Mohon tunggu...
galih pratama
galih pratama Mohon Tunggu... -

Menyatulah dengan alam, coba selami cara alam bergerak dan bereaksi, sayangi Ia. Setelah itu baru namakan dirimu manusia.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mt. RINJANI 3726 mdpl Sejuta Kabut Sejuta Cerita (PART 1)

5 Februari 2015   03:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:49 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“ Mari kita sama – sama berdoa supaya teman kita cepet dapet gusuran dan kita bisa berangkat ke rinjani.” Yap, gw masih inget banget kata-kata yang keluar dari mulut salah satu kawan gw, tepat beberapa tahun yang lalu. Semacam nggak percaya juga kalau gw akhirnya bisa berangkat ke gunung tertinggi di nusa tenggara itu, walaupun tanpa kawan gw yang mendoakan kita ini, dan juga tanpa biaya dari hasil gusuran rumah tentunya.



Dimulai dari sebuah curhat iseng yang gw lontarkan ke Gwen ( ID rinald.s ) tentang trip gw selanjutnya setelah turun dari semeru pada Oktober 2011 lalu, dia pun setuju dengan jawaban yang masih agak meragukan, lalu akhirnya setelah beberapa kali gw komporin selama 2 tahun dan dengan didukung oleh hasrat ingin bercinta yang tinggi, Gwen memutuskan untuk benar – benar ikut dalam trip ini, dan entah mengapa gw sendiri juga bingung, apa hubungannya hasrat bercinta dengan naik gunung. ??$%@&&#%%

Rencana awal yang gw buat dalam trip ini adalah dengan melewati jalur darat, nyambung-nyambung alat transportasi dari jakarta sampe sembalun, tapi setelah beberapa kali gw pikir-pikir ternyata makan waktu banyak, dan kebetulan izin cuti kita berdua sama-sama cuma dikasih seminggu, belum lagi nantinya harus ikutan terapi perenggangan otot pantat, karena perjalanan panjang tersebut pastinya bikin pantat kiri pindah ke pantat sebelah kanan karena kebanyakan, yahh kalian tau lah maksud saya. Dan akhirnya perjalanan ini pun kita putuskan untuk menggunakan jalur udara.

Singkat cerita, bersamaan dengan keputusan pak gubernur Joko Widodo menaikan upah minimum propinsi waktu itu, kita mulai untuk mengumpulkan dana, dan seiring berjalannya waktu, ada beberapa rekan yang ingin ikut dalam trip rinjani kali ini, salah satunya adalah bapak Frantino, junkieman dari kaskus OANC yang akhirnya dengan sangat disesali beliau batal untuk ikut, dan sebagai gantinya, munculah seorang anak yang tangkas dan juga pemberani (Lebay). Dialah Samsul Rifai atau biasa dipanggil Aay, jadi ibarat fase dalam industri konveksi calana dalam, inilah fase terakhir dimana pembuatan lubang ketiga untuk celana dalam tersebut, dan gw juga bingung maksudnya apaan, intinya kita berangkat bertiga, Gwen, Aay, dan Gw sendiri sebagai porter mereka berdua.

Hal yang paling memalukan adalah, ternyata kita bertiga ini belum ada yang pernah naik pesawat, yah oke, jangankan naik pesawat, lha wong ke bandara aja belum pernah, kecuali si Aay yang cukup sering bolak-balik ambil barang dari cargo, tapi tetep aja kan intinya belum pernah naik pesawat, dan dari hasil keputusan kita bertiga yang main hompimpa semalam suntuk, alhasil gw lah yang jadi korban buat beli tiket penerbangan nanti, dan saking bodohnya gw, tiket pergi dan pulang yang gw pesan, gw beli terpisah di agen travel yang terpisah pula. Gak habis pikir kenapa jadi ribet kayak gini, tapi gapapa lah, yang penting tiket udah ditangan, dan gw pun keluar dari agen travel tersebut dengan lari lompat-lompat sambil nanyiin lagunya sherina.

Dan akhirnya setelah sekian lama menununggu dengan banyak coretan silang di tanggalan kalender, tibalah hari keberangkatan, tepat pada tanggal 24 Mei 2013 pukul tiga sore langsung cabut ke terminal bis pasar minggu dengan menggunakan angkutan damri menuju bandara soetta. Setibanya di bandara, ternyata kita datang terlalu awal dari jadwal penerbangan yang tertera pukul delapan malam nanti. Hampir sekitar tiga jam kita luntang-lantung gak jelas di area terminal 1, tapi semua itu tidak terasa berkat pemandangan dari belahan pakaian pramugari yang berseliweran di area terminal.


1423056807820520464
1423056807820520464

Tepat pukul tujuh kita langsung bergerak untuk cek in, dan ketika satu-satu keril kita diangkat untuk ditimbang masuk ke bagasi, gw berdua Aay mulai nyolot dengan nada bercanda karena keril yang digendong Gwen lebih ringan 5kg dari yang kita berdua bawa. Setelah melakukan cek tetek bengek ini itu, akhirnya kita bertiga ngerasain juga bagaimana rasanya duduk di dalam kabin pesawat, rasa seneng bercampur norak mengiringi kami bertiga terbang meninggalkan hiruk pikuknya kota jakarta yang gelap diselimuti dingin malam, dan selama penerbangan kita isi dengan bercanda dalam diam sambil sesekali menahan ken*ut yang memaksa keluar untuk merasakan juga bagaimana rasanya berputar-putar didalam pesawat. Sungguh memalukan.

Tepat pukul sepuluh malam kita tiba di bandara internasional lombok, bandara yang tidak terlalu besar untuk standar internasional menurut Gw, suasana disini sudah mulai sepi, terlihat beberapa toko dan outlet-outlet sudah ditutup, hanya ada beberapa meja-meja yang ditempati oleh agen-agen perjalanan yang sudah mulai melirik kedatangan kita. Tak lama uisai menunggu barang keluar dari bagasi, kita langsung cabut menuju mataram dengan menggunakan bus damri yang sudah menunggu didepan pintu keluar bandara, setelah melewati berbagai macam tawaran dari agen perjalanan yang kecewa karena semuanya kita tolak karena biayanya terlalu mahal untuk kami bertiga.

1423056647266468247
1423056647266468247


Perjalanan dari bandara lombok menuju mataram ditempuh selama kurang lebih satu jam, dan kita turun persis di dalam pool damri sekitar pukul setengah dua belas malam. Pada saat kita turun, beberapa tukang ojek langsung menyerbu kami bertiga layaknya wartawan yang sedang meliput berita skandal pemerkosaan, beberapa tawaran membuat kita bertiga galau, akhirnya Gwen memutuskan keluar dari terminal untuk mencari penginapan dengan berjalan kaki. Menurut salah satu penumpang damri yang kita ajak ngobrol selama perjalanan, di dekat pool damri tersebut ada beberapa penginapan murah, jadi kami coba untuk mencarinya, tetapi beberapa tukang ojek tetap mengikuti kami dengan tawaran-tawaran memaksa. Satu hal yang bikin Gw dan yang lainnya kesal adalah tukang ojek yang mendahului kami menuju penginapan yang jaraknya sekitar seratus meter, sebelum kita tiba disana, mereka sudah ada ditempat terlihat sedamng berbicara kepada security di penginapan tersebut, dan setelah kami masuk, si bapak security langsung bilang bahwa penginapan untuk malam ini sudah penuh. What the faak !?? kita bertiga saling lirik satu sama lain, dan Gw yakin dugaan kita bertiga itu sama, bahwa si tukang ojek tadi sudah sekongkol dengan bapak penjaga penginapan, karena bukan kebetulan ketika mereka datang lebih dulu dari kita, mereka membicarakan soal penuhnya semua penginapan disekitar sini agar kita mau mencari penginapan ditempat lain dengan menggunakan jasa ojek yang mereka tawarkan sebelumnya, semoga dugaan Gw salah. Akhirnya kita adakan rapat kecil dan memutuskan untuk naik ojek itu dengan biaya lima belas ribu sampai kita mendapatkan penginapan.

Angin dingin bercampur aroma minuman yang keluar dari mulut si tukang ojek menemani Gw selama perjalanan, rasa ngantuk bercampur lelah sudah menggelayuti pikiran agar cepat sampai di penginapan dan langsung bercumbu dengan hangatnya kasur dan bantal. Setelah sepuluh menit menempuh jalan raya yang sepi, Gw memutuskan untuk membeli gas kalengan dulu di sebuah mini market untuk keperluan memasak nanti, karena sebelumnya kita sengaja engga beli gas karena takut kena pemeriksaan di bandara. Selesai belanja, kita berputar-putar mencari penginapan yang ternyata rata-rata penuh semua, bingung mau kemana lagi, sampai si tukang ojek pusing sendiri mencari dimana lagi ada penginapan yang kosong. Dan akhirnya setelah kita muter-muter gak jelas, masuk gang, keluar gang, tibalah kita di sebuah homestay yang kosong dengan bapak penjaga tua yang terlihat berjalan sempoyongan menghampiri kami layaknya zombie di film resident evil dengan gergaji mesin ditangan siap untuk menebas leher siapa saja yang telah mengganggu tidurnya. Satu hal yang bikin gw jadi tambah kesel sama tukang ojek yang kita tumpangi adalah pada saat kita mau membayar ongkos, mereka minta tambahan lebih dari yang kita sepakati tadi, memang dari awal Gw udah curiga sama mereka yang sangat-sangat memaksa kita untuk naik ojeknya, akhirnya dengan biaya 60 ribu untuk tiga orang mereka pun pergi dengan menggerutu gak jelas.

Waktu menunjukkan pukul setengah satu malam, binatang-binatang didalam perut sudah mulai mengaum dan menggonggong gak karuan, perut Gw laper bray, Gwen juga sama, akhirnya gw berdua berencana buat mencari sebungkus nasi di pinggir jalan, sementara si Aay jaga sambil membereskan beberapa celana dalam yang ingin digantinya selama dipakai dalam penerbangan, mungkin ada cairan yang keluar di dalam celana dalamnya saat pesawat mengalami turbulensi.

Sementara itu, Gw dan Gwen bingung, apa yang mau kita beli buat makan malam- malam begini? akhirnya kita berjalan keluar penginapan, dan sekali lagi, kita membangunkan bapak-bapak penjaga penginapan yang masih memegang gergaji mesin untuk membukakan pintu. Setelah sepuluh menit berjalan, terlihatlah warung tenda didepan sebuah mini market dengan beberapa anak-anak muda sedang nongkrong yang terlihat dari kejauhan. lalu kita hampiri tenda tersebut, ternyata mereka menjual makanan khas lombok, Ayam Bakar Tarigan. hmmmm Taliwang maksudnya, setelah lama melakukan rapat paripurna akhirnya kita pilih menu sate usus yang mungkin bagi kita rasanya sama dengan ayam, karena harga ayam taliwang di warung tersebut terlalu mahal untuk ukuran kantong kita berdua,. Nasi Dua bungkus dengan beberapa tusuk sate usus dan sambal khas lombok pun kita bawa kembali ke penginapan. Setelah masuk kedalam gang, kejadian buruk terjadi, anjing-anjing penghuni rumah keluar dari tempat persembunyiannya, memperhatikan kita berdua dari kejauhan sambil bergonggong keras, Gw sempet ngeri denger suara anjing-anjing tersebut, gw gak mau pulang lagi ke jakarta dengan betis penuh luka dan berdarah-darah akibat gigitan anjing-anjing yang mungkin tau bahwa pada saat itu kita sedang membawa makanan khas lombok. Ayam Tarigan! Setelah diam beberapa saat dan mengumpulkan tenaga dalam, akhirnya kita berjalan perlahan melewati kerumunan anjing yang entah ada berapa ekor di sepanjang jalan menuju penginapan tersebut. Sambil sesekali Gwen berusaha buat nenangin gw supa gak melakukan gerakan mendadak, akhirnya kita bisa melewati rintangan tersebut. Sial !! mendingan gw di palak preman lombok daripada ngerasain gigitan anjing-anjing itu sambil ngatain anjing luh! anjing luh!

Tarik nafas dalam-dalam, lakukan gerakan kayang dan pada hitungan ke delapan kita tiba di depan gerbang penginapan. Dan lagi-lagi kita kembali membangunkan si bapak-bapak zombie penjaga penginapan yang sedang tidur lelap, dan kali ini beliau membawa senapan gajah, siap untuk membunuh kita berdua. mohon maaf pak, perut kami lapar.

Didalam kamar, Aay sudah melakukan gerakan yoga di atas kasur, ketika kita sedang berkelana di jalanan rantau, di jegat anjing-anjing, dan hampir dibunuh sama si bapak zombie yang sudah tiga kali kita bangunkan dalam satu malam, dia dengan asiknya berleha-leha diatas kasur. Gak peduli apa yang dilakukan Aay, gw berdua Gwen langsung membuka bungkus nasi dan sate usus yang kita beli tadi, dan ambil posisi perang. lalu habiskan !

142305980079904629
142305980079904629

Setelah kenyang dengan logistik dadakan yang kita beli, kami bertiga mulai menyulap tempat tidur yang sebelumnya di tata terpisah dalam satu kamar itu menjadi sebuah spring bed ala kos kosan. Kami tidur bertiga dalam dua ranjang. Lelah menempuh perjalanan hari ini, malam semakin larut, mata pun mulai terlelap, perut sudah kenyang, anjing sudah tidak lagi menggonggong, dan si bapak penjaga mungkin sudah pergi meninggalkan pekerjaannya sebagai penjaga penginapan dan mencari pekerjaan lain yang bisa membuat ia tidur tanpa diganggu cecunguk-cecunguk di kamar ini. Setelah hampir masuk kedalam alam bawah sadar, tiba-tiba gw teringat akan kamera yang mau gw cas batrenya sebelum nanjak besok pagi. Setelah gw cari, ternyata benar, kamera pocket kesayangan gw gak ada didalem tas. cuma ada handycam tua yang lampunya sudah berkedip minta di isi ulang tenaganya.

Jadi intinya, kamera gw ketinggalan di bus damri yang kita tumpangi setelah kita tiba di bandara tadi !!!!!

Kelelawar !!!

Bersambung.............

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun