BAPAK Harry Tanoesudibyo yang kami kasihi. Syalom.
Berhubung secara pribadi saya tidak mengenal Bapak, maka izinkanlah saya menulis surat terbuka kepada Bapak melalui Kompasiana, sehingga siapa pun bisa mengetahui, karena menurut saya apa yang tertuang di dalam surat ini tidak ada yang perlu dirahasiakan, dan karenanya juga perlu diketahui oleh masyarakat, termasuk orang-orang di sekitar Bapak.
Surat terbuka ini saya tulis juga dilatarbelakangi pemahaman saya bahwa setelah terjun ke dunia politik, Bapak sudah memiliki “roh” demokrasi, sehingga siap menerima berbagai masukan dari siapa pun dengan lapang dada. Apalagi saya juga tahu bahwa Bapak adalah seorang Kristiani yang setiap saat dan waktu diajarkan oleh Kristus bagaimana menyebarkan KASIH dan DAMAI.
Sebagaimana Bapak dan masyarakat ketahui, pemilihan presiden telah berlangsung pada hari Rabu 9 Juli 2014, dan mayoritas rakyat negeri ini memilih pasangan Bapak Jokowi dan Jusuf Kalla masing-masing sebagai presiden dan wakil presiden. Setidaknya ini yang kami ketahui berdasarkan hasil hitung cepat (quick count) yang dilakukan tujuh lembaga survei, termasuk RRI, lembaga milik pemerintah.
Benar, hasil hitung cepat tidak bisa dijadikan indikator dan klaim atas sebuah kemenangan dalam proses pemilihan presiden di negara mana pun. Kita tetap harus menunggu keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tanggal 22 Juli nanti.
Rakyat tentu berharap KEJUJURAN tetap dijunjung tinggi oleh para penyelenggara pilpres sampai dengan 22 Juli nanti dan tidak mencoba-coba merekayasa hasil pilpres semata-mata untuk memenangkan salah satu pasangan capres yang Bapak dukung, lalu menafikan hasil hitung cepat tujuh lembaga survei lain.
Tapi tahukah Bapak (semoga Bapak tidak membutakan mata, telinga dan hati) bahwa masyarakat kini “terpecah” (semoga dugaan saya salah), karena capres yang Bapak dukung tidak rela menerima fakta yang terjadi dan kemudian “membakar” para pendukungnya (termasuk Bapak) untuk melakukan perlawanan dan tidak mempercayai hasil survei dan hitung cepat.
Seperti Bapak ketahui, beliau berorasi dan disiarkan televisi milik teman Bapak bahwa beliau mengklaim kemenangan berdasarkan hasil hitung cepat dari lembaga survei yang salah di antaranya adalah IRC (Indonesia Research Center) yang Bapak danai.
Agak membingungkan memang, di satu sisi beliau mengatakan “jangan percaya dengan quick count dan tunggu pengumuman KPU”, tapi di sisi lain beliau mengklaim “menang” dengan mengacu kepada tiga lembaga survei yang mungkin disewa oleh Bapak atau mungkin kawan-kawan Bapak.
Bapak Harry Tanoe yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus.
Coba renungkan dengan hati yang paling dalam, andai saja tiga lembaga survei – satu di antaranya IRC milik Bapak – menjunjung tinggi profesionalisme dan menyajikan fakta hitung cepat apa adanya tanpa rekayasa, akankah terjadi seperti ini (masyarakat terbelah menjadi dua), hanya gara-gara capres yang Bapak dukung ingin mewujudkan ambisinya menjadi presiden?
Saya tetap berprasangka baik bahwa beliau tidak mempunyai permintaan khusus atau memaksa agar lembaga survei yang Bapak biayai dan dua lainnya memenangkannya sebagai presiden dan akhirnya menghalalkan segala cara.
Jika memang dugaan dan prasangka baik saya benar, maka saya justru menaruh iba kepada beliau, sebab beliau telah Bapak manfaatkan sebagai “boneka” untuk mewujudkan keinginan dan motif terselubung mengapa Bapak mati-matian mendukungnya sebagai capres dan memaksakan diri harus keluar sebagai pemenang?
Benar, Pak, saya kasihan melihat Bapak Prabowo yang sepertinya begitu terkesima dengan hasil hitung cepat lembaga survei kepunyaan Bapak. Jika kemudian beliau bertahan dan mempertahankan “kemenangan” dengan hasil hitung cepat itu dan kini menganggap Bapak Jokowi sebagai lawan, maka menurut saya yang berdosa (maaf) adalah Bapak yang telah menghalalkan segala cara itu.
Dari berbagai informasi, saya akhirnya menjadi tahu bahwa Bapak adalah seorang Kristen yang taat dan baik. Bapak juga kerap berderma untuk pembangunan sejumlah tempat ibadah (gereja).
Karena Bapak setia kepada Kristus, maka Bapak meraih kesuksesan yang luar biasa, antara lain merajai dunia media massa di MNC Group. Dalam soal ini saya beriman seperti Bapak bahwa orang Kristen – apalagi penganut aliran Kharismatik seperti Bapak – harus menjadi kepala, bukan ekor.
Saya sangat paham, dengan iman seperti itulah, maka Bapak terjun ke dunia politik dan kemudian bergabung ke Partai NasDem. Tapi sebagai sesama Kristen, saya menyesalkan dengan sikap keterburu-buruan Bapak yang ingin menjadi ketua umum dan mengabaikan peran Surya Paloh yang membidani lahirnya partai tersebut.
Dengan mudah, masyarakat membaca bahwa Bapak kecewa dengan Surya Paloh, lalu dengan begitu cepatnya Bapak berlabuh ke Partai Hanura dan mencalonkan diri sebagai wapres mendampingi Bapak Wiranto.
Saya sangat paham bahwa itu semua Bapak lakukan mungkin setelah Bapak -- mungkin juga para hamba Tuhan -- mendengar suara Tuhan bahwa “inilah saatnya anak Tuhan tampil memimpin Indonesia agar Injil terwartakan ke seluruh bumi, termasuk Indonesia. Saatnya orang Kristen menjadi raja. Saatnya orang Kristen menjadi kepala, bukan ekor.”
Ah, Bapak, Tuhan rupanya belum berkenan, lalu Bapak dan para hamba Tuhan menyimpulkan bahwa “itu sebagai ujian.” Partai Hanura kalah dalam pemilu legislatif padahal partai Bapak-lah yang paling gencar berpromosi/beriklan.
Demi menjadi “kepala” agar menjadi “raja”, Bapak kemudian loncat dari Partai Hanura ke Koalisi Merah Putih (Prabowo-Hatta). Saya percaya Bapak lakukan ini, karena di dalam Alkitab ada tertulis bahwa anak-anak Tuhan harus bisa cerdik seperti ular dan lembut seperti merpati.
Bapak, saya juga beriman seperti itu. Tapi, maaf Pak HT, menurut saya “kecerdikan” yang Bapak pakai dalam upaya Bapak masuk dalam sistem kekuasaan, menurut saya sudah melewati hukum KASIH yang diajarkan Yesus Kristus.
Dalam kasus dukungan Bapak kepada Pak Prabowo, termasuk kebijakan Bapak melalui pemberitaan di media yang Bapak pimpin, baik cetak maupun elektronik – juga manipulasi suara lewat lembaga survei IRC -- bukan lagi “cerdik” seperti yang difirmankan dalam Alkitab, tapi sudah masuk dalam katagori perbuatan yang tidak diperkenankan Allah.
Saya, mungkin juga umat Kristiani lain di Indonesia, pasti mengasihi Bapak Prabowo dan melupakan masa lalunya. Banyak di antara mereka yang pada Rabu 9 Juli kemarin memilihnya tanpa melihat lagi jejak rekam sebelumnya, karena beriman, Bapak Prabowo juga anak Tuhan yang harus dikasihi dan dicintai.
Oleh sebab itu saya bisa memaklumi jika Bapak beriman bahwa partai-partai pendukung Pak Prabowo yang notabene para anggotanya bukan Kristen, memang harus kita rangkul, harus kita kasihi, bukan kita musuhi.
Tapi jika tujuan mulia Bapak ini lantas Bapak wujudkan dengan cara-cara yang licik dan curang, jangan salahkan saya jika saya meragukan kekristenan Bapak. Setahu saya Yesus tidak pernah mengajarkan pekerjaan-pekerjaan yang Bapak lakukan sekarang dengan memanfaatkan kekuatan sekaligus kelemahan Bapak Prabowo Subianto.
Saya berdoa agar bangsa ini tetap bersatu padu tanpa membeda-bedakan latar belakang suku, agama, ras dan sebagainya. Saya percaya setiap hari Bapak punya doa yang sama dengan doa saya dan juga doa yang diserukan rakyat Indonesia, tidak Kristen, tidak juga Islam dan lainnya.
Kita merindukan negeri ini punya pemimpin baru yang bersama rakyat membuka lembaran baru untuk masa depan yang lebih baik dan sejahtera.
Saya pikir, kita, termasuk Bapak pasti merindukan itu, bukan? Tanpa harus memberikan dukungan yang membabi buta, Bapak sebenarnya sudah menjadi raja. Dengarlah suara Tuhan, takutlah akan Dia.
Bapak HT yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus. Waktu berjalan demikian cepat, tapi juga terasa lambat menunggu hasil penghitungan resmi KPU pada 22 Juli nanti. Kewajiban kita untuk mengawal suara rakyat dan berdoa agar para penyelenggara pilpres di KPU Daerah atau Pusat jujur dan takut akan Tuhan.
Pak HT yang saya hormati dan kasihi. Kedamaian di negeri ini bisa terwujud melalui keputusan dan panggilan Bapak sebagai anak Tuhan yang dijamin telah mendapat keselamatan dan hidup kekal di sorga.
Berkat Tuhan telah tercurah kepada Bapak dan keluarga Bapak (istri, anak-anak Bapak dan ribuan karyawan Bapak). Bersyukurlah atas ini semua. Agar Bapak bisa menjadi saksi Kristus yang tetap hidup di tengah dunia yang gelap ini, menurut saya langkah bijak yang pasti diperkenankan Tuhan yang perlu Bapak ambil adalah:
1.Tampillah di televisi kepunyaan Bapak. Umumkan bahwa quick count IRC dan dua lainnya adalah rekayasa yang dipaksakan untuk memenangkan salah satu capres.
2.Umumkan bahwa Bapak menghormati hasil hitung cepat yang dilakukan tujuh lembaga survei lain yang terbukti menghasilkan fakta bahwa pasangan Jokowi-JK unggul.
3.Ungkaplah permintaan maaf kepada Bapak Prabowo, juga kepada masyarakat, termasuk kepada pasangan Bapak Jokowi-Jusuf Kalla.
4.Umumkan bahwa Bapak akan bersikap netral, tidak akan mendukung kubu Bapak Prabowo atau kubu Bapak Jokowi-Jusuf Kalla.
Saya percaya jika Bapak lakukan itu, Yesus akan tersenyum melihat keberanian Bapak. Belum ada kata terlambat. Jika Bapak lakukan ini, maka sesungguhnya Bapak telah menjadi garam dunia untuk bangsa Indonesia.
Peran Bapak sebagai anak Tuhan sangat besar. Dengarlah bisikan Tuhan, jangan dengar bisikan iblis yang kerap menyamar sebagai malaikat Tuhan. Saatnya Bapak dalam pilpres ini sebagai raja dan kepala tanpa harus mengedepankan ambisi sebagai penguasa dunia yang pasti sia-sia.
Salam dan doa kami untuk Bapak Harry Tanoesudibyo
Jakarta, 10 Juli 2014
Gan Pradana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H