Mohon tunggu...
Gani Sipayung
Gani Sipayung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirasawasta

Desain Grafis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Suhi Ampang Na Opat: Filosofi Adat Suku Toba

23 Agustus 2024   01:04 Diperbarui: 23 Agustus 2024   05:37 3951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SUHI NI AMPANG NA OPAT

Suhi Ni Ampang Na Opat merupakan symbol dan filosopi komponen keluarga inti (kekerabatan) dalam Suku Toba yang masing-masing memeiliki kewajiban sehingga memperoleh hak (bagian) dalam Acara Adat. Ampang adalah sebuah wadah bakul dari bahan rotan yang dianyam sedemikian rupa berbentuk bundah namun memelili 4 (empat) dibagian bawah sehingga membentuk persegi empat, sedangkan dibagian atas berbentuk bundar. Dalam tradisi suku Toba sehari-hari, Ampang menjadi tempat bawaan penting ataupun tempat barang lainnya, bahkan dalam keperluan acara pesta adat. Dalam sosial budaya, ampang adalah sebuah symbol kesatuan kekerabatan keluarga atau "hasuhutan bolon" dalam sebuah "horja" atau acara adat tertentu, bahwa terlaksananya acara tersebut harus ditopang oleh ke-4 unsur penting, sebagai mana kekuatan sebuah Ampang yang terletak pada kekuatan ikatan ke-4 pilar penyangganya.

Folosofi Suhi Ampang Na Opat dalam filosofi budaya suku Toba menggambarkan perang penting dari Empat Pilar Hasuhotan Bolon, yang terdiri atas : Bona ni Hasuhuton ( Orangtua dan Kakak Beradik), lalu Dongan Tubu (kakak/adik dalam klan keturunan), lalu Boru (yaitu kaum perempuan kerabat Orangtuan/Kaka-beradik dari Bona ni Hasuhuton, dan selanjutnya adalah Hula-hula (yaitu Orangtua/Kakak-beradik Laki-laki dari istri Bonani Hasuhuton). Suhi ni Ampang Na Opat merupakan 4 Unsur penting dalam sebuah hubungan kekerabatan, sehingga dalam setiap acara adat ke empat pilar utama ini sebagai unsur utama.

Umumnya dalam acara pernikahan Adat Toba, kedua belah pihak mempelai akan mempertemukan ke empat pilar ini dalam menentukan sebuah acara Adat. Mempelai Laki-laki (atau disebut Paranak) dan pihak mempelai Perempuan (yang disebut Parboru Muli) akan mengumpulkan ke empat pilar kekerabatan dari kedua belah pihak untuk merembukkan acara yang akan dilaksanakan, sebelum kemudian mengundang semua pihak dan kalangan dalam sebuah Pesta Adat.

Bagi Pihak Paranak, ke empat pilar ini memiliki istilah :

  • Pangabarai, yaitu orangtua (kakak-beradik) dari Bona Ni Hasuhuton, yang menjadi pemangkua hajat atau yang bertanggungjawab sepenuhnya atas acara tersebut.
  • Simanggokhon, yaitu kakak/adik dari mempelai Pria, yang kemudian menjadi pengundang semua kerabat secara luas.
  • Sihunti Ampang, yaitu Kakak/Adik Perempuan (Ipar) dari Mempelai Pria, yang secara moral mendukung sepenuhnya, baik secara materi/material demi terlaksananya acara adat tersebut
  • Hula-hula, yaitu kerabat keluarga dari Kakak/Adik pihak Ibu Mempelai Pria, selaku  penasihat dan pemberi restu terlaksananya semua acara tersebut.

Sementara bagi Pihak Parboru, ke empat pilar ini memiliki istilah :

  • Paramaan/i, sering disebut juga Sijalo Bara (daerah tertentu), yaitu orangtua (kakak-beradik) dari Bona Ni Hasuhuton Mempelai Perempuan, yang  menjadi pemangkua hajat atau yang bertanggungjawab sepenuhnya atas acara tersebut.
  • Simanggokhon, yaitu kakak/adik Laki-laki dari Mempelai Perempuan, yang kemudian menjadi pengundang semua kerabat secara luas.
  • Parorot, yaitu Kakak/Adik Perempuan (Ipar) dari Mempelai Wanita, yang secara moral mendukung sepenuhnya demi terlaksananya acara adat  tersebut
  • Hula-hula, yaitu kerabat keluarga dari Kakak/Adik pihak Ibu Mempelai Perempuan, selaku   penasihat dan pemberi restu terlaksananya semua acara tersebut.

Secara umum, ke empat pilar ini, baik itu dari pihak Mempelai Pria maupuan dari pihak mempelai Perempuan, memiliki peran dan fungsi yang sama dari kedua belah pihak yang melangsungkan acara Adat Pernikahan. Pertemuan ke empat pilar kedua belah pihak akan berembuk dalam sebuah acara, naun sebelumnya masing-masing kedua belah pihak sebelumnya melakukan pertemuan internal masing-masing yang dikenal dengan istilah Tonggo Raja (bagi pihak Paranak) dan Ria Raja (bagi pihak Parboru).

Demikian sedikit paparan, semoga bermanfaat. Meski demikian, dalam perkembangan budaya dan tradisi sosial budaya yang dipengaruhi oleh alam dan kearifan lokal daerah tertentu, masing-masing istilah bisa saja berbeda-beda, namun pilar uatama ini secara umum berperan hampir sama. 2024 hos

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun