mendagri Tjahjo Kumolo yang mengatakan bahwa Kota Tangsel termasuk Zona Merah Gerakan atau Kelompok Separatis seperti menohok kota berpenduduk lebih dari 1,4 juta orang ini. Mendagri mengungkapkan hal tersebut, justru di hadapan Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany, usai membuka Kejuaraan Nasional Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (Forki) di Kampus Universitas Terbuka, Pondok Cabe, Kecamatan Pamulang, Kota Tangsel, Rabu (25/3).

“Tangsel masuk dalam zona merah kelompok separatis, sehingga saya menghimbau pemerintah daerah dari mulai walikota, camat, lurah, maupun RT dan RW untuk melakukan deteksi dini kepada setiap warga negara kita dan warga negara asing yang bermalam di wilayahnya,” seru Mendagri.

Dikatakan Tjahjo, tidak hanya Tangsel yang masuk dalam zona merah, namun ada beberapa daerah lain seperti Bekasi, Solo, dan Kabupaten Karang Anyar. “Untuk itu, bantuan semua pihak sangat diharapkan untuk memperketat wilayah perbatasan masing-masing daerah,” ujar politisi PDI Perjuangan ini.

Dengan masuknya Tangsel dalam zona merah kelompok separatis, Mendagri meminta bantuan kepada semua pihak baik kepolisian, TNI dan jaringan intelijen guna membantu keamanan masing-masing wilayah. “Selain itu, saya menghimbau kepada semua warga, jika mendengarkan ceramah bersifat propaganda, bisa segera melaporkan ke aparat keamanan terdekat. Sedangkan kepada pemerintah daerah, untuk mencermati keberadaan travel biro perjalanan umroh. Sekarang ini banyak yang ingin umroh, namun tidak pulang lagi, dan ini perlu dicermati,” urainya.

[caption id="attachment_405632" align="aligncenter" width="510" caption="Penggeledahan rumah terduga anggota kelompok ISIS di Setu, Tangsel, 22 Maret 2015. (Foto: Muhammad Iqbal/ANTARA Foto)"]

1427413364477450903
1427413364477450903
[/caption]

Bahkan, lanjut Tjahjo, apabila ada masyarakat yang umroh namun menjual semua barang yang dimilikinya, maka pihak RT dan RW harus cermat dan mendeteksi setiap tingkah laku demikian. Begitu juga dengan kedatangan warga asing di wilayahnya, haruslah dilakukan dengan cara deteksi dini. “Kita tidak bisa melarang orang untuk umroh, namun sebagai aparat dapat mencurigai dengan adanya orang yang ingin umroh namun tidak kembali lagi ke negaranya,” beber Mendagri.

Ketika ditanya wartawan tentang kedekatan kelompok separatis yang sering berbaur dengan masyarakat, Tjahjo Kumolo menyatakan, budaya timur masih cenderung melekat dalam perilaku masyarakat di Indonesia. Tak jarang, kondisi demikian menjadi celah bagi kelompok separatis dan garis keras untuk memanfaatkan demi tercapainya tujuan mereka meski ideologinya menyimpang. “Orang asing bisa bermalam di masjid, rumah-rumah penduduk. Harus ada kesadaran dari warga, kemudian melakukan monitoring dari aparat kelurahan atau desa dan aparat penegak hukum lainnya,” tegasnya seperti dimuat Tangsel Pos.

Memang, dalam catatan penulis, sejak 2005 lalu, di Tangsel terjadi sejumlah kasus yang melibatkan sejumlah orang yang disangka teroris. Mulai dari ledakan bom low explosive di samping rumah Abu Jibril, aktivis Majelis Mujahidin Indonesia. Lalu penangkapan anak Abu Jibril, Muhammad Jibril, oleh aparat pada 2009. Pada tahun yang sama, terjadi penggerebekan yang diakhiri dengan tertembaknya dua tersangka teoris di sebuah rumah kos, dekat Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah di Ciputat. Menyusul pada 2010, dua lokasi penggerebekan teroris di Gang Asem, dan Warnet ‘Multiplus’ di Pamulang, yang menewaskan tiga terduga teroris termasuk Dulmatin. Pada 2013, terjadi penembakan terhadap aparat kepolisian di Cireundeu dan di Ciputat. Selanjutnya, ketika malam tahun baru 2014, polisi juga menembak mati enam tersangka teroris di Kampung Sawah, Ciputat. Lalu pada 22 Maret 2015 kemarin, polisi melakukan penggeledahan rumah tersangka jaringan kelompok ISIS di Kecamatan Setu.

[caption id="attachment_406130" align="aligncenter" width="567" caption="Jumlah penduduk Kota Tangsel sampai 2013. (Sumber: bpskotatangsel.go.ig)"]

14275857081752055356
14275857081752055356
[/caption]


Menanggapi pernyataan Mendagri tadi, Walikota Airin Rachmi Diany mengatakan bahwa zona merah menjadi perhatian tingkat nasional, dan ada sisi positifnya. “Kita berterima kasih karena tidak hanya menjadi tugas pemerintah daerah saja, tentunya tanggung-jawab provinsi dan pusat serta kolaborasi dengan pemangku kepentingan. Meski sebenarnya ini sudah kita lakukan manakala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) hadir melakukan sosialisasi ISIS ini di tujuh kecamatan. Namun ternyata, masih ada,” ujar Airin ketika mendampingi Mendagri.

Airin menambahkan, sosialisasi sudah dilakukan akantetapi nyatanya tetap ada, ideologi separatis seperti ini tidak pernah bisa berhenti. “Persoalan keamanan bukan saja tanggung-jawab pemerintah daerah, namun juga pusat dan Polres, Kodim, dan lainnya. Disinilah, mendesak untuk segera dibangun keberadaan Polres Kota Tangsel, yang sebenarnya sudah disetujui oleh Polda. “Kemarin persoalan lahan Pemkot sudah mengajukan surat, dan kita sedang dalam proses, serta mencari data pelepasan hak atas lahan di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), begitu pula dengan pagu anggaran juga sudah dianggarkan sebesar Rp 30 miliar, namun masih kurang, sehingga akan melakukan hibah uang ke Polda, dan Polda akan membangun serta mencari SDM-nya,” jelas Walikota Tangsel.

[caption id="attachment_405627" align="aligncenter" width="486" caption="Ketua MUI Kota Tangsel KH Saidih mempertanyakan apa dasar yang dipergunakan Mendagri memberikan predikat Tangsel termasuk zona merah kelompok separatis. (Foto: hariantangerang.com)"]

1427412927317746856
1427412927317746856
[/caption]

* * *

Sementara itu, tokoh masyarakat Tangsel yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tangsel, KH Saidih justru mempertanyakan, hal-hal yang menjadi dasar Mendagri Tjahjo Kumolo menyematkan predikat zona merah kelompok separatis kepada Tangsel. “Saya mau tanya, dasarnya apa, sampai Mendagri memberikan penilaian seperti itu?” tanya KH Saidih yang tengah beribadah umroh di Mekkah melalui sambungan telepon dengan penulis, Kamis (26/3) sore.

Menurut KH Saidih, kalau hanya melihat pada sejumlah kasus sebelumnya, yakni penggerebekan dan penangkapan anggota teroris di Tangsel, para pelaku yang menjadi target operasi aparat berwajib itu justru bukan warga pribumi Tangsel. “Kalau yang saya tahu, pelakunya itu orang dari mana-mana yang datang ke Tangsel ini. Kalau warga Tangselnya sendiri, saya pikir enggak ada seperti yang disebut-sebut sebagai teroris dan separatis begitu,” ujar ulama yang kerapkali diundang berceramah ke berbagai tempat ini.

Meski begitu, KH Saidih menyatakan tidak bermaksud menyalahkan pernyataan Mendagri Tjahjo Kumolo. “Saya sendiri enggak menyalahkan Mendagri, kalau beliau bicara seperti itu. Hanya saja, kalau untuk sekadar sebagai wawasan saja sih ya enggak apa-apa. Tapi, harusnya ‘kan ya musti hati-hati juga bila melontarkan pernyataan. Apalagi sudah men-cap Tangsel sebagai zona merah gerakan separatis. Lagipula, pelaku atau orang yang dimaksud sebagai kelompok gerakan separatis oleh Medagri itu, orang mana?” tanya KH Saidih yang merupakan warga pribumi asli Tangsel.

* * *

Sementara itu, salah seorang inisiator pembentukan Kota Tangsel, Ustadz Rasud Syakir lebih mengupayakan solusi terbaik, menyusul pernyataan Mendagri Tjahjo Kumolo yang seolah menohok Tangsel. Dalam wawancara via telepon dengan penulis, Rasud Syakir yang juga warga pribumi Tangsel melontarkan tiga hal.

[caption id="attachment_405636" align="aligncenter" width="491" caption="Barang bukti pasca penggerebekan terduga teroris di TKP Ciputat, Tangsel. (Foto: liputan6.com)"]

14274157081953535872
14274157081953535872
[/caption]

Pertama, Tangsel merupakan daerah sanggahan atau daerah hunian yang berhimpitan dengan ibukota. Sehingga persoalan yang mengemuka didalamnya tentu sangat heterogen. Kedua, beberapa kasus terkait terorisme memang terjadi di wilayah hukum Tangsel. Sehingga apa yang disampaikan Mendagri tidak dapat disalahkan. Ketiga, Tangsel belum memiliki Markas Polres sendiri. Itulah satu kendala keamanan dan ketertiban masyarakat. Hingga kini, kewenangan koordinasi Polres Kota Tangsel masih menginduk ke dua komando, yakni ke Mapolres Tangerang dan Mapolres Jakarta Selatan. Inilah yang dianggapnya membuat koordinasi menjadi kurang sebaik dan seefektif manakala Mapolres berada dalam satu wilayah atau lingkungan di Kota Tangsel.

“Oleh karena itu kami mengharapkan dari awal, mendesak kepada Kapolri melalui Pemkot Tangsel, atau sebailknya, untuk segera mewujudkan pembangunan Mapolres Kota Tangsel. Karena, selama itu belum terwujud, maka tidak tertutup kemungkinan kasus-kasus seperti gerakan-gerakan dalam zona merah itu akan muncul. Kami juga sangat prihatin dengan kondisi seperti ini. Ironisnya, hal demikian justru dapat dimanfaatkan oleh orang yang akan melakukan aksi, dengan melihat celah-celah kelemahan keamanan yang ada di Kota Tangsel,” ujarnya (26/3) kemarin.

Sebagai insiator pembentukan Kota Tangsel sejak awal, apakah Anda termasuk yang menyayangkan pernyataan Mendagri Tjahjo Kumolo tersebut? “Tidak. Melihat dari beberapa kasus besar penangkapan jaringan teroris sebelumnya, juga ada di Tangsel, mulai dari di Pamulang, Ciputat, dan terakhir penangkapan seseorang yang diduga terkait jaringan ISIS yaitu di Setu. Buat saya, statement Mendagri itu tidak mengagetkan, malah kita musti berlapang dada. Saya sih terbuka saja. Yang penting adalah, bukan soal menolak atau menerima pernyataan itu, tapi bagaimana solusi terbaik seperti misalnya, membangun Mapolres Kota Tangsel. Sehingga, koordinasi keamanan dari atas sampai bawah berada dalam satu atap,” jawab Rasud Syakir yang rutin berdakwah dan blusukan sebagai khatib Shalat Jumat di berbagai wilayah Tangsel.

[caption id="attachment_405629" align="aligncenter" width="486" caption="Rasud Syakir, salah seorang inisiator pembentukan Kota Tangsel meminta percepatan pembangunan Mapolres Kota Tangsel. (Foto: smpn4tangsel.sch.id)"]

1427413069483426369
1427413069483426369
[/caption]

Urusan keamanan, bukan melulu tanggung-jawab Pemkot Tangsel, tambah Rasud Syakir, tapi juga melibatkan seluruh elemen masyarakat. “Nah, masyarakat Tangsel ini heterogen, ada pendatang dan pribumi. Ada yang sibuk, peduli, tapi juga ada yang tidak mau tahu tentang kondisi lingkungan sekitar dengan alasan sudah membayar pajak dan kewajiban lainnya. Celah-celah kelemahan sosial kemasyarakatan yang heterogen ini, dimanfaatkan oleh gerakan-gerakan teroris, radikal, dan separatis itu. Karena yakinlah, bukan watak asli orang Tangsel yang berkehendak melakukan hal-hal seperti itu. Gerakan-gerakan seperti itu justru dilakukan oleh sebagian warga pendatang. Itulah yang dinamakan ‘kecolongan’. Sehingga akhirnya, mencoreng nama Tangsel. Meskipun tidak dapat dipungkiri, ada juga kelompok garis keras keagamaan yang tinggal di Tangsel ini,” ujar Rasud yang juga aktif di dunia pendidikan.

Meski demikian, Rasud Syakir optimis problematika Tangsel yang kini memperoleh predikat zona merah gerakan separatis akan segera berlalu. “Masalah seperti ini tidak akan lama, dan segera berakhir, ketika keinginan pemerintah dan masyarakat saling menyatu. Termasuk membangun Mapolres sendiri. Sejak awal pembentukan Kota Tangsel tidak pernah terbayangkan apalagi terpikirkan, bahwa sebagai kota hasil pemekaran baru ini akan memperoleh predikat zona merah,” jelasnya.

Rasud Syakir pun membenarkan bahwa ketika Mendagri menyatakan Tangsel sebagai zona merah gerakan separatis, maka konsekuensi dan imbasnya justru berbalik kepada Pemerintah Pusat. “Ini juga bisa menjadi pernyataan balik kepada Mendagri, bahwa sebenarnya tidak mengagetkan kalau Tangsel disebut telah menjadi zona merah kelompok separatis, karena persoalannya kemudian, juga balik lagi kepada Pemerintah Pusat itu sendiri, diantaranya dengan mempercepat pembentukan Mapolres Kota Tangsel,” tegasnya.

* * *

Sementara itu, Siti Chadijah anggota Komisi I DPRD Kota Tangsel dari Fraksi-PKS menanggapi pernyataan Mendagri tersebut dengan tiga point. Pertama, sebagai salah seorang warga Tangsel dan anggota DPRD Kota Tangsel, pihaknya merasa prihatin terhadap pernyataan yang menyatakan Tangsel merupakan zona merah gerakan separatis dan teroris. “Apalagi ini disampaikan oleh pejabat Pemerintah Pusat, dalam hal ini Mendagri,” ujarnya melalui wawancara per telepon dengan penulis, Kamis, (27/3).

Kedua, menyusul pernyataan tentang zona merah tersebut, Pemkot dan seluruh elemen masyarakat Tangsel harus berbenah diri. “Misalnya dengan lebih aware terhadap lingkungan, jangan sampai terjadi hal-hal yang kurang baik, terutama terkait isu terorisme dan separatisme ini. Juga, lebih peduli terhadap pendatang yang bermukim sementara maupun yang menetap di Tangsel, melakukan penertiban rumah-rumah kontrakan termasuk kos-kosan mahasiswa dan pekerja. Mungkin, mereka yang diindikasikan sebagai teroris dan separatis itu menganggap Tangsel merupakan wilayah yang cocok untuk persembunyian dan pergerakan. Apalagi, secara geografis sangat dekat dengan Jakarta. Tangsel ini kan border area atau daerah perbatasan yang menjadi penyangga ibukota,’ tutur Chadijah yang baru saja kembali ke tanah air usai menunaikan umroh.

[caption id="attachment_405631" align="aligncenter" width="300" caption="Siti Chadijah, anggota Komisi I DPRD Kota Tangsel. (Foto: fpkstangsel.or.id)"]

1427413222955056973
1427413222955056973
[/caption]

Ketiga, perlunya peran tokoh-tokoh agama setempat untuk dapat lebih meluruskan pemahaman yang tidak sesuai dengan aqidah maupun syariah Islam. “Terutama yang memuat paham radikalisme, terorisme dan separatisme. Meskipun saat ini, sebenarnya melalui Kementerian Agama, seluruh kelompok Majelis Taklim yang ada di Tangsel, telah dilakukan pendataan secara formal. Karena memang, fakta menunjukkan bahwa semangat warga untuk menuntut ilmu dan belajar keagamaan di Tangsel sangat tinggi,” paparnya.

Lebih lanjut Chadijah mengatakan, “semprotan” Mendagri yang ditujukan untuk Tangsel sebenarnya bukan hal baru. Artinya, sudah bukan yang pertama kali terdengar. “Malah sebelumnya, saya pernah menjadi narasumber seminar bersama dengan pihak Polda Banten, dan ternyata, dalam paparan aparat kepolisian, Tangsel memang wilayah yang menjadi Tempat Kejadian Perkara (TKP) terkait terorisme. Termasuk penembakan oleh kelompok teroris yang menewaskan aparat kepolisian,” ungkapnya.

Penilaian Mendagri Tjahjo Kumolo bahwa Tangsel telah menjadi zona merah gerakan separatis, jelas bertolak belakang dengan apa yang telah dilakukan Pemkot. Karena, baru-baru, telah digelar diskusi dan sosialisasi bersama di tujuh kecamatan yang ada di Tangsel, bersama narasumber dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Nah, apakah ini berarti Pemkot Tangsel menunjukkan kelemahan, atau justru kecolongan dengan gerakan-gerakan terorisme, radikalisme dan separatisme?

“Saya enggak berani mengatakan, bahwa Pemkot Tangsel lemah atau kecolongan. Tapi pernyataan Mendagri ini, seperti mengingatkan kita lagi, untuk terus melindungi warga kota agar supaya tidak terlibat pada Zona Merah itu tadi. Apalagi Pemkot Tangsel memiliki Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) KESBANGPOLINMAS atau Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat, yang seharusnya dapat lebih efektif meningkatkan perlindungan kepada warga kota dari ekses negatif zona merah tersebut. Kalau tidak segera diantisipasi, saya justru khawatir, semangat menuntut ilmu keagamaan di kalangan warga Tangsel meredup. Padahal menuntut ilmu adalah wajib, selama tidak mengajarkan radikalisme, terorisme dan separatisme. Toh, dalam Islam sendiri, tiga hal tersebut tidak diperbolehkan,” jawabnya kepada penulis.

[caption id="attachment_405624" align="aligncenter" width="567" caption="Tulisan OPINI penulis berjudul TAK SUDI, TANGSEL JADI KAMPUNG TERORIS pernah dimuat Harian Radar Banten edisi 11 Maret 2010. (Foto: Dokpri)"]

14274126001288226538
14274126001288226538
[/caption]

Meski sejumlah kasus penggerebekan dan penangkapan teroris sempat mewarnai Tangsel sejak 2005 hingga yang terbaru adalah penggeledahan rumah terduga jaringan kelompok ISIS di Kecamatan Setu, pada 22 Maret 2015 kemarin, tapi tetap saja, tidak ada warga yang sudi bila Tangsel dimasukkan sebagai zona merah kelompok separatis. Perbaikan harus segera dilakukan. Termasuk menagih Pemerintah Pusat untuk mempercepat pembangunan Mapolres Kota Tangsel. Di usianya yang menginjak tujuh tahun pada 2015 ini, Tangsel dengan luas wilayah 147,19 km persegi butuh koordinasi komando keamanan dan ketertiban yang “bergerak super cepat”, seiring laju pertumbuhan penduduk yang juga pesat. Semoga Tangsel, dengan motonya Cerdas, Modern, Religius (CMORE) benar-benar dapat menjadi kota yang layak huni, aman, nyaman dan tidak ruwet.

* * *

Rentetan kejadian sejak 2005 hingga 2014, terkait penggerebekan teroris di Tangsel, baca di sini:

Tangerang Selatan (Bukan) Kota Teroris

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun