Sebagai negara berkembang, Indonesia harus melakukan perkembangan pada infrastruktur yang contohnya pada bidang transportasi mencakup bandara, pelabuhan, jalan tol. Pada bidang kesehatan mencakup rumah sakit, puskesmas, dan masih banyak bidang-bidang lain yang bekerja pada perkembangan infrastruktur di Indonesia. Dalam upaya pembangunan infrastruktur di Indonesia tentu membutuhkan pembiayaan yang tidaklah kecil dikarenakan Indonesia merupakan negara yang besar. Di Indonesia sendiri sudah memiliki APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) namun jika mengandalkan dana APBN pasti tidak akan cukup untuk membiayai seluruh pembangunan pada negara yang besar.
Untuk mengefektifkan pencarian dana yang akan diperuntukkan sebagai sumber pendanaan pembangunan nasional oleh negara berkembang, maka dilakukan alternative yaitu dengan melakukan utang dengan negara lain dan dapat disebut sebagai utang luar negeri. Suatu negara melakukan utang pada negara lain dikarenakan dana yang dimiliki dari tabungan dalam negeri cukup terbatas. Utang luar negeri ini merupakan salah satu alternatif yang dilakukan untuk membiayai sebuah pembangunan infrastruktur suatu negara, pendidikan, kesehatan, dan berbagai kepentingan negara yang lainnya. Utang luar negeri merupakan penerimaan negara yang dapat berbentuk devisa yang mana akan dirupiahkan, atau dapat juga berbentuk barang atau jasa yang diperoleh dari para pemberi pinjaman luar negeri yang tentu saja wajib dibayar kembali dengan beberapa syarat tertentu yang diterima oleh pemerintah, perusahaan, atau perorangan.
Jika dilihat dari jangka waktu yang ada, pinjaman luar negeri dibagi menjadi tiga bagian yaitu pinjaman jangka pendek, pinjaman jamgka menengah, dan pinjaman jangka panjang. Untuk pinjaman jangka pendek, waktu atau durasi yang diberikan hanya dibawah 5 tahun. Sedangkan untuk pinjaman jangka menengah durasi waktunya sekitar 5 sampai 15 tahun. Dan yang terakhir merupakan pinjaman jangka panjang, dan pinjaman ini memiliki durasi paling lama yaitu diatas 15 tahun.
Dalam melakukan utang luar negeri sudah dipastikan aka nada manfaat dan kekurangannya pula. Manfaat yang didapat dari dilakukannya utang luar negeri adalah dapat mengatasi kekurangan mata uang asing, mengatasi kekurangan tabungan, dan dapat menjadi salah satu sumber pelengkap pembiayaan pembangunan di berbagai bidang. Selain itu terdapat pula kekurangan dari diberlakukannya utang luar negeri antara lain menambah beban pada anggaran sehingga dapat mengurangi kesejahteraan masyarakat, jika pembayaran utang luar negeri mengalami jatuh tempo, maka akan mengurangi cadangan devisa negara, dan dapat pula terjadi ketergantungan terhadap luar negeri sehingga dapat saja negara ini diintervensi pihak asing.
Saat ini Indonesia sedang berperang melawan virus Corona atau biasa disebut sebagai Covid-19. Dengan adanya pandemi ini, maka segala hal telah dilakukan oleh Bangsa Indonesia. Mulai dari work from home, pembatasan sosial skala besar atau PSBB, dan berbagai cara yang lainnya. Hal tersebut mengakibatkan melemahnya perekonomian Indonesia saat ini. Bahkan sepanjang triwulan I 2020, utang negara Indonesia bertambah lagi. Melemahnya perekonomian ini dapat dilihat dari pertumbuhan perekonomian sepanjang bulan Januari sampai dengan bulan Maret tahun 2020 yang hanya menyentuh angka 2,97 persen. Berdasarkan angka yang telah dipaparkan tersebut, sudah pasti berada sangat jauh di bawah dibandingkan dengan perkiraan awal Bank Indonesia (BI) yang mencapai 4,4 persen. Bahkan sangat jauh menurun jika dibandingkan dngan periode yang sama pada tahun 2019, yang bisa menyentuh angka 5,07 persen.
Di tengah-tengah kondisi seperti ini dengan ekonomi yang melesu, utang luar negeri masih tumbuh walaupun tipis, yaitu sebesar 0,53 persen. Bank Indonesia memaparkan bahwasanya Utang Luar Negeri (ULN) selama kuartal I 2020 ini mencapau USD 389,2 miliar, atau jika dirupiahkan mencapai Rp. 5.792 triliun dengan kurs Rp 14.880 per dolar AS.
Jika dijelaskan dengan lebih terperinci, utang luar negeri tersebut terdiri dari ULN pemerintah dan bank sentral, serta ULN swasta. Utang luar negeri pemerintah hingga akhir bulan MAret 2020 mencapai USD 189,95 miliar, turun hingga 3,58 persen. Sementara untuk utang luar negeri bank sentral hanua USD 2,80 miliar, naik tipis sekitar 0,71 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu yaitu USD 2,78 miliar. Sementara untuk utang luar negeri swasta, termasuk BUMN mencapai angka USD 205,49 miliar pada kuartal I 2020. Angka tersebut meningkat menjadi 4,46 persen jika dibandingkan dengan kuartal I tahun sebelumnya, yaitu tahun 2019.
“Penurunan posisi utang luar negeri pemerintah tersebut antara lain dipengaruhi oleh arus modal keluar dari pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan pembayaran SBN yang telah jatuh tempo.” Hal tersebut diucapkan oleh Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko dalam keterangan resmi pada Jumat tanggal 15 bulan Mei 2020.
Sementara itu, pendanaan yang digunakan untuk mendanai penanganan pandemi virus corona ini pemerintah menambah utang dari Bank Dunia atau World Bank. Utangg yang disetujui tersebut senilai USD 700 juta atau jika dirupiahkan sekitar Rp. 10,5 triliun dengan menggunakan kurs Rp 15.000. Dana tersebut kemudian dipergunakan untuk dana bantuan sosial atau Bansos dan sektor keuangan.
“Untuk Indonesia, kami mendukung pemerintah agar terus fokus pada perlindungan penduduk yang paling rentan dan berisiko tinggi, serta meningkatkan kesiapsiagaan darurat untuk sektor-sektor prioritas,” hal tersebut dikemukakan oleh Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen dalam keterangannya pada Sabtu tanggal 16 Mei 2020
Sebelumnya, Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank yang dapat disingkat menjadi ADB menyetujui untuk memberikan utang ke Indonesia sebesar USD 1,5 miliar atau jika dialihkan menjadi rupiah senilai dengan Rp. 23,4 triliun dengan menggunakan kurs Rp 15.600. Utang yang dinilai cukup besar itu diberikan khusus untuk oenanganan virus corona yang terdapat di Indonesia.