Mohon tunggu...
Gan Pradana
Gan Pradana Mohon Tunggu... Dosen - Hobi menulis dan berminat di dunia politik

Saya orang Indonesia yang mencoba menjadi warga negara yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Banjir dan Tantangan Bagi Menteri ‘Anak Tiri’

12 Februari 2015   21:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:19 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

BANJIR bukan monopoli Jakarta. Ketika ribuan hektar hutan di bumi Nusantara ditebangi dan hasilnya dijadikan “bancaan” oleh para pengusaha dan pejabat, maka banjir akan tetap menjadi masalah akut di republik ini. Dua kementerian (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) yang telah disatukan diharapkan bisa memberikan solusi dan sang menteri, Siti Nurbaya, dirindukan bisa menjadi “oasis”, bukan sekadar menjalankan tugas partai.

Siti Nurbaya dan juga pemerintahan Joko Widodo boleh saja “iri” dengan apa yang telah diklaim sebagai “kesuksesan” pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam soal pengamanan hutan.

Selama 10 tahun memimpin negeri ini, SBY mengklaim  luasan hutan gundul hutan terus menurun. Tahun 2003, luas hutan gundul tercatat masih ada 1,2 juta hektar. Namun, saat ini hutan gundul di Indonesia hanya 450 ribu hektar saja.

Setidaknya fakta seperti itulah yang diungkapkan  SBY saat memberikan pidato kunci sekaligus membuka Forests Asia Summit 2014 atau Pertemuan Puncak Hutan Asia di Jakarta, Mei tahun lalu.

SBY pun mengimbau kepada presiden baru (waktu itu belum tahu siapa yang bakal jadi presiden) agar meneruskan moratorium konsesi hutan. Tahun 2013, pemerintahan SBY memperpanjang kebijakan itu sampai hingga tahun 2015. Hasilnya, “kami telah menurunkan tingkat penggundulan hutan kita dari 1,2 juta hektar per tahun antara 2003 dan 2006, menjadi  450 dan 600 ribu hektar per tahun selama periode moratorium pada tahun 2011 hingga 2013. Oleh karena itu, kami berhasil mengurangi 211 juta ton CO2," begitu kata SBY.

Namun, siapa sangka, banyak menteri, juga menteri kehutanan semasa pemerintahan SBY yang memanfaatkan “injury time” dengan menandatangani banyak surat keputusan (izin) yang memberikan keleluasaan kepada pengusaha hak pengusahaan hutan (HPH) untuk mengeksploitasi hutan. Informasi yang berkembang, izin-izin yang tekah dikeluarkan pejabat terdahulu, menyulitkan posisi Siti Nurbaya.

Kita percaya perempuan menteri ini mampu menyelamatkan hutan khatulistiwa kita, meskipun sangat mungkin Siti Nurbaya bakal dihambat oleh “orang-orang dalam” yang punya banyak kepentingan.

Gemas melihat banjir yang rutin “bertamu” ke Jakarta, bahkan air banjir “mengintip” ke halaman Istana Negara, Presiden Jokowi dua hari lalu mengadakan pertemuan khusus dengan para pejabat yang punya kepentingan (atau mungkin menganut prinsip EGP) dengan banjir Jakarta. Terlihat di kantor presiden, antara lain Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama dan Wali Kota Bogor Bima Aria, dan lain-lain.

Jokowi mengumpulkan mereka, boleh jadi setelah koran Media Indonesia menulis editorial yang intinya menyarankan agar pemerintah pusat turun tangan, sebab masalah banjir di Jakarta dan penanganannya bukan hanya tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta.

Nah, kalau banjir Jakarta sudah menjadi urusan pemerintah pusat, tentu banyak orang penasaran, apa yang sudah dilakukan Menteri LH dan Kehutanan Siti Nurbaya? Jangan-jangan dia masih menyibukkan diri dengan urusan penggabungan dua kementerian yang susah-susah gampang tersebut?

Sampai sedemikian jauh (harap maklum karena usia pemerintahan Jokowi baru 100 hari lebih sebulan), Siti Nurbaya baru bisa mengungkapkan komitmen dan rencana.

Kepada wartawan di Istana Negara, Rabu (11 Februari 2015), dia menjelaskan bahwa kementeriannya akan membenahi Ciliwung. Di sekitar sungai ini pihaknya akan membangun vegetasi dan penanaman kembali pepohonan yang cakupan luasnya mencapai 5.500 hektar. Siti juga mengungkapkan pihaknya akan membangun penahan air 50 unit. “Kita akan bangun gully-plug di Cisarua, Megamendung 150 unit. Kita mau buat sumur resapan di permukiman taman, masjid, sekolah dengan total 1.100 unit," katanya.

Tugas Siti tentu tidak ringan, sebab sebelumnya Jokowi meminta kepada menteri yang berasal dari Partai NasDem ini agar mengecek banjir di daerah lain, seperti di Aceh dan Sulawesi Utara.

Selain itu Jokowi juga minta kepada Kementerian Pekerjaan Umum (PU) membangun dam pengendali banjir. “Yang di Citarum saya minta 100, yang di Ciliwung 40 unit.  Harga satu dam Rp 200 juta. Kemen LH nggak punya duit. Dia anak tiri. Bukan prioritas. Kan prioritasnya pangan dan infrastruktur," kata Jokowi.

Meskipun Jokowi menyebut Kementerian LH dan Kehutanan yang kini dipimpin Siti sebagai anak tiri, mantan Gubernur DKI Jakarta ini memuji dengan apa yang sudah dilakukan Siti Nurbaya. Pasalnya, kementerian yang dinahkodai Siti, menurut Jokowi, sudah lumayan bagus dalam melaksanakan penghutanan kembali. “Penghijauan juga sudah dilakukan,” kata Presiden.

Namun apa pun yang dilakukan sang menteri, juga pujian Jokowi tidak punya dampak apa-apa – dan sangat mungkin banjir akan datang lagi – jika rakyat tak peduli. Kalau kita mau jujur, air bah datang bukan dari alam, tapi asal usulnya berasal dari ulah tangan manusia.

Apa yang dilakukan Siti Nurbaya hari ini hasilnya tidak bisa langsung dirasakan tahun depan. Menghutankan kembali Indonesia sepertinya lebih mudah daripada memanusiakan manusia Indonesia yang belakangan ini doyan menghakimi.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun