Mohon tunggu...
Galuh Tunjungsari
Galuh Tunjungsari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

berpikir, percaya, meraih

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kebebasan dan Pendidikan yang Inspiratif Masa Kecil Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela

18 Desember 2024   10:00 Diperbarui: 18 Desember 2024   13:35 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel Totto-chan Gadis Cilik di Jendela

Tetsuko Kuroyanagi merupakan seorang aktris Jepang, penulis buku, pembawa acara talk show terkenal di Jepang dan Goodwill Ambassador untuk UNICEF. Tetsuko lahir pada 9 Agustus 1933 di Tokyo. Ayahnya merupakan seorang pemain biola. Totto-chan merupakan panggilan masa kecilnya yang sama dengan judul buku yang ia tulis yaitu Totto-chan: The Little Girl at the Window.

Tetsuko mulai terkenal ketika ia menjadi menjadi pembawa acara Tetsuko's Room (Tetsuko no Heya). Tetsuko's Room merupakan acara bincang-bincang pertama di televisi Jepang. Disiarkan di stasiun TV Asahi, acara tersebut mendatangkan artis dari berbagai bidang baik pertelevisian, olahraga dan politik.

Tetsuko menulis buku pertamanya yang berbentuk memoir pada 1981. Dikutip dari memoirnya yaitu Totto-chan: The Little Girl at the Window, Tetsuko bersekolah di Tomoe Elementary School (Tomoe Gakoen). Sekolah yang istimewa tersebut memiliki ruang kelas di gerbong-gerbong kereta dan sistem sekolah mereka sangat unik. Sebelum bersekolah di Tomoe Gakoen Tetsuko pernah dikeluarkan dari sekolahnya karena keingintahuannya yang sangat besar hingga menyulitkan gurunya sehingga ia dianggap tidak normal. Tetsuko mempelajari banyak hal di Tomoe Gakoen dan ia menyadari bahwa sekolah itu sangat unik dan luar biasa. Sehingga ia memutuskan menulis Totto-chan: The Little Girl at the Window untuk mengenang Sosaku Kobayashi sang kepala sekolah. Alasan lain adalah agar sekolah tersebut terus hidup dalam kenangannya meskipun pada 1945 Tomoe Gakoen habis terbakar api pada serangan bom Tokyo.

Buku ini pertama kali diterjemahkan ke Bahasa Inggris tahun 1984 oleh Dorothy Britton, dan diterbitkan di lebih dari 30 negara. Setelah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, buku Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela sukses diterjemahkan ke dalam puluhan bahasa lainnya, bahasa Arab, Burma, China, Prancis, Italia, Jerman, Korea, Melayu, Nepal, Tagalog, Vietnam, Indonesia, Thailand, Rusia, Uyghur, Sinhala, dan Lao. Serta ke dalam bahasa India termasuk Hindi, Marathi, Gujarati, Telugu, Assam, Kannada, Tamil, Malayalam, Bengali dan Oriya. Di Indonesia, buku ini diterbitkan oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama sejak Desember 2007.

Buku ini didasarkan pada kisah nyata penulis saat ia masih kecil dan bersekolah di Tomoe Gakuen, sebuah sekolah yang sangat berbeda dengan sekolah lain di Jepang saat itu, dipimpin oleh kepala sekolah yang bijaksana dan penuh kasih, Sosaku Kobayashi.

Cerita dimulai dengan Totto-chan yang dikeluarkan dari sekolah karena dianggap nakal dan tidak bisa diatur. Ibunya kemudian membawanya ke Tomoe Gakuen, sebuah sekolah yang unik, di mana bangunannya adalah gerbong kereta api yang tidak dipakai. Di sekolah ini, murid diberikan kebebasan untuk memilih pelajaran yang ingin mereka pelajari terlebih dahulu, dan banyak kegiatan pembelajaran dilakukan di luar kelas. Sistem ini memungkinkan anak-anak untuk mengekspresikan keunikan mereka dan belajar dengan cara yang paling sesuai dengan diri mereka.

Salah satu kekuatan utama dari buku ini adalah potret pendidikan yang menghargai kreativitas dan kebebasan. Kepala sekolah, Kobayashi adalah sosok yang inspiratif karena pandangannya yang luas terhadap pendidikan. Dia percaya bahwa setiap anak adalah individu yang unik, dengan potensi dan bakatnya sendiri, yang perlu diberikan kesempatan untuk berkembang sesuai dengan kemampuannya. Pendekatannya yang penuh kasih dan sabar berhasil mengubah anak-anak yang dianggap "bermasalah" menjadi pribadi yang percaya diri. Peristiwa-peristiwa di sekolah Tomoe Gakuen memberikan gambaran tentang betapa pentingnya sebuah lingkungan yang positif bagi perkembangan anak-anak.

Di balik kisah ceria ini, ada latar belakang yang lebih gelap, yaitu masa Perang Dunia II di Jepang. Meskipun perang tidak diceritakan secara mendetail, buku ini mengisyaratkan bahwa bahkan di tengah kekacauan dan kehancuran, pendidikan yang penuh kasih sayang dan penghargaan terhadap anak-anak tetap dapat bertahan dan menjadi pelita harapan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun