Pada saat masih di sekolah, sering sekali kita bangga atas peningkatan ekspor sebagai cadangan devisa. Cadangan devisa mempengaruhi penguatan nilai mata uang. Dan sangat senang rasanya jika mata uang rupiah menguat. Tapi jika berbagai komoditas di Indonesia menjadi barang-barang ekspor. Bukan berarti ini selalu baik kepada negara Indonesia.
Bukankah kita bangga jika ekspor kita besar bahkan melampaui impor?
Secara teoritis kita sungguh bangga jika Indonesia menguasai pasar internasional yang dipenuhi barang-barang yang diproduksi di Indonesia. Tapi tahukah kalian negara dengan salah satu negara ekspor dan impor di dunia, Tiongkok tidak pernah mengekspor beras. Padahal Tiongkok memproduksi beras dengan skala yang sangat besar. Meskipun produksi beras yang besar tidak pernah mengekspor beras ke luar negeri.Â
Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia tentu sebagai negara agraris memproduksi beras dengan skala besar sama halnya dengan di Tiongkok. Tapi bedanya di Indonesia dengan bangga mengekspor beras ke luar negeri. Ya memang pantas kita bangga karena Indonesia memiliki peran dalam ketahanan pangan di Internasional dengan mengekspor beras di luar negeri. Tapi yang ironisnya, kita juga negara pengimpor beras. Lah kok bisa begitu. Itulah yang terjadi di Indonesia. Pada intinya kita masih defisit dalam hal produksi beras dibandingkan dengan konsumsinya. Tapi sungguh anehnya Indonesia juga mengimpor beras.
Hal ini yang menyebabkan adanya persaingan beras impor dan beras lokal. Ini juga yang menyebabkan harga beras di Indonesia tidak pernah stabil. Karena persaingan harga dan kualitas beras menyebabkan beras lokal mengalami kekalahan di pasar di negeri sendiri.Â
Kita harus menghentikan ekspor beras dengan fokusnya di pasar nasional terlebih dahulu. Tidak hanya timah dan produk mineral yang barang mentah yang dihentikan ekspornya. Tapi banyak komoditas pertanian yang juga dihentikan ekspornya. Minyak kelapa sawit jangan sampai lebih mengorientasikan pada ekspor daripada memenuhi pasar dalam negeri. Hal ini pernah terjadi dalam kelangkaan minyak goreng di dalam negeri padahal minyak kelapa sawit di Indonesia adalah yang terbesar jumlah produksinya.
Semoga pasar komoditas pertanian dan pangan tidak dikuasai oleh pemain-pemain lama yang telah memonopolinya. Semoga cepat pemerintah mengambil alih kontrol yang selama ini dipegang oleh pemain lama. Semoga petani tambah makmur dan kebutuhan pangan terpenuhi oleh semua kalangan.Â
Semoga Bermanfaat. Salam Ketahanan pangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H