Mohon tunggu...
Empu Gandring
Empu Gandring Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menjadi Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tahta untuk Rakyat

31 Agustus 2012   06:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:06 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kamis, 30 Agustus 2012, merupakan saat yang telah lama dinantikan oleh masyarakat Jogja khususnya dan masyarakat Indonesian umumnya. Setelah sepuluh tahun tertunda (baca: terbengkelai), RUU keistimewaan Jogjakarta ini akhirnya diputus lewat sidang paripurna di DPR yang relatif mulus tanpa interupsi yang berarti menjadi UU Keistimewaan Jogjakarta. Mengingat prosesnya yang begitu lama dan alotnya perdebatan tentang UU ini, pantaslah masyarakat Jogja berlega hati karena kekhawatiran akan kekosongan kepemimpinan di DIY dapat dipastikan dengan berlakunya UUK ini.

Sebelumnya, kita tentu masih ingat dengan tuntutan rakyat Jogja yang ngotot diberlakukannya cara penetapan bagi Sultan Jogja dan Sri Paduka Pakualam sebagai gubernur dan wakil gubernur DIY. Berbagai elemen masyarakat Jogja begitu aktif menyuarakan dukungan mereka atas mekanisme penetapan ini. Secara pribadi maupun berkelompok, mereka melalukan beragam aksi (dari yang serius sampai banyolan dan parodi politik yang menggelitik) yang ditujukan kepada pemerintah pusat untuk memenuhi aspirasi mayoritas masyarakat Jogya. Dalam banyak hal, aksi-aksi tuntutan ini menunjukkan betapa masyarakat Jogja memang "istimewa" karena upaya yang mereka lakukan seringkali mendemonstrasikan kreatifitas yang tidak hanya menghibur tetapi juga mencerahkan pikiran. Sebagai contoh, isu tentang keistimewaan Jogja mampu diterjemahkan oleh Jogja Hip Hop Foundation yang menyampaikan aspirasinya lewat hip-hop Jawa yang orisinil. Atau pawai-pawai budaya yang unik dan menarik untuk ditonton. Lepas dari segala hiruk-pikuk yang sebelumnya mewarnai pengesahan UUK ini, ada beberapa hal yang patut kita cermati.

Pertama, UU Keistimewaan Jogja ini memerintahkan Sultan dan Sri Paduka Pakualam untuk tidak menjadi anggota partai politik untuk dapat ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur. Meskipun memunculkan pro dan kontra mengenai persyaratan ini, amanat dan semangat yang terkandung dalam UU ini patut diacungi jempol. Pasalnya, posisi gubernur yang dilekatkan pada kedudukannya sebagai raja Jogja merupakan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Sebagai gubernur dan sekaligus Raja Ngayogyokarto Hadiningrat, Sultan harus nonpartisan. Beliau adalah pemimpin yang mengayomi seluruh rakyat Jogja yang majemuk tanpa melihat suku, agama, ras, aliran politik, dan kepercayaan mereka. Menjadi raja berarti menjadi junjungan dan sembahan dari semua rakyatnya. Kalau Sultan menjadi anggota atau bahkan menduduki posisi penting dalam salah satu partai politik, beliau akan cenderung memanfaatkan posisinya demi kepentingan partainya. Bisa jadi, posisinya yang kuat sebagai raja dan gubernur akan menimbulkan konflik kepentingan.

Kedua, UU keistimewaan Jogja ini semakin menegaskan gagasan yang telah dirintis oleh Sultan Hamengkubuwono IX bahwa tahta kesultanan Jogjakarta adalah tahta yang dipersembahkan untuk rakyat. Menjadi sultan Jogja berarti menomorsatukan kepentingan rakyat. Hal ini berarti bahwa anggapan yang selama ini dipercaya masyarakat luas bahwa feodalisme tumbuh subur di kalangan masyarakat Jawa dengan sendirinya dipatahkan. HB IX memelopori ide "tahta untuk rakyat" dengan kesadaran penuh bahwa kemakmuran dan kesejahteraan kesultanan Jogja sangat dipengaruhi oleh kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Bila rakyat makmur dan sejahtera, kesultanan pun akan makmur dan sejahtera. Begitu pula sebaliknya. Mengutamakan kesejehteraan dan kemakmuran rakyat adalah ideologi dan strategi jitu yang seharusnya dijalankan oleh seorang sultan untuk memimpin rakyat Jogja. Sebagai raja dan sekaligus eksekutif pemerintah daerah, beliau harus menjadi panglima untuk melayani dan mengayomi semua rakyat Jogja.

Pemberlakuan UU keistimewaan Jogjakarta tentu memberi optimisme dan harapan positif bagi seluruh rakyat Jogjakarta. Terutama bila dikaitkan dengan lepasnya keterikatan Sultan dengan partai politik. Setiap warga Jogja pasti berharap tahta yang melekat dalam diri kepala daerah akan dipersembahkan demi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun