[caption id="" align="alignright" width="550" caption="Ngabaraga di jalan Braga Foto : ikeyuliaamartha"][/caption] “Kamu Bergaya maka Kamu Ada” (Life Styles; Ed.Idy Subandy Ibrahim) Petikan ini sudah mafhum, tak terkecuali bagi editornya cukup mensentil, dalam Buku Life Styles Karya David Chaney. Pengaruhnya, besar. filsuf besarJerman Rene Descartes menaruh pijakan filsafat dengan merubah serta membangun fondasi wajah modern menjadi gaya bergaya hidup, Penampilan menjadi tumpuan. Serba teknologi dan pandai bergaya di jaman industri penampilan, gaya hidup masyarakat dunia sangat berterima kasih pada pijakan yang diberikan filsuf berkebangsaan Inggris tersebut. Adanya dialektika sejarah, tentu sebuah keniscayaan. Hal baru dari tradisi bisa di gali tanpa merubah spirit paradigma berpikir. “menyoal hidup ! tanpa memeluk filsafat yang kukuh beu kering, hampa makna.” ujar kawan seringkali mengutak-atik bangunan filsafatnya di kedai kopi. Sejatinya, filsafat memberi kerangka pada hidup dan menapaki kehidupan akan datang secara tegas. Mencoba mengurai sisi gaya bergaya di kedalaman tradisi cukup membuat alasan, di balik tradisi ada bangunan filsafat kokoh berdiri. Seyogianya juga, di Braga Festival penghujung tahun nanti, tradisi itu melekat beradu tafsir dengan kekinian jaman. Selalu saja ada yang baru dalam helaran tahunan masyarakat Bandung itu. Buktinya, ada di kawasan jalan Braga. Seabreg kenangan pun bisa di jumpai. Hampir, kota tinggal yang pernah diduduki koloni punya masa tertentu dan meninggalkan kenangan membuat decak kagum generasi, kini. Jalanan Bandung selalu menyimpan kesan itu, Banyak. Tetapi, yang sudah melegenda baru Braga. Kenangan itu punya sebutan BragaWeg. Dengan julukan De Meest Eropeesche Winkel Straat Van Indie suasana tahun baru nanti begitu kental Eropah nya. Braga Festival di penghujung tahun nanti barangkali akan menjadi titik balik peradaban. Ke adab an bagi pemangku jabatan serta masyarakat sebagai apresiator pun harus menyajikan atraksi treatrikal membuat pelancong menikmati suguhan festival tahunan. Bukan, kejumudan yang di tonjolkan. Fiuh…! Ngak deh, Ngak, ngak ingin seperti di negri para bedebah yang selalu menghadirkan kamuflase. Ajakan gaya bergaya di Festival Braga “Kamu Gaya maka Kamu Ada” sebuah pijakan tegas, bagaimana citra kota tinggal makin membumi. Anak-anak masa depan boleh jadi ngak ingin tahu lagi Braga Festival. Namun, orang luar semakin tahu “kamu Gaya maka Kamu Ada” itu adalah khas urang Bandung tuh. Urang Bandung mah sedang jalan saja, bisa jadi wisata kok. Apalagi ini hajat besar di penghujung tahun. Braga Festival merupakan representasi keadaban, yang dibangun bukan atas dasar penampilan, luaran, kamuflase. Tetapi, atas dasar kabisa dan kedalaman tradisi. Semakin melokal makin besar di lirik oleh yang global. Ada Seni tari, suara, unjuk kabisa, kuliner, Fesyen, teatrikal di Braga Festival. Sekarang, biar sajejeg (sekilo) tinggal tambah niat, “kamu Bergaya maka Kamu Ada” bertarung di politik gaya bergaya penuh dengan nuansa, kaya eleganisasi. Tanpa hilang kedalaman tradisi…..*** Gan Ridwan/IPF
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H