Anies-Sandi dua hari terakhir mendapat bully-an dari para netizen pendukung Ahok-Djarot. Pasalanya, Anies-Sandi tidak berkenan menghadiri acara debat yang dilakukan oleh Kompas TV pada program “Rossi”. Para pendukung Ahok-Djarot kemudian melayangkan bully-an di media sosial dengan hastag menyinggung Anies-Sandi takut debat.
Persoalannya sebenarnya sederhana. Dalam acara debat antar kandidat mengandaikan bahwa format dan proses acara debat berlangsung secara fair. Tapi, karena stasiun-stasiun media mainstream sebagian besar dimiliki oleh pemimpin partai politik atau memiliki afiliasi dengan pasangan calon tertentu, seringkali mempengaruhi aspek-aspek professionalitas dan independensi dalam acara-acara mereka.
Persolan independensi dan professionalitas media mainstream memang menjadi persoalan tersendiri di dunia politik Indonesia hari ini. Misalnya, kita bisa melihat bagaimana pemberitaan media-media seperti Metro TV, Media Indonesia, Kompas TV, Kompas, dan beberapa media lainnya ketika menyampaikan berita tentang pemerintahan misalnya. Ada nuansa keberpihakan kepada pemerintahan dalam framing-framing mereka. Begitu pula ketika memberitakan informasi tentang pasangan calon tertentu.
Kembali ke persoalan debat yang tidak dihadiri oleh pasangan Anies-Sandi, menurut saya, hal itu sudah tepat dilakukan. Alasannya, jika acara debat tersebut, karena format programnya, tidak akan mampu mempertajam visi-misi calon, dan hanya mementingkan rating, maka tidak perlu dihadiri. Saya kira, pasangan Anies-Sandi sudah belajar dari bagaimana Anies Baswedan “dikadali” dalam debat sebelumnya di Metro TV pada program Mata Nadjwa. Apa yang mengkadali Anies Basweda bukanlah adu gagasan dengan Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, tapi pengaturan debat yang sangat terlihat dengan jelas tidak fair bagi Anies saat itu.
Saya sebenarnya penyuka acara Mata Nadjwa karena acara tersebut menghadiri berbagai tokoh dengan topik yang beragam. Tapi, sangat disayangkan mungkin karena nuansa politik di Jakarta, program tersebut mulai ikut-ikutan terkena wabahnya.
Dalam acara itu, kita bisa melihat bagai Nadjwa Shihab sebagai tuan rumah Mata Nadjwa memberikan waktu untuk menjawab bagai pasangan calon. Ketika Anies Baswedan memberikan jawaban, Nadjwa seringkali memotong jawaban tersebut dengan alasan waktu sudah habis, sementara ketika giliran Ahok yang memberikan jawaban, Nadjwa memberikan waktu lebih luang sehingga Ahok dapat menjelaskan visi-misinya dengan lebih lengkap. Tentu, perlakuan ini berpengaruh pada kelengkapan penyampaian yang tidak berimbang antara Ahok dan Anies. Karena itu, wajar sekali pada saat itu Anies terlihat geram dan emosi karena berada dalam situasi yang tidak fair dan merugikan dirinya.
Anies-Sandi tidak ingin hal tersebut terulang dalam debat-debat di media televise swasta. Jika pihak televise swasta ingin mengadakan acara debat atau adu argument antar kandidat, maka harus ada jaminan bahwa media televisi memegang prinsip-prinsip independensi, imparsialitas, dan professionalitas. Sebab, audiens yang menyaksikan program mereka berjangkauan luas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H