oleh Galuh Trianingsih Lazuardi © 2012 Menjelang laga Lazio-Fiorentina Senin dini hari nanti, “keanehan” kembali terjadi. Status beberapa La Viola yang ada dalam pertemanan Facebook saya dan komentar-komentar mereka di beberapa fanpage atau grup menunjukkan permusuhan yang luar biasa terhadap Lazio. Kata-kata makian diarahkan ke Biancocelesti dan umpatan, beberapa dengan kata-kata kotor, ditujukan khusus ke penyerang Lazio, Miroslav Klose. Padahal, secara tradisional kedua kelompok fans ini tidak bermusuhan, bahkan di Italia saat ini generasi baru Irriducibili Lazio justru sedang membina hubungan persahabatan dengan ultras La Viola. Anomali ini, sejauh pengetahuan saya, hanya terjadi di Indonesia, dan baru dimulai musim 2011/2012 ini, Mimpi Buruk Dari Sundulan Klose Masalahnya memang terletak di Klose. La Viola tampaknya memendam kebencian khusus kepada penyerang Jerman berusia 33 tahun ini. Semuanya dimulai pada Kamis, 18 Februari 2010. Di Allianz Arena berlangsung laga leg pertama babak perdelapan final Liga Champions 2009/2010 antara Bayern Munchen dan tamunya Fiorentina. Tinggal satu menit laga berlangsung, saat itu kedudukan imbang 1-1 berkat gol penalti Arjen Robben menit ke 44 yang dibalas oleh Per Kroldrup menit ke 50. Imbang dengan mencetak gol di laga away akan memberikan keuntungan dan kemudahan bagi Fiorentina di leg kedua di Stadio Artemio Franchi. Tetapi justru di menit terakhir itulah datang mimpi buruk yang bernama Klose. Arjen Robben mengirim umpan jauh ke depan gawang Sebastien Frey, yang ditanduk Klose dan mengubah skor menjadi 2-1. Celakanya, saat itu Klose sudah dalam posisi offside. Lebih celaka lagi, wasit Tom Henning Ovrebro dari Norwegia mengesahkan gol itu. Pelatih Munchen, Louis van Gaal dan presidennya Karl-Heinz Rummenigge dengan sportif mengakui Klose dalam posisi offside. Bahkan, setelah menyaksikan lewat tayang ulang di televisi, Klose sendiri mengakui bahwa diapun berada dalam posisi offside saat mencetak gol. Tetapi Klose tentu saja tidak bersalah, pemain manapun tidak akan menghentikan aksinya tanpa tiupan peluit wasit tanda offside. Perhatiannya saat itu tentu tertuju pada bola, dan bukan pada lebar lapangan. Yang salah adalah wasit Ovrebro. Tetapi itulah sepakbola. Hasil pertandingan tidak dapat diralat oleh siapapun, termasuk Klose, apapun yang terjadi. Satu poin Fiorentina “dirampok” wasit. Bukan Klose! Pada leg kedua, Rabu, 10 Maret 2010, Fiorentina berhasil mengalahkan Bayern Munchen dengan 3-2. Tetapi itu belum cukup. Secara agregat skor memang imbang 4-4, tetapi Munchen mencetak gol lebih banyak di kandang La Viola sehingga melaju ke babak berikutnya. Akhirnya Munchen melaju hingga final dan dikalahkan oleh klub Italia lainnya, Internazionale. Mimpi Buruk Yang Berulang Minggu, 2 Oktober 2011. Pertandingan di Stadio Artemio Franchi sudah memasuki menit ke 83. Tuan rumah Fiorentina dan tamunya Lazio berbagi angka 1-1 dari gol yang dicetak oleh Alessio Cerci dan Anderson Hernanes. Semua mengira laga akan berakhir seri. Saat itu penyerang Lazio Giuseppe Sculli mengirim umpan ke depan gawang Artur Boruc, dan disambut dengan tandukan oleh rekannya, Miroslav Klose, ke dalam gawang Fiorentina. Kedudukan pun berubah menjadi 1-2 untuk tim tamu yang bertahan hingga wasit Bergonzi meniup peluit panjang tanda laga usai. Lazio kembali ke Formello dengan tiga poin penuh. Lagi-lagi Klose lah biang keladinya. Tetapi kali ini tanpa kontoversi. Tidak ada offside, gol Klose adalah buah kejeniusannya. Dan kali ini Klose tidak lagi mengenakan kostum Bayern Munchen. Tetapi bagi La Viola, gol tersebut terasa menyakitkan karena terjadi di penghujung laga. Dan dicetak oleh sundulan Klose. Itu membawa kembali ingatan La Viola ke tahun 2010. Demikianlah, dari diri Klose lah caci-maki itu bersumber. Dan uniknya, hanya terjadi di Indonesia. Akankah mimpi buruk ketga terjadi lagi di laga Lazio-Fiorentina di Olimpico besok? Tentu saja saya berharap Lazio menang. Saya tak peduli apakah kemenangan itu berasal dari Klose atau pemain lainnya. Dengan atau tanpa mimpi buruk ketiga, bagi saya yang penting Lazio menang secara jujur. Salahkan Saja Oknum Lalu, apakah salah Lazio? Bagaimana Laziali menyikapi caci-maki dan umpatan La Viola ini? Semua terserah saja masing-masing. Demi menjaga hubungan baik dengan beberapa teman La Viola, saya akan meminjam kiat para petinggi Polri saat bawahannya melakukan pelanggaran HAM. Atau ilmu pengelakan para pemimpin Partai Demokrat ketika beberapa pejabatnya tersandung kasus korupsi. Namanya Ilmu Oknum: “Ah, tidak semuanya begitu. Itu hanya ulah oknum. Yang baik masih lebih banyak lagi.” La Viola yang tidak memaki Lazio toh ada juga, bukan? Lalu, kalau musim depan caci-maki La Viola ke Lazio itu terjadi lagi? Gampang saja. Pakai saja lagi Ilmu Oknum yang mujarab itu. Selamat datang di negeri oknum!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H