Manusia memang mahluk, yang tidak tahu berterima kasih. Terutama keluarga yang memeliharaku. Setiap hari, tanpa diminta. Aku selalu bangun subuh dan langsung berkokok untuk membangunkan mereka, yang masih terlelap tidur.
Tujuanku baik. Biar anaknya segera bangun dan tidak terlambat berangkat sekolah. termasuk juga membangunkan karyawan-karyawan pabrik, yang banyak mengontrak di sekitar sini. Supaya tidak terlambat masuk kerja.
Kadang suaraku jadi serak-serak basah, saking semangatnya aku berkokok membangunkan mereka. Tapi, apa yang aku dapat? Kepalaku malah digetok pakai sapu, oleh mpok saidah. Istrinya pak Erte.
"Pletak!"
"Eh, berisik tau!" Umpat perempuan gembrot itu marah.
Masak aku mesti berkokok dengan mode on getar. Enggak lucu, kan? Hadeeew!
Bukan sekali itu saja aku menerima perlakuan kurang menyenangkan dari mpok Saidah. Pernah juga aku ditimpuknya dengan sandal jepit. Cuma gara-gara buang hajat di teras rumahnya. Benar-benar tidak punya rasa perikeayaman, pokoknya. Sadis!
Sekali waktu, perempuan gembrot itu menyuruh anaknya memberi aku makan. "Entooong...! Si jago kasih makan, sonooo..!" Entah Kenapa Istrinya Pak Erte ini, selalu teriak kalau nyuruh-nyuruh.
Mendengar namaku disebut. Aku langsung mendekat dan bersiap meyantap hidangan yang akan diberikan untukku. Sepiring nasi yang sudah dicampur air, ditaruh di tempat biasanya. Â Tapi aku malah kehilangan selera makan. karena nasi yang dihidangkan untukku sudah basi dan tidak layak lagi untuk dikonsumsi.
"Ini pelecehan, namanya! Mentang-mentang aku ayam, jadi seenaknya saja mereka memberi makan nasi basi. Aku bukan ayam kemarin sore, yang tidak bisa membedakan makanan mana, yang layak atau tidak untuk dimakan. Huh!"
Biar kata ayam, aku selalu memperhatikan nilai gizi yang terkandung dari makanan yang aku konsumsi. Karena aku ini ayam petarung yang menguasai daerah ini. Sudah banyak ayam tetangga yang aku bikin keok dan lari terbirit-birit. Tidak sedikit pula ayam-ayam betina, yang menaruh hati padaku. Sungguh!