Mohon tunggu...
Gandhi Kuntoyudho Danova
Gandhi Kuntoyudho Danova Mohon Tunggu... Lainnya - Berbahagialah!

Halo!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Praktik Lancung Membungkam KPK

4 November 2021   11:20 Diperbarui: 4 November 2021   11:28 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu yang menjadi agenda reformasi 1998 ialah pemberantasan KKN. Menanggapi aspirasi publik kala itu tak lama kemudian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lahir. Sebagai anak kandung reformasi KPK tak memiliki orientasi lain selain mengentaskan praktik maling para elit negeri ini. KPK yang sewaktu masih independen tak lain dan tak bukan merupakan lembaga yang merepresentasikan betapa tidak percaya publik pada instansi pemerintah dalam mengatasi permasalahan korupsi. Itu terbutkti dari berbagai macam kasus korupsi di negeri ini sudah menjalar keseluruh lapisan dari rumpun eksekutif, legislatif hingga lembaga peradilan yang dianggap suci.

Anggapan beberapa orang yang mengatakan “KPK kini bukan KPK yang dulu” sangat tepat dan berdasar. Mulai dari terpilihnya Firli Bahuri menjadi ketua KPK, lalu berlanjut dengan revisi undang-undang KPK dan terakhir tes wawasan kebangsaan abal-abal dalam rangka pengangkatan pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara. Tiga kejadian yang berlangsung sangat berdekatan dan berurutan satu-persatu membuat nalar sehat seseorang akan sangat sulit menepis anggapan tak adanya intervensi pemerintah pada lembaga anti rasuah itu.  

Pertama,terpilihnya Firli Bahuri sebagai ketua KPK sudah mencederai hal paling dasar. KPK yang lahir sebagai wujud ketidakpercayaan publik pada lembaga penegak hukum negeri in justru dipimpin oleh seseorang jendral polisi. Selain itu Firli merupakan pegawai yang sudah melanggar etik kerja KPK saat masih menjabat Deputi Penindakan ketika menemui Zainul Majdi. Padahal Zainul yang saat itu merupakan Gubernur Nusa Tenggara Barat berstatus terperiksa dalam kasus penyelidikan dugaan suap PT. Newmont Nusa Tenggara Barat. KPK sebagai lembaga yang selalu berusaha untuk mengedepankan integritas bagi para pegawainya justru diruntuhkan oleh pimpinannya sendiri. Tak mengagetkan juga jika akhirnya firli jugalah yang mengusulkan soal tes wawasan kebangsaan dalam rangka alih status pegawai KPK.

Kedua, Revisi undang-undang KPK sebagai tahap pelucutan tugas wewenang KPK. Bagaimana bisa produk undang-undang yang seharusnya diperbaharui untuk mengoptimalkan kinerja lembaga namun ini malah mengebiri ruang gerak lembaga tersebut. Hasil revisi yang menyebutkan para pegawai KPK merupakan ASN dan KPK masuk kedalam rumpun lebaga eksekutif jelas mencederai independensi KPK. Belum lagi adanya dewan pengawas yang berpotensi pada intervensi berlebihan pada prinsip kerja KPK. Ketiga, KPK benar-benar dihancurkan saat tes wawasan kebangsaan abal-abal dalam rangka alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara. Para pegawai KPK berintegritas dan telah berperan besar dalam pengungkapan kasus korupsi kakap dinyatakan tidak lulus dalam tes tersebut.

Dalam kurun waktu kurang dari tiga tahun KPK yang dulu begitu bertaji, sangat disegani dan begitu diapresiasi publik berubah seperti macan ompong. Anak kandung reformasi itu kini telah dikalahkan oleh kekuasaan. Slogan-slogan perang melawan korupsi dari para kontestan politik ketika mereka berkampanye hanyalah pepesan kosong. Rezim otoriter yang anti kritik serta menolak kompromi adalah satu-satunya pihak yang harus bertanggung jawab. Tidak berlebihan rasanya menyebut rezim saat ini tak ada bedanya dengan rezim Orde Baru. Hal itu sejalan dengan indeks demokrasi negara kita yang menurun. Membungkam KPK sama saja dengan membungkam jutaan aspirasi rakyat yang menghendaki pemberantasan KKN.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun