Mohon tunggu...
Ganis
Ganis Mohon Tunggu... -

segala sesuatunya adalah cerita.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Yogyakarta

9 November 2015   00:20 Diperbarui: 9 November 2015   00:52 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Sudah hampir satu pekan ini aku sekeluarga benar-benar disibukkan oleh keputusan ayahku, bahkan sesungguhnya sebagian dari kami tak menyetujuinya, bagaimana tidak? Meninggalkan tempat tinggal yang begitu nyaman demi penghasilan yang akan bertambah, menurut ayah ini memang keputusan terbaik, tapi bagaimana dengan aku? ...Ibu? Atau adikku? Hampir satu pekan ini aku hanya berdiam diri dan tak membahas satu katapun didepan ayah, aku tak dendam pada ayah, sama sekali tidak, namun aku kecewa karena tanpa basa-basi ayah langsung mengajak kami untuk pindah kesuatu tempat yang aku sendiri pun tak tau kondisinya, kurang lebih 9 tahun aku menjalani hidup disini, mulai membuka kehidupan disini, bahkan mungkin ketika malam, jika lampu mendadak padam aku mampu menembus gelapnya, aku terlalu hafal tentang situasi rumah ini...

Akhir pekan ini aku benar-benar akan meninggalkan rumah ini, ini terlalu sulit untukku, bagaimana aku harus mengakhiri dengan semua teman-temanku yang hampir 3 tahun menemaniku, dan bagaimana aku harus memulai lagi dari awal, semuanya! mengenalkan diri sebagai anak baru, menghafal setiap sudut rumah baruku...
Akkhhhh.... Ini benar-benar membuatku berfikir tak karuan.

"Ren, makan malam dulu, Ibu tunggu dimeja makan" teriak Ibu dari pintu kamarku.
Seketika lamunanku terpecah, dan aku berlari menuju meja makan.
"Sini duduk dekat ayah" ujar ayah sambil memperlihatkan bangku kosong disebelanya.
Tanpa basa-basi aku langsung menurutinya.
Makan malam kali ini begitu hening, sebenarnya sudah hampir seminggu seperti ini.
"Ayah tau ini berat buat semua, termasuk ayah" ayah memulai pembicaraan.
"Ayah juga tau Ren, kenapa sudah sepekan ini kamu hanya diam dan mengurung diri dikamar"
Aku hanya terdiam.
"Ayah tau Rena benci akan keputusan ayah" ujar ayah lagi sambil menepuk pundakku.
"Bukan benci ayah, sama sekali bukan, Aku cuma engga mau memulai semuanya dari awal lagi, menghafal semua sudut rumah walau tanpa lampu, meninggalkan teman-teman yang setia seperti mereka, apa mungkin ayah akan menjamin bahwa teman-temanku yang baru akan seperti mereka, aku engga marah sama ayah, apalagi benci! Aku cuma engga suka sama cara ayah yang terlampau buru-buru" ucapku mulai terisak.
"Iyah Ren, maafin ayah, ayah juga tau penawaran itu hari itu juga, dan harus memberi kepastian cepat, ayah juga engga mau ninggalin semuanya gitu aja, ayah juga sedih, tapi ini pilihan yang terbaik, buat keluarga kita kedepannya"
Aku tertegun, definisiku tentang ayah salah total, aku malu, dan sangat-sangat merasa bersalah, seketika airmataku mengalir, dan suasana makan malam kali ini mendadak hanyut dalam kepedihan.
"Maafin aku ayah , aku engga tau kalo ayah sebenarnya memikirkan keluarga" ucapku menangis dan memeluk erat ayahku.
Ibu dan Risa(adikku) seakan jadi penonton setia tanpa argumen sedikitpun.
"Iyah Ren, ayah maafin.."

Mulai saat itu aku bersikap normal dengan ayahku, bahkan tak jarang aku dan Ayah terlibat dalam suatu percakapan seru, sampai akhirnya hari yang ditunggupun datang, aku benar-benar harus meninggalkan semua..
Semua teman-temanku telah datang dan siap untuk benar-benar kehilanganku, mereka benar-benar setia sampai detik ini, terbukti mereka semua datang untuk aku..
Kupeluk satu persatu dari mereka, terutama Lina, yang benar-benar membuatku begitu histeris, bagaimana tidak, aku hampir 3 tahun ini duduk sebangku dengannya, dari mulai smp kelas 2..
"Maafin aku yah Lin, aku tau salah aku banyak sama kamu, bahkan tingkah jailku pun tak jarang selama kita duduk bersama"ujarku dengan tangis.
"Iyah Ren, maafin aku juga yah, aku yang sering marah-marah sama kamu, diemin kamu, maafin aku yah"ujarnya dengan airmata yang entah dari kapan menetes.
Kuucapkan selamat tinggal kepada semuanya, dan terimakasih untuk semua, dan untuk kenang-kenangan yang mereka berikan untukku, berpua foto-foto kami dalam sebuah album, ini benar-benar indah menurutku. Suasanya kali ini sangat amat pedih menurutku, tangis-tangis mereka, seakan membuat kakiku berat untuk melangkah pergi, aku takkan bisa bertemu mereka lagi, mungkin jika waktu luangku sangat banyak, karena jarak antara rumahku ini, dan rumah yang akan kutempati sangat jauh.
Aku dan keluarga mulai masuk kedalam mobil, posisi dudukku pun seakan tak nyaman, dan perasaan benar-benar kacau, lambaian tangan-tangan mereka, dan ucapan selamat tinggal, tiada hentinya hingga aku tak dapat melihat mereka lagi.


Beberapa jam berlalu, airmataku mulai terhenti, dan aku mulai hanyut dalam perjalanan menuju rumah baruku...
Setelah beberapa jam perjalanan akhirnya aku sekeluarga sampai ditempatku yang baru, tepatnya didaerah Bandung, aku tidak terlalu tahu alamatnya, yang terpenting aku sampai dengan selamat.

Dua hari hari setelah aku meninggalkan Yogyakarta dan menetapkan diri diBandung aku merasa mulai berbaur dengan warga sini, terutama dengan tetanggaku, yang seumuran denganku.
Saat aku disini, komunikasikupun dengan teman-teman diYogyakarta tidak ada putusnya, bahkan kami tidak pernah kehabisan kata-kata saat berbicara ditelfon, tapi akhir-akhir ini komunikasi kami terganggu, bahkan hari ini aku tak dapat menelfon satu-persatu dari mereka, perasaan jenuhpun menghampiriku, aku mencoba menyalakan tv ku, dan saat aku mencoba mencari chanel yang bagus, tiba-tiba kedua orangtuaku dan adikku mengejutkanku dan ikut menonton bersamaku.
Acara berita pun dimulai, aku dan keluarga yang dari tadi tak melihat tv langsung terkejut, benar-benar terkejut, tangisku mulai pecah, aku seakan tercekik dan tak mampu berkutik, aku benar-benar tak menyangka, dengan kabar berita ini.
"Ini pasti bohong, ini bohong kan Ayah?" Ujarku sambil menggoyangkan tubuh Ayahku yang tak kalah lemah.
Kami semua menangis tak percaya, saat penyiar berita itu itu berkata "Gempa tektonik 6.2 SR di Yogyakarta, 27 Mei 2006. Korban 6.234 orang."

#Aku akan selalu ingat kalian kawan, kenangan-kenangan kita akan selalu kuingat, terutama saat kita bersama... :'(

Gempa tektonik 6.2 SR di Yogyakarta, 27 Mei 2006. Korban 6.234 orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun