Mohon tunggu...
galih pratama
galih pratama Mohon Tunggu... -

Menyatulah dengan alam, coba selami cara alam bergerak dan bereaksi, sayangi Ia. Setelah itu baru namakan dirimu manusia.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mt. Rinjani 3726 mdpl Sejuta Kabut Sejuta Cerita (Part 2)

5 Februari 2015   23:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:45 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Pocket mana pocket !?!”

“Emang tas nye lo taro mana tadi !??”

“Balik lagi ke pool Damri dah, tanyain siapa tau masih ada !?”

Terjadi sebuah kepanikan kecil saat kami sadar kalau bukan hanya kamera gue aja yang tertinggal, tetapi semua perabotan yang ada di dalam tas selempang kecil milik Gwen yang mungkin pada saat itu otaknya sedang tidak bekerja dengan maksimal, sehingga tas yang selalu dibawanya ditinggalkan oleh majikannya sendiri di atas tempat penyimpanan barang bus damri yang kami tumpangi malam tadi.

Dan akhirnya Gue berdua Gwen memutuskan untuk kembali lagi ke pool bis damri di mataram dengan menggunakan ojek liar. Kenapa ojek liar ? karena beberapa orang yang sedang asik nongkrong di warung tempat kita membeli nasi taliwang tadi kita seret untuk mengantarkan kita ke pool bis damri. Setibanya di pool, kita berdua menanyakan soal tas yang tertinggal di dalam bus yang kita tumpangi beberapa jam lalu,dan ternyata alangkah sialnya, bus terakhir yang kita tumpangi tersebut rupanya langsung berangkat menuju Senggigi, dan baru esok paginya tiba kembali ke pool di Mataram.

“Besok pagi, balik lagi aja kesini mas, nanti biar kita simpan kalo memang masih ada”. Kata seorang bapak supir yang sedang asik nongkrong di pelataran parkir terminal. Sempat terpikir kalau kita susul ke Senggigi dengan menggunakan taksi, cuma terlalu beresiko dan memakan waktu karena jarak dari kota Mataram ke Senggigi lumayan jauh. Dan akhirnya kita berdua memutuskan untuk kembali lagi ke penginapan dan kembali lagi ke terminal esok paginya.

Istirahat dengan suasana panik seperti ini benar-benar tidak enak, tidur salah, enggak tidur tambah salah, Cuma bisa berdoa, kalau memang masih rejeki,berharap besok pagi tas itu pasti kembali datang ke penginapan dengan sendirinya.



Matahari pagi perlahan mulai menerobos masuk lewat ventilasi kamar tempat kami bertiga beristirahat, diluar kamar terdengar suara penjual nasi keliling menawarkan dagangannya ke beberapa kamar untuk sarapan, si Bapak penjaga sudah tidak terlihat batang hidungnya, mungkin dia sudah mengajukan surat resign dari semalam. Tanpa banyak basa-basi, kami bertiga mulai berkemas untuk bersiap-siap berangkat menuju ke sembalun. Gw berdua Aay pakcing barang-barang, sedangkan gwen kembali lagi ke terminal damri untuk menanyakan kembali nasib tas yang ia tinggal menggunakan ojek yang sudah di pesan semalam.

14231286991042760816
14231286991042760816


Setelah beberapa saat, Gwen kembali ke penginapan dengan membawa kabar baik, tas nya kembali kedalam pelukannya, dan kamera gw pun utuh dengan semua barang-barang didalamnya. Terima kasih tuhan, engkau telah mempertemukan mereka. Dan terima kasih untuk kantor pengelola bus damri Mataram karena telah mengamankan barang-barang yang sudah ditinggal penumpang yang banyak pikiran seperti Gwen.

Pukul sembilan kami cek out dari penginapan, tidak sempat berpamitan dengan si Bapak penjaga, kita langsung cari warung nasi untuk sarapan, setelah itu mencari taksi untuk menuju terminal Mataram. Dari terminal , kita menggunakan angkutan ELF L300 untuk menuju ke Aikmel. Suasana selama perjalanan ke Aikmel cukup membuat keringat bercucuran karena udara panas kota mataram membuat kami bertiga merasa pengap dijejali penumpang yang banyak dengan kapasitas engkel seadanya. Jujur aja, selama perjalanan kali ini, gw ngerasa bukan berada di Lombok, melainkan di kota Cikarang, Bekasi. Tidak ada pemandangan khas, Cuma ada beberapa pantai yang tidak terlalu menarik untuk dilihat, selama perjalanan kita isi dengan tawa dan tidur seadanya.

14231293861781120555
14231293861781120555

Setelah dua jam perjalanan dari Mataram, tibalah kita di Aikmel, sebuah pasar kecil, panas dan gersang tempat kami transit untuk kembali melanjutkan perjalanan menuju desa Sembalun. Waktu Zuhur tiba,saatnya kami menunaikan kewajiban sebagai Muslim musiman, dan bersyukur setelah apa yang kita lalui hari ini dan kemarin. Kami beristirahat sejenak di sebuah Masjid sambil melengkapi perbekalan untuk mendaki nanti. Disini kami bertemu tiga orang yang akan mendaki Gunung Rinjani juga, gw lupa siapa aja namanya, yang jelas mereka dari Jakarta, kota gila dengan segala macam hiruk pikuknya. Di masjid ini kami juga bertemu dengan sebut saja beliau pengurus masjid, seorang bapak paruh baya yang ramah menawarkan kami minum sambil menanyakan dari mana asal kami semua. Bapak Tarno, kalo gak salah namanya, beliau tidak segan-segan menyiapkan angkutan untuk kami berangkat ke Desa Sembalun dengan harga yang sudah diatur oleh beliau sedemikian murah. Ternyata masih banyak orang baik di muka bumi ini, gw gak bisa berkata banyak tentang bapak ini, beliau terlalu baik untuk bertemu dengan kami. Saat kita pamit untuk berangkat ke desa sembalun, beliau sempat merekam kepergian kami dengan sebuah kamera kecil sambil berkata “Kalau ada apa-apa, hubungi saya!”. Karena sebelumnya kami mencatat nomor telepon beliau untuk keperluan siapa tau nanti ada hal yang penting untuk ditanyakan. Terima kasih Pak Tarno.

1423129428307323914
1423129428307323914


Perjalanan ke desa Sembalun membutuhkan waktu kurang lebih satu setengah jam, mobil yang kami tumpangi membawa angkutan keperluan pasar di desa tersebut, akhirnya kami tiba terlalu sore karena mobil yang kami tumpangi menurunkan barang bawaaan pesanan terlebih dahulu, alhasil kami dibawa untuk berputar-putar di desa tersebut. Tapi lumayan lah, pemandangan di desa ini dikelilingi bukit-bukit indah dan udara sore yang menerpa membuat semangat kami untuk mendaki semakin menggairahkan.

1423129470667371290
1423129470667371290


Sebelum mendaki, kami melakukan registrasi di kantor resort sembalun, mengurus tiket dan perijinan, dan mengisi perut di sebuah warung sebelum masuk trek pendakian Bawaknaong. Maklum setelah diguncang-guncang engkel dan pick up hampir 4 jam, perut kami minta diisi kembali. Suasana makan kali ini sedikit berbeda, kami makan bukan di warung makan melainkan di dalam rumah salah satu penduduk desa, yang menyediakan beberapa macam lauk dan sayuran untuk kami makan maupun dibungkus dan di jadikan bekal nanti.

142312951412699310
142312951412699310

142312955751436752
142312955751436752


Setelah berkemas, pendakian pun dimulai, ditemani dengan gerimis kecil yang membuat udara di desa ini menjadi sejuk. Beberapa ekor sapi dengan iringan suara lonceng sudah pulang entah darimana. dan kami pun memulai perjalanan memasuki trek pendakian, langkah awal untuk menjejaki gunung tertingi di Nusa Tenggara dengan didorong oleh keinginan luhur, dan telah sampailah kepada saat yang berbahagia karena kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa.

14231296001900637463
14231296001900637463

BERSAMBUNG.........

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun