Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Inilah Sentra Kacang Sangrai yang Beromzet Rp 1,9 M Per Bulan

14 Desember 2013   10:14 Diperbarui: 4 April 2017   18:25 24964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ada empat pekerja yang menyangrai, 3 orang yang menampi kacang sangrai matang, dan 2 pekerja lainnya yang melakukan pengemasan. Meskipun, sebenarnya saya banyak mempekerjakan warga di sekitar sini, untuk melakukan pengemasan di rumah mereka masing-masing. Biasanya, ada yang membawa 3 sampai 4 karung kacang sangrai, untuk kemudian mereka kemas di rumahnya, dan setelah selesai, dikembalikan lagi ke sini, sembari saya beri upah kerja pengemasan itu," tuturnya.

Untuk mengetahui besarnya potensi ekonomi usaha industri rumahan kacang sangrai di kelurahan ini, silakan simak luncuran jawaban Ma'mun tentang nilai omzet penjualan kacang sangrainya? "Dalam 1 minggu, biasanya produksi kacang sangrai saya mencapai 4 sampai 5 ton. Hasil omzet penjualannya, dalam seminggu itu bisa mencapai Rp 50 juta sampai Rp 70 juta," ungkapnya.

[caption id="attachment_308550" align="aligncenter" width="576" caption="Kiri. Mamun, salah seorang warga yang mengelola usaha industri rumahan Kacang Sangrai. Kanan. Alwani, Ketua Koperasi Cipta Boga di Kelurahan Keranggan, Kecamatan Setu, Kota Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)"]

13869894721450384645
13869894721450384645
[/caption]

Nilai omzet penjualan Ma'mun dalam satu minggu, tentu bukan nilai laba atau profit yang dikantonginya. Uang hasil penjualan seminggu itu musti harus dibelanjakan untuk berbagai keperluan. "Mulai dari membayar para pekerja yang jumlahnya 9 orang, membayar upah para warga yang melakukan pengemasan di rumah mereka masing-masing, membeli bahan baku kacang kulit, plastik kemasan, dan membeli gelondongan kayu sebagai bahan bakar," terang Ma'mun sembari menambahkan bahwa untuk 1 truk gelondongan kayu, ia harus merogoh kocek cukup dalam yakni Rp 1.200.000.

Harga kacang kulit sendiri, menurut Ma'mun, tidak selalu pasti harganya. Kadang naik, dan jarang turun. Belum lagi ongkos pengirimannya. "Bahan baku kacang kulit ini saya pesan dari luar daerah. Untuk saat sekarang ini, harganya Rp 12.000 per kilogram. Jadi, kalau saya memesan 4 ton kacang kulit, maka biaya yang harus saya siapkan adalah Rp 48 juta," tuturnya. Untuk pemasaran kacang sangrainya, Ma'mun mengaku tidak terlalu ada masalah. Karena, para pembeli kacang sangrainya secara rutin datang sendiri, dan memang sudah menjadi pelanggan sejak lama.

"Biarpun di kelurahan ini banyak pelaku usaha kacang sangrai seperti saya, tapi kami sudah punya pasarnya masing-masing. Jadi tidak perlu khawatir, apalagi pusing. Cuma saja, yang pasti, nilai keuntungan dari usaha industri rumahan kacang sangrai ini tidak bisa dipastikan," terangnya seraya berharap agar Pemkot Tangsel memberi perhatian kepada para pelaku usaha kacang sangrai, misalnya dengan memberi bantuan berupa alat laminating untuk plastik kemasannya. "Pengemasan yang memakai api lilin, hasilnya tidak sebagus kalau pakai mesin laminating".

Ma'mun mengakui, sekarang ini sudah ada sebuah koperasi yang fokusnya bergerak untuk memberdayakan sekaligus memajukan usaha industri rumahan yang ada di Kecamatan Setu, khususnya di Kelurahan Keranggan. "Meski tidak terlalu menggantungkan usaha kami ini kepada koperasi, tapi manfaat keberadaan koperasi, cukup memberi arti positif bagi pemberdayaan ekonomi warga. Misalnya, koperasi aktif memperkenalkan aneka produk usaha industri rumahan yang dikelola warga secara mandiri di sini," jelas Ma'mun.

[caption id="attachment_308553" align="aligncenter" width="576" caption="Bahan baku kacang tanah kulit didatangkan dari Jawa Tengah dan Banten. (Foto: Gapey Sandy)"]

13869898721164837258
13869898721164837258
[/caption]

Sementara itu, menurut Alwani selaku Ketua Koperasi Cipta Boga, pihaknya memang concern untuk memberdayakan industri rumahan warga ini menjadi sebuah potensi kekuatan ekonomi warga. "Khusus untuk usaha industri rumahan kacang sangrai se-Kelurahan Keranggan, Kecamatan Setu, Kota Tangsel ini saja, jumlah pelaku usahanya ada sekitar 8 orang. Kalau nilai penjualan yang berhasil dikumpulkan oleh seorang pelaku usaha saja mencapai Rp 240 juta per bulan, maka untuk 8 orang pelaku usaha, tentu jumlahnya mencapai Rp 1.920.000.000. Besar sekali nilai penjualannya per bulan! Meskipun, untuk perhitungan profit, nilainya harus susut karena dikurangi biaya modal dan operasional," paparnya sewaktu diwawancarai penulis di ruang kerjanya.

Saat ini, Koperasi Cipta Boga sudah memiliki anggota sekitar 100 kepala keluarga. "Rata-rata mereka ini membuka aneka usaha industri rumahan. Sehingga tak berlebihan kalau saat ini, kami punya 15 macam produk panganan yang dihasilkan oleh para anggota koperasi. Sebut saja produk-produk tersebut adalah Keripik yang terbuat dari pisang, singkong, ubi ungu, bawang, gadung, balado; Kerupuk yang terdiri dari kerupuk beras, dan tulang lele; Rengginang; Rangeneng; Kembang Goyang; Kacang Sangrai, Opak, Enye, Rempeyek; dan Abon Ikan," beber Alwani yang baru-baru ini dinobatkan sebagai salah seorang Duta Koperasi Provinsi Banten. Ke-15 produk panganan tradisional hasil usaha industri rumahan yang ada di Kelurahan Keranggan, Kecamatan Setu, Kota Tangsel ini, seringkali dipamerkan dalam berbagai ajang promosi produksi daerah. Termasuk, dengan difasilitasi oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tangsel, produk-produk usaha industri rumahan warga bisa narsis dan dikomersilkan di mal ITC, BSD City.

"Tentunya, semua perjuangan itu dilakukan bersama warga dan melalui koperasi. Untuk itu, sebagai kesatuan merek, kami beri nama "Ma'Kita" dalam setiap kemasan panganannya. "Ma'Kita" itu artinya Makanan Kita Semua. Juga berarti, makanan yang dibuat dan diolah oleh Emak-Emak atau orang-tua kita sendiri. Yang jelas, semangatnya adalah untuk memberdayakan usaha dan ekonomi warga," yakin Alwani, peraih gelar S1 dari Fakultas Ilmu Pendidikan di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, dan kini tengah menyelesaikan S2-nya di Fakultas Hukum di Universitas Pamulang, Tangsel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun