Love looks not with the eyes, but with the mind,
And therefore is winged Cupid painted blind.
― William Shakespeare, A Midsummer Night’s Dream
Apakah kamu pernah merasakan seperti apa jatuh cinta? Jatuh cinta itu bikin kita tidak bisa tidur, suka senyum-senyum sendiri, tangan dan kaki kamu dingin dan kadang kamu merasa seperti merinding, tapi yang paling terasa itu sensasi di dada kamu. Kemudian dibenak kamu bertanya-tanya, “Apa yang terjadi dengan hubungan kita yang berbeda agama?”. Dan disitu kamu takut untuk jatuh cinta lebih dalam dan hubungan kamu dengan dia mulai penuh dengan tanda tanya. Di dalam kepalamu muncul wajah orang tua dan teman-temanmu dari yang berwajah sinis dan bahkan menghakimi. Tulisan ini adalah pengalaman pribadi saya dan mudah-mudahan kamu bisa belajar dari pengalaman ini.
Pacar pertama beda agama tetapi satu keyakinan, kandas dalam hitungan satu bulan. Pacar kedua sama agama, kandas dalam hitungan satu tahun lewat tiga bulan. Pacar ketiga beda agama dan berakhir dipelaminan setelah empat tahun. Dari pengalaman tiga kali pacaran, saya mempunyai kesimpulan, pertama, meski beda agama tetapi satu keyakinan dan sama agama belum menjamin bahwa dia bisa menjadi istri atau suami kita. Kedua, bisa saja jodohmu dari yang berbeda agama. Jadi buat kamu yang punya pacar beda agama, kamu masih punya kesempatan. Tetapi sebelumnya, izinkan saya membagi pengalaman ini untuk kamu.
We accept the love we think we deserve.
― Stephen Chbosky, The Perks of Being a Wallflower
Buat saya jodoh itu ada ditangan yang mahakuasa. Sebagai manusia, saya cuma pasrah dan berusaha. Jadi saya tidak terlalu pusing dengan agama yang dianut oleh pasangan saya. Saya sering mendengar betapa sulit hidup dengan pasangan yang berbeda agama bahkan ada yang menyesali kenapa dari awal dia masih bertahan dengan pacarnya yangberbeda agama padahal sudah diperingatkan oleh orang tua. Tetapi saya juga sering mendengar dan membaca kisah-kisah keluarga yang hidup berbeda agama dalam satu rumah, membesarkan anak-anaknya dan memberi pilihan kepada anaknya untuk memilih keyakinannya sendiri. Ada satu pasangan yang sedang melangsungkan pernikahan sampai diancam oleh orang tuanya dengan golok di depan pintu sampai-sampai pernikahannya dilangsungkan secara tertutup, akhir cerita orang tuanya mau menerima mereka kembali. Disitu ada kisah bahagia dan ada kisah sedih dan kami punya pilihan untuk memilih kisah mana yang akan kami jalani.
It is better to be hated for what you are than to be loved for what you are not.
― André Gide, Autumn Leaves
Ada berbagai alasan saat kamu memilih untuk tidak berpacaran dengan orang berbeda agama. Alasan-alasan tersebut antara lain, orang tua tidak mengijinkan, tidak ingin meninggalkan agama yang sudah kamu anut sejak kecil, ingin mencari pasangan yang bisa menuntun ke jalan yang benar, dengan pasangan yang sama agama bisa membuat kamu lebih bertaqwa, menjalankan perintah agama, mempunyai satu tujuan dalam membangun rumah tangga, jika berbeda agama sulit untuk membesarkan anak-anak, dan alasan-alasan lain. Apakah kita pernah berpikir bagaimana jika jodoh kamu yang diberikan oleh yang mahakuasa setelah kamu bekerja keras mencarinya adalah orang yang berbeda agama? Bukankah yang mahakuasa memberikan kepada kamu yang terbaik untuk hidup kamu? Kamu berbeda dengan makhluk lain di dunia ini karena kamu punya pilihan.
Jadi menurut saya, yang mahakuasa itu jangan disamakan dengan manusia. Jalan yang kamu pilih dan keputusan yang kamu buat adalah keputusanmu sedangkan orang lain diluar dirimu hanya memberi petunjuk yang menurut mereka (dengan pengalaman dan keyakinan mereka sendiri) jalan apa yang terbaik yang perlu kamu tempuh. Ada yang hanya menunjukkan jalan tapi ada juga yang memaksa dan mengancam kamu harus lewat jalan ini. Akan tetapi pilihan dan keputusan itu ada padamu, apakah kamu ingin membahagiankan dirimu, membahagiakan diri orang lain atau membahagiakan dirimu dan orang lain.
Pilihan saya jatuh pada membahagiakan diri saya dan orang lain. Ketika kami berpacaran, kami tidak pernah mempermasalahkan keyakinan yang kami anut. Pasangan saya membebaskan dan mendukung saya untuk menjalani agama dan keyakinan saya begitu pun sebaliknya saya pun membebaskan dan mendukung dia menjalankan agama dan keyakinannya. Jadi selama empat tahun kami berpacaran, tidak pernah ada perdebatan dan perkelahian tentang siapa yang harus ikut keyakinan siapa.
Keliatan mudah yah, tetapi jangan lupa tantangan terbesar dari ini semua jatuh ke orang tua dan keluarga. Saya termasuk beruntung tidak dikejar pakai golok saat datang kerumahnya. Ada teman saya saat orang tuanya mengetahui beda agama, langsung kena vonis tidak boleh menginjakkan kaki di rumahnya. Disinilah kedewasaan kamu dan pilihan kamu diuji. Kalau kamu menyerah, mungkin itu bukan jodoh kamu. Saya memilih untuk tidak menyerah karena saya mencintainya dan saya beruntung karena kami keluar sebagai pemenang, sebagai keluarga.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!