Gara-gara kasus Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, situasi nasional menjadi sangat tidak kondusif akhir-akhir ini. Bahkan, dampaknya juga meluas tidak hanya di Jakarta, tapi juga di seluruh daerah di Indonesia. Efek kasus Ahok memang buruk bagi rasa tentram nasional, mengganggu harmoni sosial, hambatan pembangunan sosial-ekonomi, bahkan mempengaruhi profesionalitas penegakan hukum.
Apa yang terjadi akhir-akhir ini, terutama di Jakarta merupakan anomali. Artinya, ada suasana yang tidak kondusif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pasalnya, gara-gara kasus Ahok, kebebasan berekspresi masyarakat untuk menuntut dan mengkritis pemerintah menjadi bermasalah. Hari ini, setelah proklamasi, penangkapan terhadap para pelaku aksi demonstrasi kembali diberlakukan.
Para aktivis dan tokoh agama dikriminalisasi dengan dugaan makar padahal tujuan mereka hanya untuk menyampaikan aspirasi mereka karena menganggap ada ketidakadilan karena Ahok. Karena itu, kita sebenarnya sangat menyayangkan sikap pemerintah yang terlalu “berpihak” dan “melindungi” Ahok. Hal ini akan menjadi catatan sejarah bahwa Jokowi lebih berpihak kepada Ahok daripada masyarakat. Momen ini akan dicatat sejarah bahwa pada masa Presiden Jokowi para aktivis dan demonstran ditangkap atas tuduhan yang berlebihan, yakni makar.
Masyarakat perlu mengingatkan kepada Jokowi sebagai Presiden dan Kepala Negara. Bahwa tanggungjawab konstitusional dan kebangsaan baginya untuk berdiri di tengah-tengah semua golongan. Peringatan terhadap Jokowi seharunya disampaikan oleh orang-orang disekitarnya. Sebab, Jokowi pasti memiliki rencana untuk melanjutkan tampuk kekuasaannya lima tahun lagi. Dia pasti punya keinginan untuk melaju kembali dalam Pemilu 2019. Jika dukungan Jokowi terhadap Ahok mulai dilihat publik sudah berlebihan, maka efek negative Ahok akan menjalar ke Presiden Jokowi.
Efek negatif Ahok sebenarnya sudah dirasakan oleh partai-partai pengusungnya. Terutama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Pada Pilkada serentak kemarin, cukup banyak calon kepala daerah yang diusung oleh PDI-P terhempas dari Pilkada di berbagai daerah karena PDI-P mengusung Ahok-Djarot di Pilkada DKI Jakarta. Bahkan calon kepala daerah yang diusung PDI-P yang memiliki kapabilitas dan potensial harus keok dari kontestasi Pilkada karena efek Ahok yang diusung PDI-P. Sebab, efek Ahok negative bagi citra PDI-P.
Hal ini harus dipertimbangkan oleh Presiden Jokowi jika beliau memang ingin melanjutkan kekuasaannya untuk periode kedua.
wassalam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H