Mohon tunggu...
Gangga Narendra
Gangga Narendra Mohon Tunggu... Lainnya - find me on Medium.com : gangga

ayoloo dibaca loo tulisanku looooo xixiixi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

TAJEN : Sabung Ayam dari Perspektif Budaya

7 Maret 2022   16:12 Diperbarui: 7 Maret 2022   23:36 2282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://bit.ly/3MrqyGS

\Bali merupakan salah satu pulau yang masih kental akan budaya dan tradisi dari zaman dahulu kala. Terdapat suatu tradisi di Bali yang cukup unik, yaitu tradisi sabung ayam atau tajen. Tradisi ini merupakan bagian dari suatu ritual keagamaan Tabuh Rah atau Perang Sata bagi masyarakat Hindu di Bali. Tajen sendiri berasal dari kata tajian yang mana “taji” merupakan sejenis pisau yang akan dipasang di kaki ayam jago yang akan di adu nanti. Pertarungan dengan taji tersebut memiliki tujuan tersendiri yaitu menebarkan darah suci (Tabuh Rah) dari tubuh ayam yang diadu (Kompas.com, 2015). Ritual tajen menjadi ritual yang wajib diadakan setiap adanya upacara besar agama Hindu di Bali.

Terdapat tulisan mengenai tajen yang cukup menarik perhatian saya, yaitu tulisan dari Clifford Geertz yang berjudul Deep Play : Notes on the Balinese Cockfight yang mana tulisan ini menceritakan pengalaman penulis dengan istrinya di Bali dan mempelajari budaya-budaya yang ada di Bali, salah satunya adalah cockfight atau tajen. Clifford di awal tulisannya menjelaskan bagaimana para lelaki Bali memiliki suatu hubungan yang mendalam dengan ayam jago yang akan diadu pada tajen, mulai dari pakan, bulu, hingga vitamin agar memiliki kekuatan serta stamina yang cukup saat diadu nanti. 

Kemudian Clifford membagi tulisannya mengenai berbagai bagian, The Fight menceritakan bagaimana tajen itu berlangsung, Odds and Even Money menjelaskan bagaimana para masyarakat Bali melakukan taruhan pada saat tajen. Taruhan atau toh pada masyarakat Bali dibagi menjadi dua, yaitu toh ketengah merupakan aksi taruhan aksial tunggal di tengah para pelaku, melibatkan koalisi petaruh yang berkerumun di sekitar pemilik dan toh kesasi taruhan yang sifatnya individu, manusia ke manusia. Bagian berikutnya pada tulisan Clifford adalah Playing with Fire. Bagian ini Clifford menghubungkannya dengan konsep deep play dari Betham yang ada pada The Theory of Legislation miliknya. Deep play sendiri menjelaskan mengenai tingginya suatu taruhan yang dipasang hingga menjadi tidak rasional bagi laki-laki untuk terlibat di dalamnya. Namun, pada tradisi tajen ini Clifford menjelaskan bahwa masyarakat Bali bukan berfokus kepada uang yang dikeluarkan, namun bagaimana banyaknya uang itu menyebabkan adanya migrasi hierarki status masyarakat Bali ke dalam tubuh ayam, atau status sosial atas kemenangan ayam jago pada tajen lebih dicari dibandingkan menyayangkan besarnya uang yang dikeluarkan. Clifford pada bagain Feathers, Blood, Crowds, and Money menyoroti dimensi yang ada pada kehidupan sosial masyarakat Bali yang juga memiliki hubungan akan tajen itu sendiri, apabila ada satu dimensi hilang dari struktur yang ada pada tajen, maka struktur tersebut akan menjadi berantakan. Bagian terakhir dari tulisan Clifford adalah Saying Something of Something. Terdapat pertanyaan "apa yang dipelajari seseorang mengenai prinsip semacam itu dari memeriksa budaya (dalam hal ini tajen) sebagai kumpulan teks?" Jawabannya adalah untuk mengeluarkan fitur-fitur yang ada seperti sensasi resiko, keputusasaan akan kehilangan, dan kesenangan akan kemenangan. (Geertz, 1972:1-29)

Tulisan lain mengenai tradisi tajen dalam budaya Bali ditulis oleh Willian Roseberry dengan judul Balinese Cockfights and the Seduction of Anthropology. Tulisan William ini lebih kepada membedah tulisan Clifford Geertz melalui sisi antropologi yang diawali dengan tulisannya mengenai Cultural Products as Texts. William mengomentari bagaimana tulisan Clifford menyoroti tajen sebagai simulasi dari matriks sosial atau sebagai status bloodbath milik Goffman yang menuntunnya kepada suatu poin dimana pada tulisan ini ia akan berfokus kepada kasta dan status sebagai proses sosial material dan hubungan yang ada/tidak dengan tradisi tajen. Di bagian Differentiation and Process, William menjelaskan bahwa penekanan pada penciptaan budaya memunculkan dua aspek budaya yang hilang dari karya Geertz, yaitu adanya diferensiasi sosial dan budaya bahkan dalam teks yang tampak seragam dan konsep budaya sebagai proses sosial material. Dua aspek tersebut membawa William kepada suatu kesimpulan yaitu tulisan Geertz memiliki konsep budaya sebagai sebuah produk namun bukan sebagai produksi. (Roseberry, 1982:1013-1028)

Kedua tulisan tersebut mengenai tajen di Bali membawa saya kepada suatu pandangan baru akan produksi budaya, dimana tradisi sabung ayam yang masih dipandang negatif menjadi suatu tradisi yang sarat akan makna budaya dan memiliki keterkaitan secara tidak langsung akan kehidupan masyarakat di Bali. Tradisi tajen ini juga memiliki keterkaitan akan kajian budaya mengenai budaya yang dijadikan sekumpulan teks. Dalam hal ini, tajen dijadikan suatu kumpulan teks untuk mengeluarkan fitur-fitur yang ada di dalamnya dan mungkin untuk membangkitkan keestetikaan dari adanya tajen sendiri dan sebagai pemahaman mendalam untuk orang yang masih menentang adanya tradisi sabung ayam karena masyarakat Bali melakukan tradisi ini tidak lain dan tidak bukan untuk Yadnya atau untuk persembahan darah suci dari yang dipersembahkan dalam hal ini ayam yang kalah pada saat di adu.

Referensi :

Geertz, C. (1972). Deep Play: Notes on the Balinese Cockfight. Daedalus, 101(1), 1–37.

Kompas.com. (2015). CS File “Mengamati Budaya Tajen atau Sabung Ayam di Bali”. Diakses pada 6 Maret 2022 dari https://regional.kompas.com/read/xml/2015/11/18/22400091/CS.File.Mengamati.Budaya.Tajen.atau.Sabung.Ayam.di.Bali.

ROSEBERRY, W. (1982). Balinese Cockfights and the Seduction of Anthropology. Social Research, 49(4), 1013–1028.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun