LEWAT tayangan video yang diunggah di Facebook, Donald Trump, calon presiden AS dari Partai Republik, tampak tersenyum. Dia memegang sebuah Alkitab yang diperoleh dari ibunya. "Saya ingin berterima kasih kepada evangelis. Saya tidak akan pernah mengecewakan kalian," katanya.
Demikian antara kalimat yang saya baca dari koran Kompas belum lama ini. Itu adalah bagian dari berita saat Trump berkampanye dalam rangka menjadi presiden AS menggantikan Barack Obama yang telah menjabat orang nomor satu di AS selama dua periode.
Membaca kalimat itu, saya tertawa ngakak (di dalam hati), sebab begitu lihainya Donald Trump “menjual” agama guna memenangkan pemilihan presiden di sebuah negeri yang menjujung tinggi pluralisme.
Saya juga masih tertawa, sebab begitu mudahnya Trump yang rasialis itu menenteng Alkitab untuk menarik simpati penganut Kristen garis keras di AS. Motif Trump apalagi kalau bukan untuk kekuasaan.
Saya kok curiga Trump tidak paham dengan firman Tuhan di buku (Alkitab) yang dipegangnya. Saya juga tidak terlalu yakin apakah Trump paham bahwa di dalam Alkitab ada tertulis kata-kata Yesus yang meminta para pengikut-Nya agar jangan seperti orang Farisi yang munafik dan rasialis.
Maaf, gaya Trump menjual agama hampir sama persis dengan sebagian orang di Indonesia yang memanfaatkan agama untuk mencari kekuasaan. Gaya Trump sama persis dengan ormas-ormas keagamaan di sini yang berteriak mengagungkan Tuhan tapi kelakuannya bak setan, sebab ke mana-mana membawa pentungan.
Beruntunglah mayoritas umat Islam di sini sangat toleran dan peduli kepada sesama yang tidak seiman. Beruntung pula di negeri ini masih ada partai politik yang konsisten menghargai keberagaman.
Andai saja warga Jakarta menganut paham atau “ideologi” Donald Trump, sangat mungkin orang model Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak akan menjadi gubernur DKI Jakarta. Bahwa belakangan ada pihak yang menyuarakan ketidaksetujuannya kepada Ahok yang bakal mencalonkan kembali sebagai gubernur lantaran dia Tionghoa dan Kristen pula, dijamin tidak akan laku dan tidak didengar.
Umat Islam di negeri pluralis yang berideologi Pancasila ini tidak seperti pengikut Donald Trump dan sang calon pemimpin yang rasialis.
Beruntung, Partai NasDem tetap konsisten dan konsekuen dengan paham kebangsaannya, sehingga secara terang-terangan mendukung pencalonan Ahok yang super minoritas (Tionghoa-Kristen) di tengah penduduk yang mayoritas Muslim.
Sejak mendukung Ahok yang kini banyak musuhnya gara-gara akan menggusur Kalijodo itu, saya penasaran dengan NasDem, kok tega-teganya mendukung Ahok tanpa syarat?