Mohon tunggu...
Gangsar Nur Kharisma
Gangsar Nur Kharisma Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Hobi membaca buku, bermain musik, dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gulung Tikar Toko Buku

19 Juni 2023   17:12 Diperbarui: 19 Juni 2023   17:19 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Gulung Tikar Toko Buku

 Tahun ini yakni 2023, sebuah toko buku dikabarkan menutup gerainya sang legenda yaitu Gunung Agung. Gunung Agung sang legenda toko buku selama 7 dekade akhirnya pasrah dan menyerah karena mengalami kerugian yang terus menerus. Beberapa toko buku malahan sudah mendahului menutup gerainya seperti, Books&Beyond, Togamas, Kinokuniya dan Aksara. Banyaknya toko buku yang tutup mengacu pada pertanyaan penting, apa strategi yang harus diterapkan toko buku supaya tetap eksis?

 Apa mungkin pertanda senja kala bagi toko buku? Apakah karena menurunnya orang membeli buku fisik atau akibat disrupsi teknologi dan dampak dari pandemi? Ada banyak faktor yang mempengaruhi toko buku tutup, faktor internal dan faktor eksternal. Tekanan faktor faktor eksternal yang lebih terasa, seperti disaat pandemi. Buku bukan menjadi prioritas utama saat pandemi. Menurunnya pendapatan keuangan akibat aktivitas ekonomi selama pandemi menjadikan buku bukan sebagai prioritas. Serta diterapkannya PPKM mempersulit kita untuk pergi ke toko buku. 

Imbas pandemi juga berdampak pada IKAPI(Ikatan Penerbit Indonesia). Diketahui bahwa omset produktivitas penerbit menurun 58,2 persen. Faktor eksternal lainnya yang tidak bisa dipungkiri adalah literasi masyarakat Indonesia yang sangat rendah. Hasil riset UNESCO tahun 2011 hanya satu dari seribu orang Indonesia yang tertarik membaca. Riset dari Perpustakaan Indonesia juga memaparkan bahwa orang Indonesia hanya membaca 3-4 kali per minggu atau membaca buku tuntas dalam jumlah 5-9 buku saja setiap tahunnya. 

 Nilai pasar penerbit buku dunia terus menerus turun saat pandemi. Namun, disisi lain pasar buku digital mengalami pertumbuhan dan diperkirakan akan terus tumbuh dengan CAGR 2 persen pada 2020-2027. Hal itu tidak berlaku di Indonesia, karena kebanyakan masyarakat Indonesia masih suka membaca buku fisik. Tidak menutup kemungkinan juga, akses terhadap buku fisik maupun digital akan tetap terbuka dan orang akan tetap punya minat baca tinggi. Transformasi digital tidak hanya berimbas pada ebook, konten konten audio visual yang menjadikan banyak orang mudah mengakses menimbulkan kemalasan membaca. Audio visual berupa konten memang sangat mudah dipahami dan tentunya sangat menarik. 

Beralih ke isu yang lain, tidak kondusifnya ekosistem perbukuan seperti pembajakan yang masih marak terjadi. Padahal pembajakan sangatlah merugikan banyak kalangan, mulai dari penulis, editor, penerbit, toko buku, dan tentunya pembaca. Pembaca menjadi pesimis akan buku yang dibeli. Serta rendahnya royalti bagi penulis dan rendah margin probabilitas bagi penerbit. Oleh karena itu dibutuhkan kerja sama antara pemerintah, penulis , penerbit, dan buku untuk membangun ekosistem yang lebih baik. Misalnya, peningkatan penegakan hukum tehadap pembajakan buku, peningkatan royalti untuk penulis, serta peningkatan probabilitas untuk penerbit dan toko buku.

Mengapa beberapa toko buku ada yang masih eksis sampai hari ini? Apa strategi tang dilakukan beberapa toko buku yang masih eksis sampai sekarang? 

Pertama, mengubah toko buku menjadi ruang komunitas dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan seperti, forum diskusi, temu penulis, peluncuran buku, kelas penulisan, dan baca puisi. Mengutip kata dai Wien Muldian, "Toko buku bisa bertahan kalau dia juga menyediakan kafe atau aktivitas seperti membaca bersama sama. Kalau hanya menjual buku dan tidak ada aktivitas yang mengikat pembeli, dia enggak bisa hidup". 

Perlunya komunitas yang mengumpulkan orang orang untuk membaca buku, memvariasi menjadi kafe, seni dan lain sebagainya bisa meningkatkan minat baca masyarakat. Salah satu contohnya adalah Toko Buku Akik di Yogyakarta. Tony sukses membangun komunitas menemukan seniman, penulis dan pekerja seni lainnya. Toko Buku Akik menjadi komunitas dengan pengikut terbesar di Instagram. 

Tidak ketinggalan juga, Gramedia juga mengadaptasi strategi dari salah satu toko buku luar negeri yaitu dengan mengembangkan kegiatan kegiatan lainnya seperti acara temu penulsi dan acara komunitas. Gramedia juga menyediakan kafe di beberapa tokonya, untuk membuat pembaca nyaman dan bisa berkumpul dengan komunitasnya. Strategi lainnya adalah memaksimalkan teknologi digital. Melihat tren pasca pandemi, transformasi digital perlu dilakukan. Tidak lupa juga hal ini dilakukan beberapa toko buku. Pembuatan platform digital untuk mempermudah mengakses buku dilakukan Gramedia. Beberapa ebook juga mulai dipublikasikan lewat digital. 

Selain itu, penulis juga mulai melek akan pentingnya industri 4.0 ini.Pembuatan audio atau rekaman dengan membacakan bebrapa bab isi buku juga dilakukan. Strategi marketing digital ini menambah pemasukan bisnis serta mempermudah masyarakat untuk mendapatkan akses akses buku secara online.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun