- “PESETURUAN” para wakil rakyat dalam proses pemilihan pimpinan DPR dalam Sidang Paripurna DPR, Kamis (2/10) dini hari semakin menguatkan paradigma masyarakat bahwa politik itu “jahat” yang penuh dengan intrik dan telikung demi kepentingan sesaat paling tidak untuk lima tahun mendatang.
Koalisi Merah Putih (KMP) berkepentingan pemerintahan mendatang di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak punya gigi, bahkan kalau perlu gusi mantan gubernur DKI pun dicopot. Mereka berkepentingan, Jokowi “tumbang” sebelum masa kekuasaannya berakhir.
Maka, saya bisa pahami jika pengamat politik dari Universitas Nusa Cendana, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) David Pandie menilai KMP ingin menggusur-ratakan apa pun di hadapannya tanpa menggunakan akal sehat.
"Apa yang dilakukan Koalisi Merah Putih di Senayan saat ini seperti layaknya sebuah buldoser. KMP mengandalkan kekuatan politik yang ada untuk menggusur-ratakan lawan-lawan politiknya tanpa lagi menggunakan akal sehat, nurani dan moral politik," katanya seperti dikutip Antaranews.com. Pandie melukiskan Koalisi Merah Putih seperti banteng liar yang tengah menyeruduk siapa pun yang ada di depannya.
Konkretnya, menurut dia, gaya politik yang dipertontonkan KMP tidak lagi mengenal rasa empati. Siapa yang akan menjadi korban atau dikorbankan, bukan menjadi urusan KMP.
“Drama” satu seperempat hari di gedung DPR itu praktis dikendalikan KMP. Kubu inilah yang mengendalikan jalinan cerita/skenario sekaligus sutradaranya. Hari itu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) sebenarnya sudah “menyerah” dan minta sidang yang beragenda pemilihan pimpinan DPR ditunda keesokan harinya. Namun, kubu KMP tetap ngogot sidang dilanjutkan hingga Jumat (2/10) dini hari. Pemaksaan sidang itu dilakukan, sebab KMP tidak ingin kehilangan momentum, sebab pada Kamis (1/10) malam, tersebar kabar Ketua Umum PDIP Megawati akan bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Kubu KMP tidak ingin apa yang direncanakan (sapu bersih pimpinan DPR) “masuk angin”, sebab dalam paket pimpinan DPR yang disiapkan sudah ada nama Edi Baskoro Yudhoyono (Ibas) yang diplot sebagai wakil ketua. Setelah empat fraksi pendukung Jokowi melakukan aksi walk out, dengan mudah paket pimpinan DPR usulan KMP disetujui para anggota DPR.
Sebelumnya, lewat UU Pemilu Kepala Daerah, kubu KMP juga berambisi menyapu bersih pemimpin-pemimpin idola rakyat tidak lewat pemilihan langsung, tapi melalui DPRD. Bahwa ambisi mereka berisiko memberangus suara rakyat dan bakal dicibir rakyat seumur hidup, mereka juga tidak peduli.
Merasa berada di atas angin, KMP juga merangsek ke Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Oesman Sapta Odang, Ketua HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) yang pro ke kubu KIH, juga tergusur ketika coba-coba mencalonkan menjadi ketua DPD periode 2014-2019. Dalam soal beginian, harus kita akui KMP memang piawai dan sukses menjadikan Irman Gusman sebagai ketua DPD. Irman adalah salah seorang peserta konvensi presiden Partai Demokrat yang selama ini berada di kubu KMP. Oesman Sapta Odang adalah pesaing Prabowo Subianto di HKTI, sebuah organisasi yang diklaim masih diketuai mantan calon presiden nomor urut 1 itu.
Gerakan sapu bersih di kantong-kantong lembaga pengambil keputusan itu lantaran KMP punya skenario yang disebut anggota DPR dari PDIP Aria Bima sebagai “chaos.”
Langkah yang paling gampang bagi KMP memang menguasai parlemen, baik di tingkat nasional (DPR), maupun daerah (DPRD). Mengapa KMP melakukan itu semua? Banyak orang, terutama lawan politik KMP menyebut semua gerakan politik dan aksi perkoncoan itu dilakukan, sebab mereka memang punya cita-cita melakukan “kudeta parlementer” setelah kalah dalam pilpres tempo hari. Mereka memang lihai, kudeta itu dilakukan secara konstitusional dengan menggolkan seperangkat RUU, seperti MD3 dan Pemilu Kada.