Mohon tunggu...
Galuh PratiwiBahar
Galuh PratiwiBahar Mohon Tunggu... Akuntan - Galuh

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Financial

Tugas Matakuliah Prof Dr Apollo (Daito)

19 Mei 2020   10:50 Diperbarui: 19 Mei 2020   12:47 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1.2 Perbedaan PMK 23 dan PMK 44 (Sumber: Data Olahan, 2020)

The Contemporary Corporate Tax Strategy Environment

 

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 pengertian pajak adalah iuran wajib yang bersifat memaksa bagi orang pribadi dan badan kepada negara yang akan digunakan untuk kepentingan masyarakat itu sendiri. Pajak merupakan bagian dari salah satu penerimaan negara. Oleh karena itu, kepatuhan dari wajib pajak sangat diharapkan oleh negara untuk mendukung keberlangsungan perekonomian negara tersebut. Kepatuhan wajib pajak ini akan mendukung pemerintah dalam membangun pertumbuhan negara khususnya dalam bidang perekonomian. Beberapa sumber menjelaskan bahwa kepatuhan pajak adalah kemampuan dan sikap kemauan Wajib Pajak untuk memenuhi perundang-undangan pajak seperti, dapat melaporkan Surat Pemberitahuan dengan benar setiap tahunnya dan dapat membayar pajak yang terutang secara tepat waktu (Oladipupo dan Obazee, 2016). Indonesia sendiri menganut sistem self-assessment system yang mana tanggung jawab untuk menghitung dan melaporkan pajak dilakukan oleh wajib pajak itu sendiri (Saad, 2014). Dengan sistem ini baik perhitungan sampai pelaporan pajak sudah tidak ada campur tangan lagi dari fiskus (Mardiasmo, 2018:9). Lalu bagaimana dengan posisi tingkat kepatuhan negara Indonesia di antara negara berkembang lainnya? pada kenyataannya tax ratio yang menggambarkan kepatuhan pajak di Indonesia masih rendah, hal ini dapat kita lihat dari hasil laporan dari OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) tahun 2018. 

Dari grafik yang ada dalam laporan tersebut menjelaskan bahwa tax ratio Indonesia hanya sebesar 10,3% diantara negara berkembang lainnya seperti Malaysia, Filipina, Meksiko, Kolombia, Turki, Afrika Selatan, dan Brazil. Pengertian tax ratio menurut Media Keuangan Kementerian Keuangan adalah rasio perbandingan antara penerimaan pajak dengan produk domestik bruto (PDB). Hal ini dapat disimpulkan bahwa penyerapan pajak terhadap PDB di Indonesia masih kecil dan juga dapat diartikan bahwa tingkat kepatuhan perpajakannya masih rendah. Oleh karenanya, kepatuhan pajak masih menjadi PR bagi negara-negara berkembang khususnya Indonesia yang mengandalkan penerimaan negara melalui pajak ini. Sehingga wajib pajak baik orang pribadi maupun badan diharapkan harus sadar untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.

Bagi sebuah perusahaan, pajak adalah biaya material yang harus diperhitungkan secara matang untuk memenuhi kewajiban perpajakan di negara tersebut agar tidak terjadi pengenaan sanksi atau denda lainnya bagi perusahaan.  Khususnya bagi perusahaan asing yang memiliki bisnis di suatu negara akan menggunakan jasa professional yang berpengalaman untuk menyusun strategi pajak yang harus digunakan oleh perusahaan tersebut agar dapat memenuhi kewajibannya kepada negara. Lalu muncul pertanyaan strategi perpajakan yang seperti apa yang akan digunakan oleh perusahaan? Jawabannya adalah perusahaan akan prefer strategi perpajakan yang dapat meminimalkan beban pajak yang akan dikeluarkannya (Hogsden, 2018). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hogsden (2018) menerangkan bahwa secara tradisional perusahaan hanya berfokus untuk meminimalkan biaya pajak untuk kesejahteraan pemegang sahamnya tanpa memikirkan stakeholders lainnya

Tetapi berkembangnya zaman membuat perusahaan-perusahaan mulai lebih sadar lagi dengan pemenuhan kewajibannya karena ada 2 faktor yang mempengaruhi itu,yaitu sikap etis corporate tax strategy dan juga kepatuhan pajak yang semakin ketat (Hogsden, 2018). Sikap etis corporate tax strategy yang dimaksud dalam tulisan ini adalah pemenuhan kewajiban perusahaan akan mempengaruhi para investor untuk memilihnya sebagai perusahaan yang akan ia investasikan. Sikap perusahaan dalam pemenuhan kewajiban pajak ini dapat mempengaruhi nilai perusahaan dimata para stakeholders khususnya investor. Bagi perusahaan asing yang membuka bisnis di negara lain harus memperhatikan regulasi-regulasi perpajakan yang berlaku. Sebagai contohnya adalah transfer pricing dimana dapat didefinisikan sebagai suatu kebijakan perusahaan dalam hal menentukan harga transfer atas transaksi barang dan jasanya.  Di Indonesia sendiri sudah mulai mewajibkan bagi setiap perusahaan yang mempunyai transaksi afiliasi didalam dan diluar negeri melalui Direktorat Jendral Pajak untuk menyusun dan melaporkan Dokumen Penetapan Harga Transfer. Pengertian Dokumen Penetapan Harga Transfer dapat kita lihat pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 213/PMK.03/2016 yang menerangkan bahwa sebuah dokumen yang disediakan oleh wajib pajak sebagai dasar penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam penentuan harga transfernya.

Faktor kedua yang mempengaruhi perusahaan pada saat ini menjadi lebih sadar akan kewajiban perpajakannya adalah kepatuhan pajak akan regulasi yang semakin ketat. Jika perusahaan patuh terhadap peraturan pajak yang ada seperti melaksanakan kewajibannya maka akan meningkatkan nilai perusahaan di mata stakeholders karena dianggap perusahaan sudah membayarkan pajaknya secara adil sehingga reputasi, brand dapat dipertahankan. Maka sebaliknya jika perusahaan tidak memenuhi kewajibannya maka para stakeholders ini akan cenderung vokal terhadap issue yang ada dan akan membuat posisi perusahaan dalam resiko yang berat karena tidak berhasil mempertahankan reputasi dan brand perusahaan. Hal ini akan menjadi penting bagi perusahaan untuk memiliki kebijakan corporate social responsibility yang baik dan dianggap oleh masyarakat sebagai “good corporate” (Hogsden, 2018). Sehingga keterbukaan informasi perusahaan terhadap masyarakat menjadi penting di era sekarang ini.

Akan tetapi di masa pandemic COVID-19 yang melanda dunia dari penghujung tahun 2019 hingga saat ini membuat beberapa perusahaan harus gulung tikar karena kecilnya pendapatan yang mereka terima akibat dari COVID-19 ini. Tidak jarang pula perusahaan-perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya ini, sehingga akan berdampak pada tax rasio pada negara-negara yang terkena dampak khususnya Indonesia. Untuk itu negara melalui Kementerian Keuangan Republik Indonesia menerbitkan suatu kebijakan yaitu pemberian intensif bagi perusahaan-perusahaan yang terkena dampak virus ini yang dimaksudkan untuk menjaga kestabililan pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat dan juga produktivitas dari industri tertentu. Peraturan yang berkaitan dengan virus corona ini awalnya adalah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona yang mulai diberlakukan pada 21 Maret 2020 tetapi semakin lama pandemik ini berlangsung membuat banyak industri yang tidak dijelaskan pada PMK 23 ini merasakan dampak sehingga terbitlah peraturan baru pada 27 April 2020 yaitu Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019. Pemberian insentif ini terdiri dari insentif PPh Pasal 21, PPh final, PPh pasal 22 Impor, angsuran PPh pasal 25, dan PPN. Perubahan yang terjadi pada peraturan ini tidak begitu signifikan akan tetapi poin terbesarnya adalah penambahan industri yang diperbolehkan menggunakan insentif ini. Berikut merupakan gambaran perbedaan antara PMK Nomor 23/PMK.03/2020 dengan PMK 44/PMK.03/2020:

Daftar Referensi

Hogsden, Juliet, 2018, ‘The Contemporary Corporate Tax Strategy Environment’, Contemporary Issues in Accounting, DOI:10.1007/978-3-319-91113-7_5

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Maret 2019. Media Keuangan Transparansi Informasi Kebijakan Fiskal. Volume XIV/No. 138. ISSN 1907-6320. Diakses pada 16 Mei 2020 dari Web: https://www.kemenkeu.go.id/media/11911/media-keuangan-maret-2019-rev.pdf

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun