Kendaraan listrik (KL) telah menjadi salah satu solusi yang menjanjikan untuk mengatasi masalah polusi udara dan perubahan iklim. KL diklaim lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan emisi gas buang. Selain itu, KL juga memiliki tenaga yang lebih besar dan biaya operasional yang lebih rendah.
Namun, di balik keunggulannya, KL juga memiliki sisi gelap yang kerap dilupakan. Sisi gelap ini mencakup berbagai aspek, mulai dari proses produksi, ketersediaan infrastruktur, hingga dampak lingkungan.
Proses Produksi
Proses produksi KL membutuhkan sejumlah bahan baku, seperti baterai, motor listrik, dan komponen elektronik lainnya. Bahan baku ini sebagian besar berasal dari sumber daya alam yang tidak terbarukan, seperti nikel, litium, dan kobalt yang dapat habis suatu saat nanti.
Penambangan Kobalt
Penambangan kobalt sering kali dilakukan di negara-negara berkembang, seperti Kongo dan Indonesia. Kondisi kerja di tempat penambangan kobalt seringkali buruk, dengan pekerja yang dibayar rendah dan tidak memiliki perlindungan yang memadai. Selain itu, penambangan kobalt juga dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, seperti pencemaran air dan tanah.
Berikut ini adalah beberapa contoh kondisi kerja yang buruk di tempat penambangan kobalt:
- Pekerja dibayar rendah dan tidak memiliki jam kerja yang teratur.
- Pekerja sering kali bekerja di bawah tanah dalam kondisi yang gelap dan pengap dikarenakan minim cahaya dan kurangnya oksigen yang memadai.
- Pekerja tidak menggunakan alat keselamatan yang memadai, sehingga rentan terluka atau terkena penyakit.
Berikut ini adalah beberapa contoh kerusakan lingkungan akibat penambangan kobalt:
- Pencemaran air oleh limbah penambangan.
- Pencemaran tanah oleh limbah penambangan.
- Perusakan hutan untuk membuka lahan penambangan.
Produksi Baterai
Produksi baterai KL juga menghasilkan emisi gas rumah kaca. Hal ini disebabkan oleh penggunaan energi fosil dalam proses pemurnian bahan baku dan pembuatan baterai.