KOPDAR (Klik, Dar, Jo)
Hatiku berdegub kencang berada pada satu titik dimana semua mengumpul menjadi sebuah kenyataan. Hal abstrak yang hari ini akan segera menjadi nyata. Aku mengenalnya hampir lima tahun terakhir, berawal ketika lelaki itu menghubungi nomor ponselku 085217655xxx. Setelah hari itu sang lelaki yang akan ku temui hari ini menjadi bagian dari kehidupanku. Awalnya lelaki bernama Sofyan itu mengaku single, lelaki bujang yang masih kuliah di salah satu perguruan tinggi. Aku mempercayainya, dia segera ku jadikan teman curhatku yang hampir mengisi keseluruhan hariku.
“Din” Terdengar sebuah sapaan memanggil namaku dari balik punggungku, dadaku bergetar hebat. Tapi rupanya aku berhasil menyembunyikan semua kegugupanku itu dengan sebuah permen karet yang sudah beberapa menit ini bersarang di mulutku.
“Hay” Aku segera membalikan badanku menghadapkan pandanganku ke arah lelaki berperawakan sedang yang menggunakan tas kecil menyelempang di pundaknya.
Lelaki itu nampak tersenyum, senyum yang juga tak kalah menampakan kekakuannya. Namanya Sofyan Hernandar. Laki-laki yang sudah kukenal hampir lima tahun silam. Laki-laki beristri yang kini telah kuanggap abangku sendiri. Entah mengapa hari ini seakan mempunyai kekuatan magis tersendiri yang meyakinkan hati kami berdua untuk bertemu secara nyata, KOPDAR.
Banyak hal yang telah terjadi selama persahabatan mayaku dengan Sofyan. Dimulai dari kebohongannya mengaku single, sampai keterbukaan kami berdua saat ini. Apa yang mulus di dunia ini, semuanya nampak tak ada yang sempurna tak terkecuali persahabatan mayaku dengan Sofyan. Beberapa kali aku menyuruhnya tak menghubungiku lagi. Hatiku berperang sendiri. Dia laki-laki beristri yang tak seharusnya lebih terbuka dan dekat denganku, meski itu hanya maya. Sofyan memiliki istri yang tak akan aku sakiti termasuk dengan sms-smsku yang masuk ke ponsel suaminya.
Pernah hampir tiga bulan aku tak berhubungan dengan Sofyan. Aku tak lagi berkirim sms setiap hari ataupun mengangkat telfonnya hanya untuk mendengarkan ceritanya, ceritanya yang seakan dilarikannya dari istrinya. Setelah tiga bulan itu Sofyan kembali menghubungiku dan aku kembali menerimanya dalam kehidupanku, melupakan perintahku padanya untuk tak menghubungiku lagi. Kami kembali bercerita, dunia maya mempertemukan kami kembali. Dunia elektronik dengan dua belas digit angka-angka yang membuat duniaku menyatu dengannya.
Sofyan sadar benar statusnya, begitupunaku. Kami adalah sepasang sahabat yang benar-benar sadar dan mengerti jenis persahabatan seperti apa yang kami jalani. Persahabatan aku dan Sofyan adalah persahabatan maya yang tak tau dimana ujungnya. Apakah diberi kesempatan untuk mewujud menjadi sahabat nyata ataukah Tuhan memang tak memperbolehkan kami menjadisepasang tautan yang nyata. Waktu terus berjalan, lima tahun yang lalu awal aku mengenalnya aku menganggapnya laki-laki single yang tak memiliki batas apapun untuk berhubungan denganku. Melalui dua belas digit itulah ia mengenalku. Setelah hampir satu tahun aku mengenalnya, ia mengakui statusnya, lelaki beristri. Sofyanpun memberikanku dua belas digit baru yang dia akui sebagai nomor tetapnya. Nomor lamanya segera menghilang, dua belas digit yang mengenalkan kali segera lenyap termakan waktu. Kini ada dua belas digit baru yang setingkat menyatakan persahabatan kami.
Dua belas digit baru yang diberikan Sofyan hampir empat tahun yang lalu membuat persahabatan kami kian nyata meski tetap berstatus sahabat maya. Dua belas digit itu aku anggap sebagai kepercayaannya terhadapku. Diapun mengatakan hal yang sama, bahwa dia telah mempercayaiku. Aku seperti menemukan sosok kakak baru meski dalam dunia maya. Walaupun setelah itupun hatiku masih terus berselisih, apakah aku pantas terus berhubungan dengan Sofyan meski aku hanya menganggapnya abangku. Apakah istri Sofyan tidak sakit hati dengan kehadiranku yang maya dalam rumah tangganya. Terkadang semua itu cukup menjadikanku malas menanggapi apa yang Sofyan ceritakan padaku. Tapi toh empat tahun lebih telah berlalu dan aku masih tetap sama, menganggapnya sebagai abang dan temanku, tak lebih.
Kalau hati kami ditanya apakah kami ingin bertemu dan menjadikan persahabatan kami menjadi nyata, hati kami menjawab iya. Tapi kami mempunyai alasan sendiri-sendiri yang kami simpan di dalam hati. Dan hari ini adalah hari dimana janjiku terpenuhi. Aku berjanji pada Sofyan bahwa kami akan KOPDAR disaat aku telah sukses. Dan hari ini aku anggap cukup memenuhi janjiku padanya. Hari yang membuatku berdebar, mungkin juga dia.
“Gimana bang apa yang musti aku siapin?”
Aku memulai perbincangan dengannya. Ternyata kekakuan itu hanya menyergap sekelumit dari waktu bertemu kami. Karna setelah itu semua yang maya nyatanya menjadi nyata. Tak berbeda jauh seperti dalam dunia maya, aku merasakan keakraban yang sama, dan abang yang sama. Kali ini saudaraku bertambah karna Sofyan kusuruh membawa istrinya. Ya… hari itu aku memiliki abang sekaligus kakak ipar.
“Baju mau nyiapin sendiri?” Ia menjawab pertanyaanku dengan topik yangsudah ia ketahui. Tentu saja kami telah membicarakannya lewat du belas digit yang mempertemukan kami.
“Sediri aja lah bang, lagian konsepnya sederhana aja kok.”
“Kamu ini aneh Din?”
“Aneh apanya?”
Kali ini aku tak begitu mengerti dengan pernyataannya.
“Kita belom ngenalin orang-orang disebelah kita.”
Sebuah perkenalan singkatpun berlangsung. Aku mengenalkan Angga, suamiku, dan abangku akhirnya mengenalkan kakak iparku. Namanya Ita, wanita yang selama hampir lima tahun ini selalu berusaha aku jaga perasaannya. Wanita yang tak pernah ingin kusakiti hatinya, hati istri abangku. Ia tersenyum padaku, seperti Angga yang nampak tersenyum pada abangku. Mungkin dalam hal inpun aku dan abangku sehati. Aku telah menceritakan semuanya pada suamiku, termasuk janjiku untuk bertemu abang mayaku setelah aku sukses. Dan menunggu apa lagi untuk mewujudkan janjiku, aku sukses menemukan Angga, suami terbaikku. Anggapun setuju menggunakan jasa abangku untuk mengabadikan momen-momen pasca wedding kami.
“Udah sukses kamu ya din….”
Celetuk Sofyan, yang hanya aku tanggapi dengan senyuman.
“Kami sukses bang, saling menemukan, juga lewat dunia maya.”
Tiba-tiba Angga membocorkan rahasia kami berdua. Aku segera meliriknya dan menginjak kakinya.
“Hahahahahahahaha…” Terdengar gelegar tawa bang Sofyan yang nampak puas mengetahui bagaimana aku dipertemukan dengan jodohku.
“Dunia memang serba elektronik, semuanya jadi kayak perjodohan.”
Bang Sofyan meneruskan percakapan setelah menghisap malboro dari mulutnya. Ia membuang puntung yang tinggal tak seberapa itu dan tersenyum melihatku dan Angga.
“Tinggal klik dan kopdar semuanya menjadi nyata.” Teh Ita yang sedari tadi diam nampaknya tak kuasa menahan argumennya.
“Klik, dar, jo, hahahahahaha.” Bang Sofyan kembali mengatakan hal yang kami semua tak mengerti maksudnya, dan ia sendiri yang menertawakannya. Sepertinya enggan membagikannya.
“Dasar pelit bang, ketawa aja nggak bagi-bagi. Ngomong susah dimengerti.” Akhirnya watak aslikupun muncul. Watak asli yang membuatku sering ngeyel dan bertengkar dengan abangku.
“Ngeklik, Kopdar, langsung Mbojo, yo kowe iki Din, hahahahahaha…”
Logat jawanya yang kental membuat kami semua tertawa bersamaan. Mungkin Teh Ita mulai tertular bahasa Jawa bang Sofyan hingga ia tahu apa yang kami bicarakan.
Pertemuan kami sore itu berlanjut pada pemotratanku yang dinilai bang Sofyan kaku tanpa tandingan, dan persahabatanpun terus berlanjut meski tak sesering dahulu. Dering hapeku telah terpenuhi oleh Angga, yang kata bang Sofyan klik, dar, jo. Kata-kata yang sering membuatku dan Angga tertawa ketika bertemu dengan bang Sofyan dan keluarganya. Kami menjadi keluarga baru, keluarga yang tertemukan oleh sesuatu yang maya…
Terimakasih Tuhan, Kesehatan, Kesempatan, dan setiap orang yang menghargai pertemuan meski hanya dalam dunia maya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H