Satu yang menjadi kekuatan dan "ciri" Sudirman Said yaitu kesetiaannya untuk mengawal demokrasi sebagai pilihan terbaik bagi bangsa ini. Hal itu tampak dari konsistensinya merawat dan menjaga kehidupan demokrasi kita ini menjadi semakin baik dan berharkat melalui penjagaan terhadap moral dan perilaku negatif, terutama dalam konteks politik.
Sudirman Said mengawal demokrasi ini melalui konsistensinya dalam menciptakan dan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya politik dalam kehidupan negeri. Apatisme terhadap dunia politik adalah penderitaan, pada satu level tertentu, karena di negara ini hampir semua kebijakan diatur melalui proses politik.
Melalui Institut Harkat Negeri (IHN), Sudirman Said secara konsisten memberikan pemahaman tentang pentingnya para pemuda sadar tentang kepemimpinan. Sederhana, bahwa politik harus diisi oleh orang-orang baik. Sejarah bangsa ini telah mencatatkan dengan tinta emas, bahwa pada zaman dulu, politisi bangsa ini adalah mereka orang-orang baik, berintegritas, jujur, dan cerdas. Mereka sepenuhnya mengabdi pada negeri, bukan untuk menggemukkan "perut" dan kelompoknya sendiri.
Sudirman Said secara konsisten mendorong para pemuda untuk aktif terlibat dalam politik dan proses menjadi pemimpin. Politik kita yang "buram" perlu diwarnai dengan melahirkan orang-orang baru yang mencerahkan. Hingga akhirnya ia sendiri memutuskan untuk ikut meramaikan kontestasi Pilkada Jawa Tengah 2018.
Menurut Sudirman Said, meritokrasi harus didorong sebagai upaya untuk menyokong demokrasi. Orang yang pantas, tidak bisa dilihat dari asal, keturunan, atau kekayaan tapi berdasarkan kemampuan dan potensi yang dimiliki.
Kesetiaan mengawal demokrasi ditunjukkannya pula dengan konsistensi untuk melawan korupsi sebagai musuh utama. Melalui Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), Sudirman Said secara konsisten menjadi bagian dari perjuangan untuk berbakti kepada bangsa melalui keberanian untuk melawan perilaku dan praktik koruptif di negeri ini.
Menurut Sudirman Said, musuh utama kehidupan demokratis di negeri ini adalah korupsi yang semakin menggurita dan merajalela. Tentu ini mengkhawatirkan, terutama ketika contoh buruk dipertontonkan oleh mereka yang mempunyai hak untuk membuat kebijakan, pemimpin, dan pejabat yang berkongkalikong dengan para pemburu rente untuk mengeruk uang negara menjadi kekayaan pribadi dan kelompoknya.
Salah satu keberanian yang paling nyata adalah ketika Sudirman Said berusaha membongkar kongkalikongpara pemburu rente dalam kasus Freeport yang mencatut nama Presiden. Sayangnya, Sudirman Said terlempar sementara "Si Pencatut" tetap menjadi penguasa, dibersihkan namanya, bahkan tetap menjadi pimpinan tertinggi dari lembaga negara yang terhormat meski manyandang status tersangka. Ini aneh bin ajaib, dan hanya di Indonesia. Moral bukan lagi ukuran, tapi sejauh mana bisa berkelit di balik hokum atas nama menghormati "praduga tak bersalah".
Banyak kerja dan ikhtiar yang telah dilakukan oleh Sudirman Said untuk menjadi bagian kecil dari kelompok yang dengan setia mengawal demokrasi di negeri ini, dengan "menyediakan" calon-calon pemimpin terbaik serta ikut memberantas dan berani tegas terhadap segala bentuk perilaku koruptif.
 Dari situ pulalah kita bisa membaca, bahwa ikhtiar tulusnya untuk ikut berkontestasi dalam Pilkada Jawa Tengah 2018 nanti, adalah bagian dari konsistensi untuk mengawal demokrasi di negeri tercinta ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H