Mohon tunggu...
Gandhi Kuntoyudho Danova
Gandhi Kuntoyudho Danova Mohon Tunggu... Lainnya - Berbahagialah!

Halo!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketakutan Memegang Kendali Tersembunyi

30 Desember 2021   22:10 Diperbarui: 30 Desember 2021   22:12 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Dalam ketakutan manusia akan bertindak primitif dan egois atau bahkan brutal”

Apakah kalian yakin? Saya pribadi sih pertama membacanya biasa aja tapi setelah dipikir-pikir ada benernya. Ketakutan disini sangat luas dan kompleks. Dari kegiatan sehari-hari saya belajar menerawang lebih jauh maksud kalimat tadi dan sedikit mempelajarinya. Hal ini mengingatkan juga peristiwa yang telah lalu dan mengupayakan ingatan itu mengecek lebih dalam “bener ga sih ini”

Salah satu pengalaman yang saya ingat dan sedikit menakutkan ialah waktu naik gunung. Kegemaran naik gunung sebenarnya belum cukup lama ya, baru berjalan empat tahun kebelakang ini dan belum juga banyak gunung yang didaki. Melewati perjalanan malam gelap gulita, melintas tebing curam, terdengar suara hewan yang asing, hujan tiba-tiba, gemuruh petir, badai kabut sepertinya cukup buat nyali ciut. Dan ini cukup juga menjadi satu objek untuk melihat benarkah teori diatas atau setidaknya kalimat itu.

Dalam hal primitif saya pernah menemukan kebenaran kalimat itu. Salah seorang teman mendaki ketika pagi hari ia bercerita bahwa semalam ia buang air besar di samping tenda tempat kita tidur dan tanpa menggali tanah terlebih dahulu. 

Bisa dikatakan tempat itu terbuka untuk sebuah budaya pup jaman sekarang atau tradisi pendaki umumnya bahwa buang air besar selaiknya dilakukan bukan ditempat camp dan jalur pendakian dan harus membuat galian untuk kotoran tersebut. Teman tersebut mengatakan, gelap malam itu sangat pekat, dingin luar biasa dan ia takut kalau harus keluar tenda jauh dan tak ada teman yang menemani (karena kita semua tidur).

Ya, yang dilakukan teman saya itu tindakan primitif. Sebuah definisi kehidupan manusia dalam tatanan budaya lama yang belum mengenal budaya kini tepat menggambarkan hal tadi. Masyarakat pemburu-pengumpul, moyang kita semua sebelum adanya revolusi pertanian belum lah mengenal rumah atau kamar mandi dan hidup berpindah-pindah (Nomaden). 

Dalam situasi takut membuncah itu salah satu teman saya melakukan hal itu karena terpojok oleh rasa takutnya dan rela menerobos budaya masa kini yang serba serbi kegiatan ada tempatnya: boker di kamar mandi, seks di kamar tertutup, ibadah di tempat ibadah. Dan bahkan untuk sekedar ngopi ya di café dong.

Ketakutan ialah hal yang fiksi karena tidak terlihat dan sama seperti ego manusia. Bertindak egois dalam situasi takut itu lebih mudah diejawantahkan. Dalam hal lebih serius semisal kasus Covid-19 saat masker, vitamin dan susu beruang langka. Banyak masyarakat berbondong-bondong datang ke supermarket untuk memborong semua kebutuhan pokok menghadapi pandemi tanpa berpikir bagaimana mereka yang lain tidak kebagian dari tindakan yang didorong rasa takut itu. Ego tidak bisa dijelaskan secara abstrak seperti apa. Ego tidak berbentuk selain efek yang telah dihasilkan darinya.

Dengan dua kasus tadi hipotesa dari kalimat tadi bisa diterima bahwa ketakutan ialah semacam energi yang bisa mendorong manusia menerabas budaya umum atau bertindak serakah pada sesamanya. Contoh lebih umum lagi ialah bagaimana gereja pada abad pertengahan memberangus segala ilmu pengetahuan karena ketakutan mereka bahwa ilmu pengetahuan, sains dan ajaran para filsuf akan mengalahkan dogma-dogma injil. 

Fenomena itu yang saya rasa terjadi hingga masa kini namun mungkin dalam bentuk yang lebih halus atau dengan corak yang berbeda. Merasa dominan ditengah lingkup sosial tertentu, merasa paling suci karena berbekal ajaran dari langit maka juga akan merasa bisa  menghalalkan segala cara untuk menghancurkan segala yang berbeda dari dirinya. Yang salah bukan kitab dan ajarannya, melainkan rasa takut didominasi dan rasa takut tersaingi dari diri manusia itu sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun