Mohon tunggu...
dini agista
dini agista Mohon Tunggu... -

Hanya saya...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jilbab Hari Ini Saja

20 Juli 2010   12:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:44 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Riuh masih menggema dari ruangan TV tak seberapa luas itu. Ruangan TV yang disediakan untuk anak-anak kos yang memang tak jarang kekurangan hiburan selain dari kotak-kotak kecil bermandikan cahaya. Beberapa orang nampak sibuk sendiri dengan kotak lipat yang mereka pangku di teras kost, menikmati fasilitas gratisan internet dari kampus, sebagian besar duduk bersila di hadapan kotak elektronik melihat tayangan infotainment invvestigasi dan sibuk mengomentarinya, khas kos mahasiswi perempuan.

Nisa memilih bergabung dengan teman-temannya di hadapan kotak tersebut, duduk bersila. Tapi komunikasi seperti terputus, tak ada seorangpun yang mengajaknya berkomentar. Tak ada pula yang nampak berminat menanyakan kegiatannya sehari-hari. Ia lah gadis yang sendiri dalam sebuah keriuhan ruangan itu. Matanya kososng ikut menatap tayangan dalam kotak tersebut, sedikit menirukan gaya teman-temannya mengamati tayangan yang sebenarnya tidak ia amati. Hatinya sedih, ia tahu benar apa yang membuat teman-temannya mendiamkannya. Ia tahu benar apa yang menurut teman-temannya merupakan kesalahan dan dosa besar yang membuat Nisa pantas untuk didiamkan.

Nisa gadis berkerudung itu akhir-akhir ini nampak sering keluar tanpa menggunakan jilbabnya. Tak tau apa yang melatarbelakanginya, atau memang hal seperti itu tidak perlu latar belakang seperti sebuah makalah? Manusia itu umum, manusia itu wajar, manusia itu secara general, manusia itu suka memanusiawikan semua tindakannya. Entah untuk pembelaan ataupun untuk menganggap dirinya normal, sama seperti yang lain. Nampaknya itu yang terjadi pada semua teman-temannya. Teman-temannya memang normal, teman-temannya memang wajar, mencela, mendiamkan, dan menjauhi Nisa yang kini menjadi jalang! Tak berjilbab.

Gadis berjilbab yang melepaskan jilbabnya sesekali waktu tanpa ada alasan maupun mengada-ada alasan adalah gadis jalang, lebih jalang daripada gadis yang tidak pernah berjilbab sekalipun. Itu yang wajar di masyarakat kita, itu yang umum, itu yang manusiawi, dan itu pula yang dialami Nisa. Gadis itu kini sering nampak tak ceria ditengah gegap teman-teman sebayanya. Ia diputus, kini tak lagi menjadi bagian dari yang umum. Nisa menjadi gadis tercela.

Ia membuka lipatan kakinya, berjalan menaiki tangga, melangkah menuju kamarnya, menuju sebuah kesendirian. Ia menangis teringat wajah keluarganya yang selalu menghargai tiap pilihan hidupnya. Hatinya teriris dengan semua kewajaran yang ada di masyarakatnya, ia menangis tak kuasa menolak bahwa terkadang realita berbenturan dengan logika. Nisa hanyalah gadis muslim yang ingin sedikit demi sedikit menata, berlatih menggunakan hijab. Ia buka ustadzah, bukan istri nabi, ia manusia. Gadis yang baru berusaha meniatkan untuk menyempurnakan agama. Tapi masyarakatnya, temannya bahkan mungkin tidak mau mengetahuinya, yang mereka ketahui Nisa adalah gadis jalang yang melepas jilbabnya semaunya. Masyarakat, teman-temannya adalah orang-orang yang memilih untuk tak berjilbab. Entah belum siap, tidak mau mencoba, atau takut dinilai tak sama dan dibilang Jalang seperti Nisa…

(Sebuah renungan, dulu saya adalah teman-teman Nisa, dulu saya adalah masyarakat, yang menjalangkan manusia yang mungkin jauh lebih baik daripada saya. Dan kini saya menjadi manusia yang memilih diam atas apa yang saya kurang tahu sifat kebenarannya). Hanya Tuhan yang tahu…

-Dini Agista-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun