Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ibu Megawati Mustinya "Move on"

22 Agustus 2014   05:33 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:54 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_354452" align="aligncenter" width="500" caption="Megawati Soekarnoputri. (foto: antaranews.com)"][/caption]

Akhirnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan hasil final yang mengikat atas gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) terhadap pelaksanaan Pilpres 2014. Ketok palu hakim MK akhirnya menetapkan bahwa, pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla tetap merupakan Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih, untuk periode 2014 – 2019. Sementara gugatan PHPU yang diajukan oleh pasangan Prabowo dan Mohammad Hatta, kandas melalui ‘tangan-tangan dingin nan adil’ sembilan hakim MK yang diketuai Dr Hamdan Zoelva SH MH. Tuduhan pasangan capres dan cawapres nomor urut satu bahwa, pelaksanaan Pilpres 2014 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) diwarnai penuh intrik kecurangan yang diistilahkan dengan Terstruktur, Sistemik, dan Masif (TSM), tak mampu membatalkan gegap-gempita kemenangan pasangan capres dan cawapres nomor urut dua, Jokowi dan Jusuf Kalla.

Keputusan final dan mengikat MK ini, tentu membuahkan rasa gembira dan hati lega yang teramat sangat, khususnya bagi para pendukung pasangan Jokowi-JK. Bayangkan, hanya memiliki selisih suara sekitar delapan juta dari lawan, dan kemudian disidangkan di MK, jelas cukup membuat sedikit perasaan tegang dan ketar-ketir juga. Belum lagi, tuduhan curang juga dialamatkan oleh pasangan Prabowo-Hatta kepada penyelenggara Pilpres, yakni KPU. Artinya, kalau MK menyetujui kebenaran bahwa, telah terjadi kecurangan TSM pada Pilpres 2014 kemarin, bisa jadi, kemenangan Jokowi-JK “terampas”, karena harus dilakukan pemungutan suara ulang, atau Pilpres ulang. Beruntung, semua kekhawatiran dan praduga politik itu tidak sama sekali terjadi.

Selain para pendukung pasangan Jokowi-JK yang larut dalam bahagia bercampur haru menyusul “kemenangan” dalam persidangan MK ini, sosok Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, sudah tentu bakal termasuk salah seorang yang juga mengucapkan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Begitu pula dengan tokoh-tokoh partai politik lain yang menggalang koalisi dengan PDI Perjuangan, guna mengusung pasangan Jokowi-JK, untuk kemudian berhasil memenangkan Pilpres 2014. Kiranya, para jurnalis dari berbagai media, bakal menjadikan Megawati Soekarnoputri sebagai narasumber prioritas paling utama untuk dimintakan opini, tanggapan dan komentarnya, pasca penetapan final yang “memuaskan” atas sidang gugatan penyelenggaraan Pilpres di MK.

Berburu pernyataan Megawati Soekarnoputri, pasti akan menjadi bahagian kerja paling menantang dari para awak media, pasca keputusan final persidangan di MK. Bukan saja karena Megawati Soekarnoputri adalah narasumber yang mudah menitikkan air mata, tapi juga karena pernyataan Ketua Umum PDI Perjuangan ini teramat dinantikan, lantaran kader partainya, yakni Jokowi, tak lama lagi bakal segera dilantik menjadi Presiden RI. Mayoritas publik tentunya menanti-nantikan pernyataan resmi Megawati Soekarnoputri, menyusul kepastian Jokowi memimpin bangsa dan negara ini, selama lima tahun ke depan.

[caption id="attachment_354454" align="aligncenter" width="500" caption="Megawati Soekarnoputri. (foto: liputan6.com)"]

14086344601228904145
14086344601228904145
[/caption]

Megawati gampang menangis? Ya, memang tangis haru sekaligus bahagia. Itu, misalnya, ditampakkan Megawati Soekarnoputri saat press conference pasca rekapitulasi penghitungan suara di KPU, pada 22 Juli 2014. Sembari menahan tangis, Megawati tetap bertutur dengan sesekali luncuran kalimatnya terbata-bata. Video adegan Megawati yang menyampaikan sambutannya sekaligus menahan tangis haru mendalam ini, dapat disaksikan di sini.

Pada waktu itu, Megawati menuturkan hal-hal yang normatif, namun letupan emosi naluri seorang ibu membuatnya menahan keharuan begitu mendalam. “Dan dengan rasa bahagia, saya sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan, merasa bahwa apa yang telah berjalan selama ini, telah dapat dilakukan dengan suatu perjalanan yang menurut saya, meskipun penuh dengan dinamika, tetapi berjalan secara lancar,” ujar Megawati Soekarnoputri yangkala itu mengenakan kemeja bercorak kotak-kotak perlambang ikon “Jokowi”.

Masih menurut Megawati sembari mulai bicara agak terbata-bata, “Kita, partai pendukung dan pengusung telah berhasil memenangkan Bapak Ir Joko Widodo dan Pak Jusuf Kalla. Insya Allah, menjadi Presiden RI dan Wakil Presiden RI periode 2014-2019. Dan saya tentunya juga tidak melupakan bantuan dari seluruh rakyat Indonesia, yang telah menjalankan proses Pemilu ini dengan terus menjaga kelancaran dan dalam hari-hari yang bahagia secara damai”.

Megawati melanjutkan, maka sekarang ini, kita seharusnya berkumpul kembali menjadi suatu bangsa, yaitu bangsa Indonesia, dan segala sesuatu yang telah berjalan pada hari-hari yang lalu itu kita selesaikan, dan lihat ke depan untuk dapat menjalankan nantinya pada tanggal 20 Oktober, insya Allah, maka kita pun mempunyai pemerintah RI yang baru. “Kami berharap, pada saudara-saudara sekalian sebangsa setanah-air, untuk terus menjaga berjalannya masa transisi ini. Karena bagaimana pun juga, seperti yang telah berulang kali saya katakan, pemilu di Indonesia itu sudah bukan merupakan suatu hal yang istimewa, karena sudah berulang kali berjalan, dan selalu kita menjalankannya dengan rasa bahagia, lancar, dan damai,” urai Megawati.

[caption id="attachment_354455" align="aligncenter" width="500" caption="Megawati Soekarnoputri. (foto: wn.com)"]

14086345122057825456
14086345122057825456
[/caption]

Tak lupa, secara penuh simpatik, Megawati menyampaikan rasa terima kasih kepada para sukarelawan pasangan Jokowi-JK, struktur partai PDI Perjuangan, partai-partai politik anggota koalisi, dan juga kepada media. “Pada mereka yang telah melakukan kerja yang begitu keras, sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan, saya sekali lagi ingin mengucapkan beribu terima kasih, kepada para sukarelawan, kepada seluruh struktur partai, baik dari PDI Perjuangan sendiri, maupun juga dariNasdem, PKB, Hanura, dan PKPI, yang telah bahu-membahu selama ini untuk terus bisa berjalan di kelak kemudian hari. Dan, tidak lupa juga saya ingin mengucapkan beribu terima kasih kepada media yang terus-menerus telah memberikan pemberitaannya tanpa lelah, sehingga apa yang telah dilakukan dewasa ini dapat kita selesaikan dengan baik. Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita,” urai Megawati yang memungkaskan pernyataannya dengan menyandarkan pengharapan kepada Allah SWT.

Setelah menyampaikan pernyataan terkait hasil rekapitulasi suara hasil Pilpres di KPU yang menetapkan bahwa, perolehan suara Prabowo-Hatta keok oleh Jokowi-JK, Megawati sepertinya lebih “khusyu” mencermati persidangan di MK. Sosoknya tak nampak di kanal-kanal media massa. Mungkin, perjuangan tanpa kata-kata inilah yang dipilih Megawati, menyusul riuh-rendah kemenangan Jokowi-JK pada pesta demokrasi yang tertunda. Perjuangan tanpa kata-kata ini menjadi teladan bagi seluruh warga PDI Perjuangan, untuk semaksimal mungkin menahan diri, menekan emosi, sambil mencermati tahap demi tahap konstitusional yang berlaku, demi legalitas formal presiden dan wakil presiden terpilih.

Belakangan, pernyataan Megawati kembali muncul di media. Tepatnya, pada Rabu, 13 Agustus 2014. Menariknya, itu bukan pernyataan langsung dari lisan Megawati, melainkan dari Sekjen PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo. Usai acara pembekalan calon pimpinan DPRD provinsi dan kabupaten/kota, di Jakarta, Tjahjo mengulangi permintaan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati, agar seluruh kader partai yang menjadi pimpinan dan anggota DPRD provinsi serta kabupaten/kota di seluruh Indonesia menerapkan revolusi mental dalam praktik kehidupan sehari-hari.

“Kalau masih ada kader PDI Perjuangan yang terjerat kasus korupsi, partai tidak akan membela kader-kader tersebut. Ibu Megawati tidak mau pimpinan dan anggota DPRD terjerat masalah hukum. Kalau sampai tersangkut (kasus korupsi), tanggung jawab sendiri,” kata Tjahjo mewakili Megawati seperti dimuat Kompas edisi (14/8).

[caption id="attachment_354456" align="aligncenter" width="500" caption="Megawati Soekarnoputri. (foto: republika.co.id)"]

1408634555150090316
1408634555150090316
[/caption]

Boleh jadi, pernyataan Megawati kepada para kader partainya, melalui Tjahjo Kumolo ini karena masih konsisten melanjutkan perjuangan tanpa kata-kata. Tidak hanya itu, Megawati pun bahkan memilih untuk tidak memenuhi undangan agar hadir pada peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-69 di Istana Merdeka, Ahad, 17 Agustus 2014.Megawati memang terbiasa mengikuti upacara di DPP, dan bukan di Istana Merdeka,” ujar politisi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari.

Kini, MK sudah memutuskan. Gugatan pasangan Prabowo-Hatta, ditolak. Pasangan Jokowi-JK pun, kini segera melenggang ke persiapan menempati kursi kepemimpinan nasional. Pertanyaannya, apakah Megawati akan segera menyampaikan pernyataan terbarunya, terkait keputusan MK yang berimbas pada pasangan Jokowi-JK menjadi Presiden dan Wakil Presiden yang sah serta konstitusional?

Berikut ini, sejumlah gagasan yang ditawarkan kepada Megawati, apabila hendak menyampaikan pernyataan terbaru, yang sekaligus mengiringi dan mengantarkan pasangan Jokowi-JK sebagai duet pimpinan nasional yang baru. Pertama, Megawati hendaknya tidak perlu lagi menyinggung-nyinggung pelaksanaan Pilpres, proses rekapitulasi di KPU, juga “drama” persidangan di MK, dengan segala macam perniknya secara detil. Kiranya, cukup bagi Megawati untuk mengedepankan saja jalur konstitusi dan hukum perundang-undangan yang berlaku, dan telah berlangsung.

Kedua, akan lebih elegan apabila Megawati tidak (lagi) menyinggung-nyinggung keberhasilannya dalam menjalani sabar dan puasa kekuasaan selama sepuluh tahun. Apalagi, sampai menyebut-nyebut (diri) dan partainya, sebagai oposisi di luar pemerintahan, dan menyebut periodisasi ini sebagai kegemilangan sikap serta konsistensi PDI Perjuangan.

[caption id="attachment_354457" align="aligncenter" width="500" caption="Megawati Soekarnoputri. (foto: antaranews.com)"]

140863459582122773
140863459582122773
[/caption]

Ketiga, harus tampil dengan pernyataan yang berani, menohok, straight to the point, dan trengginas. Misalnya, bakal tercatat dalam sejarah kepemimpinan tokoh-tokoh nasional, andaikata Megawati berani menyatakan bahwa, figur Jokowi bukanlah capres boneka, seperti yang selama ini terus di-”kampanye-hitamkan” oleh mereka yang anti-Jokowi. Tambah lagi, Megawati mustinya juga mengingatkan soal tanggung jawab Jokowi dalam memimpin kabinet pemerintahan. Tanggung-jawab untuk memikul dan menunaikan amanah kepada rakyat, bukan kepada partai politik. Ingat, menyebutnya harus partai politik, tanpa perlu menyebut PDI Perjuangan.

Keempat, rakyat menunggu pernyataan Megawati yang sportif. Antara lain, menyatakan sikap dengan tegas bahwa, Jokowi bukan lagi seorang petugas partai politik, karena kini Jokowi telah menjadi milik bangsa Indonesia. Secermat mungkin, lagi-lagi Megawati juga tak perlu lagi atau menghindari penyebutan PDI Perjuangan.

Kelima, hendaknya Megawati, secara tidak langsung berani “memasang badan” untuk mendukung program kerja pemerintahan Jokowi-JK. Caranya? Dengan berani menegaskan jaminan bahwa, Jokowi bukanlah antek asing seperti yang selalu dicurigai kubu lawan. Hendaknya pula, sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati berani memberikan garansi kepada rakyat, kalau dirinya siap mengoreksi kepemimpinan Jokowi-JK apabila mengingkari janji-janji yang telah dikampanyekan selama ini. Tentunya, mengoreksi kepemimpinan Jokowi-JK melalui konstitusi yang berlaku.

Keenam, sebagai negarawan, Megawati hendaknya memperkokoh akseptabilitas dan kredibitas seorang Jusuf Kalla, yang notabene adalah wakil presiden terpilih, namun sempat menjadi korban ‘kampanye-hitam’ dengan ditayangkan berulang-ulang kali pernyataan negatifnya terhadap Jokowi. Untuk itulah, hendaknya Megawati menyatakan sikap dan menyerukan kepada semua pihak untuk mendukung kepemimpinan Jokowi-JK. yang memang merupakan duet saling melengkapi, tua-muda, negarawan-merakyat, sederhana, dan pro rakyat, pekerja keras, dan tidak hanya gemar berolah piker, tapi bertindak nyata. Blusukan!

[caption id="attachment_354458" align="aligncenter" width="500" caption="Megawati Soekarnoputri. (foto: jakpro.id)"]

14086346371092045100
14086346371092045100
[/caption]

Ketujuh, simpati akan mengalir kepada Megawati apabila dalam komunikasi politiknya juga mengingatkan dengan penuh rendah hati dan ketulusan untuk menyerukan kebersamaan dalam membangun bangsa. Tapi, musti “berhati-hati” juga pada saat menandaskan pernyataan ini, jangan sampai publik menilai Megawati justru melakukan blunder dengan seolah-olah “membuka tangan” untuk penambahan gerbong koalisi. Misalnya, memberi kesempatan Partai Golkar untuk bergabung dalam koalisi, sekaligus menawarkan hal yang sama kepada Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan lainnya.

Kedelapan, mustinya Megawati tampil dengan lantang. Misalnya, dengan (setengah) meneriakkan bahwa, siapa pun yang ingin bermaksud menggoyang pemerintahan yang sah dan konstitusional, termasuk dengan melakukan cara-cara kotor yang berlabelkan kebencian, fitnah, dan jauh dari nilai-nilai kejujuran, akan berhadapan dengan kekuatan rakyat, dan konsekwensi penegakan hukum.

Kesembilan, akan lebih baik mengganti teriakan pekik “Merdeka!”, maupun “Indonesia Hebat!”. Lebih baik, mengubah pekik tersebut dengan melantunkan doa pendek, bisa dalam Bahasa Indonesia, yang intinya berdoa kepada Allah SWT untuk keselamatan bangsa, kesejahteraan negeri, dan kemajuan tanah air Indonesia.

Kesepuluh, pada saat pidato pasca rekapitulasi final suara Pilpres di KPU, Megawati nampak mengenakan kemeja bercorak kotak-kotak yang merupakan ikon desain Jokowi. Kiranya, pada saat menyampaikan pernyataan terbarunya nanti, Megawati dapat tampil dengan lebih baik, misalnya menampilkan cermin kenegarawanan dengan memilih untuk mengenakan busana batik. Jangan pula mengenakan busana berwarna merah, yang lebih berkonotasi sebagai ikon warna partai.

[caption id="attachment_354459" align="aligncenter" width="500" caption="Megawati Soekarnoputri saat tampil dalam talkshow Mata Najwa, Metro TV. (foto: Gapey Sandy)"]

1408634675117824274
1408634675117824274
[/caption]

Kesebelas, pada saat tampil di hadapan sorot kamera televisi, akan lebih ‘gentleman’ bila Megawati membacakan pernyataannya seorang diri, di podium, yang backdrop-nya bebas dari ikon lambang partai maupun dominasi warna merah. Tak perlu, Megawati tampil pada saat menyampaikan pernyataan terbarunya itu dengan didampingi para elite PDI Perjuangan, termasuk Puan Maharani, Tjahjo Kumolo dan lainnya. Jangan sampai, terlihat juga dalam sorot kamera awak media, ada anggota Tim Transisi Jokowi-JK dengan pentolan Rini Soewandi. Tak perlu juga terlihat dalam frame kamera, para elite partai politik yang tergabung dalam koalisi pendukung Jokowi-JK. Semuanya untuk menghindari bias kepentingan politik.

Sudah saatnya bagi Megawati untuk perlahan-lahan move on dan “menyingkir” dari publikasi media tentang potret kedekatannya dengan Jokowi. Meskipun hal ini sangat tidak mungkin, tapi minimal, pertemuan antar keduanya dilaksanakan secara formal, sehingga tak perlu sampai diekspose media massa secara lebay atau berlebihan bila pertemuannya adalah informal. Bakal runyam rasanya, kalau misalnya kelak, ada juru kamera yang mendapatkan foto maupun video terbaru tentang Presiden RI Ir H Joko Widodo yang nampak tengah mencium tangan Megawati secara penuh penghormatan.

Kenapa sampai ada sebelas point yang disarankan kepada Megawati? Pahitnya saja, begini, tidak semua mereka yang mendukung atau mencoblos Jokowi pada saat Pilpres kemarin, adalah merupakan juga pengagum Megawati, atau PDI Perjuangan. Jargon “Jokowi Yes, Megawati No”, memang hampir tidak terdengar selama kampanye Pilpres kemarin. Tapi, dalam beberapa kali bertatap muka dengan narasumber, pilihan mereka terhadap Jokowi, bukan berarti mereka juga memilih PDI Perjuangan. Setidaknya, hal ini adalah fakta, dan berharap dipahami oleh Megawati secara lapang dada.

Akhirnya, Megawati sendiri tentunya tidak berharap untuk menjadi penambah beban psikologis kepada (kepemimpinan) Jokowi, terutama dengan kehadiran sosoknya sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan. Jokowi sendiri juga jangan salah langkah, dengan mencederai perasaan sebagian rakyat, yang jujur saja, hanya mendukung Jokowi tanpa berharap ada bayang-bayang partai yang telah membesarkan namanya, apalagi kehadiran sosok Megawati secara nyata.

Begitulah “IM3”, yang merupakan kependekan dari Ibu Megawati Mustinya "Move-on”.

Selamat, untuk Jokowi-JK!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun