Si B membuat status di Facebook:
Hati-hati Menteri M mendukung bisnis liberal kapitalis daripada pertumbuhan ekonomi kerakyatan.
W3 menulis berita di situs online abal-abal:
Menteri M benci pada daging kambing makanan Rasulullah SAW.
Si A ngetwit: “Astaghfirullah. Ada upaya penyesatan akhak. Kambing yang disukai Rasulullah SAW dianggap tidak baik oleh Menteri M. Kita akan digiring ke cara pandang kafir.”
Dalam ilmu komunikasi, itulah yang dimaksud dengan erosi fakta. Dalam dunia jurnalistik, cara membuat berita model seperti itu sangat ditabukan, bahkan para penjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik menganggapnya sebagai “dosa”.
Tapi, itulah fenomena yang terjadi di jagat “jurnalistik” Indonesia. Situs berita abal-abal pun, seperti posmetro.info dan nbcindonesia.com, muncul dan “eksis” di jagat maya dengan berita plintirannya. Celakanya, banyak yang percaya dan kemudian menyebarluaskan berita rekayasa kedua “situs berita” itu lewat media sosial.
Dua situs itulah yang belakangan disukai haters Ahok dan membuat para pendukung Ahok kelimpungan. Disengaja atau tidak disengaja, para pendukung Ahok justru ikut menyebarluaskannya, sebab mereka ingin tahu dan bertanya kepada anggota grup: berita yang ditulis di situs abal-abal tersebut benar atau tidak?
Bagaimana mereka tidak sewot kalau di sana ada berita-berita dengan judul-judul yang sangar seperti ini:
1. Terungkap, Ahok Dapat Keuntungan 15 Persen dari Reklamasi, Waduh!
2. Wow! Sanusi Diancam Dibunuh Jika Beberkan Siapa Saja yang Terlibat di Kasus Suap Reklamasi.