Penulis berkesempatan mengunjungi Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) yang beralamat di Jalan Raya Puspiptek, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten. Kunjungan pada Rabu, 17 September 2014 kemarin itu, berbarengan dengan pelaksanaan Science Trip yang dilaksanakan oleh SMAN 1 Kota Tangsel. Terpilih, hanya dua kelas, atau sekitar 73 murid kelas X saja yang beruntung melakukan kunjungan ke Puspiptek ini, tentu saja dengan didampingi Kepala Sekolah Drs H Sujana M.Pd., para wali kelas, dan guru bidang studi terutama yang berkaitan dengan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Kimia, Fisika, dan Sains.
Pagi itu, para siswa diterima di Gedung Graha Widya Bhakti, Puspiptek. Suasana semarak sekali. Maklum di lokasi yang sama, rupanya juga tengah diselenggarakan Festival UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) yang rencananya menghadirkan pucuk pimpinan Kota Tangsel yaitu Walikota Airin Rachmi Diany. Adapun kegiatan science trip siswa-siswi SMAN 1 Kota Tangsel digelar di ruang pertemuan yang berbeda.
Sesuai rencana, science trip antara lain diisi dengan perkenalan tentang Puspiptek itu sendiri, lalu dilanjutkan dengan kunjungan ke Laboratorium PTIPK – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Pengolahan Air Bersih (PAB), Pengolahan Sampah, dan Penggemukan Sapi.
Paparan mengenai Puspiptek, berikut “isi dapur”, kinerja, dan prestasinya, disampaikan oleh Humas Puspiptek Ganang Sukoco. Menurutnya, Puspiptek adalah sebuah cluster ilmu pengetahuan dan teknologi terlengkap serta terbesar di Indonesia. Kawasan seluas 460 hektar ini dirancang untuk menjadi kawasan yang mensinergikan Sumber Daya Manusia (SDM) terdidik dan terlatih dengan dukungan peralatan penelitian dan pelayanan teknis yang paling lengkap, serta teknologi dan keahlian yang telah terakumulasikan selama lebih dari seperempat abad.
Puspiptek didirikan pada 1976 atas gagasan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) yang pertama yaitu Prof Dr Sumitro Djojohadikusumo. Adapun pelaksanaannya direalisasikan oleh Menristek dan Ketua BPPT Prof Dr Ing B.J Habibie, melalui Keputusan Presiden RI Nomor 43 tahun 1976.
Sejak berdiri hingga kini, Puspiptek telah memiliki 47 Pusat Balai Litbang dan Pengujian dibawah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), mulai dari BPPT dibawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi (Ristek), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), serta dua laboratorum dibawah koordinasi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
Sementara itu, dalam film singkat---selama 13 menit---yang memperkenalkan Puspiptek disebutkan bahwa, laboratorium Puspiptek dilengkapi dengan fasilitas modern dengan jumlah investasi sebesar lebih dari US$ 500 juta, dan didukung lebih dari 5.000 SDM yang terdiri dari tenaga terlatih lulusan dalam maupun luar negeri.
Dipaparkan pula, tujuh program fokus Kementerian Ristek yaitu Pembangunan Ketahanan Pangan; Penciptaan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan; Pengembangan Teknologi Transportasi; Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi; Pengembangan Teknologi Kesehatan dan Obat; Pengembangan Teknologi Pertahanan; dan, Pengembangan Material Maju.
Pusat Informasi Iptek tidak hanya menyediakan informasi, tetapi juga berperan dalam advokasi teknologi, pelayanan teknologi, difusi, diseminasi, serta komersialisasi teknologi. Sebut saja misalnya, Pelayanan Teknologi Aerodinamika Bidang Keindustrian, seperti Rancangan Jembatan Penajam di Balikpapan dan Jembatan Teluk Belinyu; Rancangan Jembatan Inari dan Jembatan Holtekam di Papua; Rancangan Jembatan Kutai Kartanegara Baru Kalimantan Timur, dan Jembatan Teluk Kendari di Sulawesi Tenggara.
Pengolahan Air Bersih dari Sungai Cisadane
Selain menyimak paparan mengenai profil Puspiptek, para siswa peserta science trip memperoleh kesempatan untuk melihat secara langsung proses Pengolahan Air Bersih (PAB), atau lebih kerennya disebut Water Treatment Facility. Lokasi PAB, agak jauh dari akses pintu masuk Puspiptek, harus lebih dahulu melintasi jalan yang kanan-kirinya masih berupa “hutan”. Disebut hutan, karena memang, 60 persen dari total kawasan Puspiptek adalah masih lahan terbuka yang ditumbuhi beraneka macam tumbuh-tumbuhan langka. Semuanya dilestarikan, tidak boleh sembarangan ditebang.
“Ibaratnya, memetik dahan pohon yang ada di lingkungan Puspiptek ini pun, memiliki tata tertib khusus. Tidak sembarang orang boleh memetik atau memotong pohon, kecuali oleh pihak yang memang memiliki kewenangan mengurus pepohonan dan tanam-tanaman di kawasan ini,” ujar Ganang Sukoco kepada penulis.
Lokasi PAB cukup luas. Kompleksnya dikelilingi pagar besi, sehingga tidak sembarang orang dapat memiliki akses masuk dan keluar secara leluasa. Sebelum memasuki pintu gerbang PAB pun, ada Pos Keamanan yang selalu stand by 24 jam.
Air dari Sungai Cisadane disedot 90 – 100 liter per detik, kemudian dialirkan ke dalam bak pengendapan. Kotoran kasar, termasuk lumpurnya akan mengendap ke dasar bak pengendapan, sedangkan airnya akan terus mengalir ke bak pengaduk air. Saat airnya mengalir inilah, diberi atau dibubuhkan tawas, yang kadar atau porsinya disesuaikan dengan hasil yang pantauan para peneliti di ruang kendali.
Di bak pengaduk air, terdapat 12 mesin pengaduk yang bekerjanya berbeda-beda, mulai dari yang putaran adukannya kencang, sedang, hingga perlahan. Putaran adukan yang kencang atau kecepatan tinggi, akan membuat kotoran yang terkandung di air dapat cepat mengendap. Sedangkan putaran adukan air yang semakin perlahan, membuat kotoran-kotoran yang halus pun akan segera mengendap, dan tidak muncul kembali, atau tidak naik lagi ke permukaan air.
Selesai dari bak pengaduk, air dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan kotoran-kotoran halus ke dasar bak. Di bak sedimentasi kotoran halus ini saja sudah terlihat, warna air yang bersumber dari Sungai Cisadane yang semula coklat keruh, sudah berubah menjadi bening.
Dari bak sedimentasi yang mengendapkan bulir-bulir kotoran halus, air yang sebenarnya sudah bening ini dialirkan lagi ke menuju proses treatment berikutnya. Yaitu, bak filterisasi. Ada enam bak filter yang ada di PAB Puspiptek ini. Dari sini, air di”steril”kan dengan pemberian Kaporit dan Soda Ash di bak penampungan. Takaran kedua zat kimia ini, sudah barang tentu disesuaikan lagi dengan hasil pantauan yang dilakukan oleh para peneliti di PAB ini. Lokasi bak penampungan sekaligus tempat pemberian kaporit dan soda ash cukup “tersembunyi”. Untuk menuju ke bak penampungan ini, harus menuruni anak tangga, dan di “basement” itulah bak penampungan berada. Jernihnya air berikut “wangi” akibat watertreatment melalui pemberian kaporit dan soda ash cukup tercium segar “menyergap” hidung. Mencium aromanya, sekilas terbayang wangi yang biasa tercium di kolam renang.
Dari bak penampungan dalam tanah ini, air kemudian “ditembakkan” menuju ke bak penampungan yang bentuknya berupa tower atau menara yang menjulang tinggi, dan berada di tengah-tengah kawasan Puspiptek. Bentuk tower ini mirip dengan senter batere raksasa yang bulat di ujungnya. Menara bak penampungan air ini memiliki sistem sensor otomatis, artinya, kalau air di menara bak penampungan sudah penuh, maka secara otomatis, suplai “tembakan” air dari pompa di PAB berhenti bekerja. Begitu pun apabila debit air di menara bak penampungan berkurang isinya, maka secara otomatis pula, pompa “penembak” suplai air dari PAB akan bekerja maksimal untuk segera mengisinya.
Nah, dari atas bak menara penampungan air inilah, berdasarkan gaya gravitasi bumi, maka air didistribusikan ke seluruh kawasan yang ada di Puspiptek, mulai dari perkantoran, laboratorium, hingga ke kawasan Perumahan Puspiptek. Asal tahu saja, ada sekitar 700 rumah yang ada di kawasan Perumahan Puspiptek. Andai saja di setiap rumah terdapat empat anggota keluarga, maka total terdapat 2.800 jiwa di perumahan tersebut yang kebutuhan airnya disuplai dari hasil PAB Puspiptek. Jumlah ini, belum termasuk SDM yang berkantor di kawasan Puspiptek, yang jumlahnya mencapai sekitar 8.000 karyawan.
Begitulah, pemenuhan kebutuhan air bersih di kawasan Puspiptek ini, sudah berhasil disediakan secara mandiri, dengan mengolah air sungai Cisadane menjadi air bersih, yang belum layak minum, atau masih harus dimasak terlebih dahulu.
“Mengapa tidak didistribusikan juga ke sekitar perumahan atau kawasan lain di luar Puspiptek? Karena memang peruntukan PAB ini memang untuk seperti itu, memenuhi kebutuhan air bersih internal Puspiptek saja. Apalagi, rumah-rumah yang berada di kawasan Perumahan Puspiptek pun memang dilarang untuk mengebor tanah, membuat sumur bor, demi untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya,” ujar Ganang Sukoco yang memberikan kepada penulis cinderamata berupa buku berjudul 106 Inovasi Indonesia, edisi I, 2014, yang diterbitkan oleh Business Innovation Center (BIC), dan didukung sepenuhnya oleh Kementerian Riset dan Teknologi RI.
Berbagai Inovasi Puspiptek 2014
Dalam buku setebal 244 halaman itu, termuat 106 karya inovasi paling prospektif Indonesia untuk tahun 2014. Ditambah dengan 615 karya inovasi yang terpiih sejak tahun 2008, menjadi 721 bukti nyata kemampuan inovasi anak bangsa.
Karya inovasi dalam buku 100+ inovasi Indonesia dikategorikan ke delapan kelompok karya inovasi, sesuai dengan delapan fokus bidang pembangunan iptek dalam Agenda Riset Nasional (ARN): ketahanan pangan, energi, teknologi informasi dan komunikasi, teknologi dan manajemen transportasi, teknologi pertahanan dan keamanan, teknologi kesehatan dan obat, serta material maju; ditambah dengan kategori sosial kemanusiaan (dan kategori lain-lain di luar ke delapan fokus tersebut).
Sejumlah inovasi berhasil disumbangkan oleh institusi Puspiptek. Sebut saja misalnya, inovasi yang dilakukan oleh PTISDA BPPT yaitu Pencegahan Dini Bencana Kabut Asap, melalui Sistem Informasi Dispersi Asap untuk Wilayah Hutan dan Gambut secara Cepat dan Cerdas. Dalam paparan singkatnya disebutkan, beberapa daerah di Sumatera dan Kalimantan termasuk daerah rawan bencana kabut asap. Bencana ini biasanya disebabkan oleh kebakaran lahan gambit saat musim kemarau. Pencegahan kabut asap dapat dilakukan dengan melakukan monitoring secara real time terhadap konsentrasi gas karbon, temperatur, dan kelembaban udara di suatu daerah. Informasi tersebut selanjutnya diolah dalam suatu sistem informasi berbasis web, sehingga hasilnya dapat dilihat secara cepat dan akurat. Dengan demikian, pemerintah dapat segera mengambil tindakan untuk meminimalisir potensi terjadinya bencana kabut asap. (hal. 102)
Inovasi lain yang juga lahir dari Kompleks Puspiptek, Serpong, adalah Pigmen Hasil ‘Daur Ulang’ Limbah Baja. Institusi yang mengembangkannya adalah Nano Center Indonesia, Universitas Teknologi Sumbawa, dan LIPI. Dalam penjelasan singkatnya, di halaman 190 disebutkan, mill scale merupakan salah satu limbah industri baja yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pigmen besi oksida. Hingga saat ini, kebutuhan pigmen di Indonesia masih bergantung pada pigmen impor. Padahal setiap tahunnya Indonesia mengekspor limbah baja berupa mill scale yang memiliki kandungan Fe. Teknologi inovasi ini menawarkan mill scale sebagai sumber Fe dalam pembuatan pigmen berbasis besi oksida untuk menggantikan kebutuhan pigmen impor, dan teknologi ini dapat dipersiapkan hingga skala industri. Status inovasi ini masih dalam proses pendaftaran paten. Sedangkan kesiapan inovasinya disebutkan telah masuk industri, dan kerjasama bisnis menjadi terbuka, atau sangat dimungkinkan.
Begitulah, profil Puspiptek dengan sekilas “isi dapur” dan kinerjanya yang kinclong karena melahirkan banyak inovasi Indonesia yang membanggakan. Inilah bentuk aksi nyata untuk Indonesia, yang dikerjakan oleh anak bangsa sendiri, demi kepentingan masyarakat luas. Demi kejayaan Indonesia terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Salam inovasi penuh aksi untuk Indonesia!
o o o O o o o
Baca juga:
Sandiaga Uno dan Air Bersih dari Lumpur Tinja
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H