SETELAH melalui perdebatan yang panjang (sebulan lebih), Presiden Joko Widodo (Jokowi), Rabu (18 Februari) sore tadi, akhirnya mengeluarkan keputusan baru soal calon Kapolri yang (lagi-lagi) pasti tidak bisa menyenangkan semua pihak.
Dua hari setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menerima gugatan praperadilan Komjen Budi Gunawan (BG) yang tidak rela dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus rekening jumbo, Jokowi malah membatalkan pencalonan BG sebagai calon Kapolri. Sebagai ganti BG, ia menunjuk Komjen Badrodin Haiti (BH), Wakil Kapolri yang selama ini telah melaksanakan tugas sebagai Kapolri.
Pihak yang tidak puas dengan keputusan Jokowi pastilah DPR, sebab lembaga ini sebulan lalu telah menyetujui BG sebagai calon Kapolri. Mereka pasti akan menyebut Jokowi sebagai presiden yang plinplan alias tidak konsisten dengan apa yang telah diputuskan. Yang kecewa, mungkin juga Ketua PDIP Megawati Soekarnoputri yang disebut-sebut mengajukan nama BG agar Jokowi mengusung BG ke DPR. Belakangan BG disebut-sebut sebagai paket partai-partai pendukung Jokowi yang bernaung di bawah Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
Di luar yang kecewa, pasti ada yang senang begitu mendengar Jokowi menyebut nama BH sebagai calon Kapolri, lalu membatalkan BG. Mayoritas masyarakat di negeri ini tentu senang manakala mengetahui BG batal jadi Kapolri meskipun Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memulihkan statusnya yang semula sebagai tersangka menjadi “orang bersih.”
Pihak yang juga lega adalah Tim 9 yang ditunjuk Jokowi untuk ikut “membereskan” karut marut pencalonan Kapolri. Begitu ditunjuk presiden, Tim 9 yang dikomandani Syafii Maarif langsung bergerak cepat dan dalam tempo dua hari mengeluarkan rekomendasi agar Jokowi tidak melantik BG menjadi Kapolri.
Semula banyak orang menyangka, nama BG diajukan sebagai calon Kapolri adalah desakan KIH yang disebut-sebut dimotori KMP yang telah dipelesetkan menjadi Kalla-Megawati-Paloh. Ini bisa dibaca dari pernyataan Surya Paloh (SP) yang mendesak agar Jokowi segera melantik BG sebagai Kapolri begitu DPR menyetujui BG.
Namun, informasi A-1 menyebutkan, sejak awal KIH sebenarnya “tidak kompak” saat Jokowi akan memilih calon Kapolri dan minta pertimbangan kepada para petinggi partai pengusung Jokowi. Begitu nama BG muncul, SP sebenarnya tidak sreg dengan sosok mantan ajudan Megawati tersebut. Pasalnya, selain namanya sudah distabilo kuning oleh PPATK, jika BG dipaksakan menjadi Kapolri akan muncul penolakan dari masyarakat.
Ketika Jokowi bertanya kepada SP siapa yang layak jadi Kapolri, SP langsung menunjuk nama BH. Namun Jokowi tak mengindahkannya dan ia tetap mengajukan nama BG. Banyak pihak menduga, Jokowi berharap BG ditolak DPR.
Apa yang diharapkan Jokowi ternyata tak berbuah manis. Tanpa diduga, DPR tetap menyetujui BG sebagai calon Kapolri meskipun KPK secara sepihak telah mengumumkan BG sebagai tersangka kasus rekening gendut. Bola panas yang dilempar Jokowi terkena tubuhnya sendiri.
Andai saja sedari awal Jokowi menerima usulan SP agar mencalonkan BH, sangat mungkin reaksi masyarakat tidak seheboh seperti sekarang dan membuat Jokowi semakin terpojok dan menghadapi dilema berkepanjangan.
Sangat mungkin kedatangan SP ke Istana Negara, Senin (16 Februari) petang menemui Jokowi adalah untuk mengembalikan skenario awal bahwa BH-lah yang pantas dicalonkan Jokowi sebagai Kapolri. Toh, “nama baik” BG otomatis sudah dipulihkan setelah gugatan praperadilannya diterima PN Jakarta Selatan. Disebut-sebut BG akan menduduki jabatan sebagai Wakil Kapolri.
Lha, tapi mengapa SP tempo hari minta kepada Presiden Jokowi agar segera melantik BG sebagai Kapolri? SP mengeluarkan pernyataan seperti itu adalah konsekuensi logis dari dukungannya kepada Jokowi bahwa apa yang sudah diputuskan Presiden harus dihormati. Bahwa situasi politik ternyata berubah demikian cepat, itu persoalan lain. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H