Mohon tunggu...
Empu Gandring
Empu Gandring Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menjadi Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

69 dan AU

2 Mei 2012   07:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:50 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kasus nopol kendaraan palsu yang sempat merecoki kenyamanan keseharian ketua umum PD Anas Urbaningrum (AU) telah tutup buku. Pihak Polri sendiri telah menyatakan bahwa kasus ini sudah ditutup, logika hukumnya tidak perlu dilanjutkan alias selesai. Sekedar menyegarkan ingatan kita, kasus ini diangkat dari kejelian para wartawan yang meliput pemanggilan istri AU, Athiyyah Laila, ke KPK untuk memberikan keterangan seputar proyek Hambalang beberapa waktu lalu. Didampingi AU,  Athiyyah Laila memenuhi pemanggilan KPK dengan mengendarai sebuah Kijang Innova bernopol: B 1716 SDC. Melalui kejelian wartawan, ternyata nopol yang sama juga digunakan oleh AU untuk tunggangan mewahnya Toyota Vellfire.

Tulisan ini tak hendak mempersoalkan persoalan hukum pemalsuan nopol oleh AU. Apalagi secara hukum Polri telah menutup kasus ini. Yang menarik dari kasus ini adalah penelusuran nopol asli dari kedua kendaraan yang berbeda ini. Usut punya usut, nopol asli kijang Innova yang dikendarai Athiyyah adalah B 1584 TOM, sedangkan untuk Toyota Vellfire adalah B 69 AUD. Nopol kendaraan yang disebut belakangan ini sungguh menarik untuk dikutak-katik.

Pertama, tiga abjad AUD di belakang nomor jelas hendak menyampaikan kepada khalayak, terutama penegak hukum (baca: polantas),  identitas pemiliknya. AUD merupakan inisial dari Anas Urbaningrum Demokrat. Inisial ini penting bagi pemiliknya sebagai sinyal bagi petugas kepolisian di lapangan bahwa di dalam kendaraan ini, duduk bos besar partai penguasa. Inisial ini secara tidak langsung menebar ancaman "jangan macem-macem karena aku AU, ketum Demokrat."  Setiap kali kendaraan ini melintas di jalan, petugas lapangan harus sigap memberi jalan lapang, bila perlu melalui pengawalan, di tengah kemacetan. Bak raja, inisial AUD memberi warta kepada siapa saja untuk menyingkir dan memberikan kemudahan bila kendaraan ini melintas di jalan raya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa inisial nopol kendaraan digunakan sebagai simbol bagi para penguasa dan pengusaha besar untuk mempermudah mobilitas mereka di tengah kemacetan Jakarta. Tak seorang pun petugas lantas di lapangan yang ingin mencari perkara dengan menghentikan kendaraan bernopol khusus meskipun kendaraan ini melanggar peratulan lantas.

Kedua, kita semua tahu bahwa nopol di Jakarta terdiri atas kode area (B), empat angka di tengah, dan tiga abjad di belakang. Setiap nopol yang kurang dari empat angka di tengah adalah nopol khusus atau spesial. Nopol semacam ini diperoleh secara khusus pula. Setidak-tidaknya, si pemilik harus merogoh koceknya lebih dalam untuk mendapatkannya. Semakin sedikit digitnya semakin dalam kocek yang harus dirogohnya.  Sekarang coba kita cermati nopol tunggangan sang ketum: B 69 AUD. Alamak... 69. Saya tidak tahu pertimbangan apa yang dipakai AU sehingga ia memilih angka ini untuk tunggangan mewahnya. Khalayak tentu paham bahwa 69 mengasosiasikan gaya tertentu ketika sepasang sejoli sedang bercumbu, ber-ML. Lha! Kog angka ini dipakai AU untuk nopol kendaraannya. Nopol ini lebih pantas dan lebih cocok dipakai oleh juragan sex toys atau pakar seksologi seperti Dr Boyke! Atau, maaf... barangkali posisi 69 merupakan gaya ML favorit AU. Ah... entahlah. Yang jelas, pilihan nopol ini sungguh sangat tidak cerdas untuk pribadi sekaliber AU yang terkenal santun, berwawasan luas, dan politikus yang mumpuni. Atau, jangan-jangan dunia politik kita memang tidak pernah terlepas dari persoalan esek-esek sebagaimana juga terindikasi dalam beberapa kasus asusila yang menimpa para politikus kita. Nopol ini seperti mengonfirmasi bahwa politik dan seks itu "ngeri-ngeri sedap" (meminjam istilah Sutan Batugana saat mengomentari beredarnya video porno mirip anggota dewan yang terhormat yang saat ini menghebohkan dunia perpolitikan kita). Atau, maaf... nopol 69 ini memang mencerminkan kepribadian dan perilaku hodonis, termasuk juga gaya ber-ML, pemiliknya. Aduh...! Mau dibawa kemana nasib rakyat kalau perilaku para politikus yang mereka percaya ternyata lebih mementingkan kenikmatan (seks) ketimbang penderitaan rakyatnya?

Sekali lagi maaf kalau interpretasi ini agak kelewatan. Tetapi bukankah hak setiap orang untuk menyatakan pendapat, memaknai, dan memberi  interpreatasi atas peristiwa yang terjadi di panggung perpolitikan kita yang amburadul ini? Rakyat hanyalah penonton dan pengamat. Sebagai penonton, hal yang bisa dilakukan adalah bersorak dan bertepuk tangan manakala ada sesuatu yang menarik.  Sebagai pengamat, rakyat mengingatkan bahwa segala gerak-gerik para elit pilihan mereka senantiasa dipantau. Juga ketika mereka melakukan hal-hal yang nampaknya sederhana, seperti pemilihan nopol kendaraan sebagaimana dilakukan sang ketum PD, Anas Urbaningrum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun