Mohon tunggu...
Galuh Pertiwi
Galuh Pertiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Halo, perkenalkan nama aku Galuh Pertiwi. Aku merupakan seorang mahasiswi semester tiga pada prodi Psikologi dari Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Saat ini aku sedang berminat pada konten pendidikan yang menuju pada persoalan kesehatan psikologis dan sosial.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menaklukkan Dampak Bullying dengan Membangun Resiliensi

1 November 2023   15:42 Diperbarui: 1 November 2023   19:28 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Salah satu fenomena sosial yang masih marak di kalangan remaja Indonesia saat ini ialah bullying. Dua peristiwa bullying yang belum lama ini terjadi adalah seorang remaja SMP di Cilacap yang dibully oleh temannya sendiri (Rachmawati, 27 September 2023) dan seorang siswi kelas enam SDN 06 Petukangan Utara, Jakarta Selatan yang bunuh diri dengan cara melompat dari lantai empat gedung sekolah akibat di-bully oleh teman-temannya (Nurcahyo & Sari, 27 September 2023). Kedua peristiwa ini hanyalah potret dari banyaknya kasus bullying yang terjadi di Indonesia sebagaimana yang dilaporkan oleh Komisi Perlindungan Anak (KPA) tahun 2023, yaitu ada sebanyak 87 kasus bullying yang terjadi di Indonesia dan menjadi berita hangat hingga bulan agustus 2023 (Alamsyah, 09 Oktober 2023).

Dalam tulisan ini, kami mencoba mendalami permasalahan bullying, terutama dampak dari bullying dan resiliensi pada korban bullying. Bullying itu sendiri adalah suatu perbuatan yang dilakukan secara sengaja dengan cara melukai dan menyakiti secara terus menerus. Para ahli menemukan 4 bentuk bullying, yaitu kekerasan secara fisik, verbal, relasional dan dunia maya atau cyberbullying. Kekerasan fisik berkaitan dengan perilaku yang agresif seperti memukul dan mendorong. Kekerasan relasional merupakan tindakan pengucilan sosial seperti penyebaran rumor sehingga membuat orang menjauh. Kekerasan yang dilakukan secara verbal seperti menghina atau mencaci maki. Sementara itu, cyberbullying adalah kekerasan yang terjadi melalui media sosial seperti ujaran kebencian dari akun anonim, pesan-pesan teks yang mengarah pada ancaman, dll. (Limber & Small; Wang dkk.; Crick & Grotpeter; Bauman & Del Rio; Butler dkk., dikutip dalam Brank dkk., 2012).

Bullying terjadi karena beberapa faktor, yaitu faktor individu, keluarga, sosial budaya (media massa), teman sebaya, dan faktor lingkungan sekolah (Nugroho dkk., 2020). Bullying memiliki dampak yang sangat destruktif bagi korbannya. Menurut Rachma (2022) dampak yang diterima oleh korban bullying bisa dialami dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pada dampak jangka pendek, si korban akan mengalami masalah psikosomatis, dan menghindari lingkungan dimana pelaku berada. Sedangkan untuk dampak jangka panjangnya korban akan tumbuh menjadi pribadi yang rendah diri, anti-sosial, dan sulit mempercayai orang lain. 

Terdapat juga sebuah penelitian dari Fekkes dkk. (2004) yang menyebutkan bahwa korban bullying secara substansial lebih mungkin mengalami depresi dan gejala psikosomatis dibandingkan dengan anak-anak yang tidak menjadi korban bullying. Perilaku bullying dalam bentuk intimidasi menyebabkan terjadinya depresi yang menjadi salah satu indikasi terjadinya psikosomatis dan bunuh diri. Burhani (2002) mendefinisikan psikosomatis sebagai penyakit fisik yang disebabkan oleh unsur psikologis, mental, dan sosial (dikutip dalam Fitriani &Rois, 2014). Kecemasan, keputusasaan, dan kegelisahan yang terus menerus dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik seseorang. Kecemasan juga dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung, tekanan darah, kehilangan nafsu makan, ketidaknyamanan pernapasan, keringat dingin, masalah tidur, serta dampak lainnya.

Untuk mengurangi dampak dari bullying dibutuhkan resiliensi atau daya tahan dalam diri setiap orang. Dalam kaitan dengan bullying, Moore & Woodcock (2017) menjelaskan bentuk resiliensi dalam tiga fokus, yaitu mastery, relatedness, dan reaksi-reaksi emosional. Mastery adalah kemampuan dalam diri seorang individu untuk mempersiapkan diri menghadapi setiap tantangan dengan cara membangun optimisme, efikasi diri, dan kemampuan adaptasi. Kemampuan ini oleh Wang dkk. (2021) disebut sebagai respons, yaitu usaha kognitif dan perilaku yang dilakukan oleh seorang individu untuk menyeimbangkan mental dalam menghadapi berbagai situasi yang tidak menyenangkan atau menyakitkan (dikutip dalam Lu dkk., 2022).

Relatedness adalah relasi yang dibangun dengan lingkungan atas dasar percaya dan toleransi yang mampu memberikan kenyamanan kepada individu bersangkutan sehingga kehadiran orang-orang yang ada disekitarnya merupakan bentuk dukungan kepadanya. Shemesh & Heiman (2021) menyebutnya sebagai faktor protektif. Ganotz dkk. (2023) menyebutkan bahwa faktor protektif itu berasal dari sesama teman, dari keluarga dan lingkungan sekolah. Sementara reaksi-reaksi emosional adalah reaksi yang muncul dalam diri seorang individu saat mengalami bullying. Reaksi-reaksi ini meliputi sensitivitas, pemulihan, dan impairment atau penurunan nilai. Shemes & Heiman (2021) menyebutnya sebagai interaksi antara proteksi dan resiko.

Dilihat dari pembahasan yang ada mengenai bullying, maka dapat dipahami bahwa tindakan bullying sangat merugikan korban, salah satunya ialah dapat menjatuhkan mental korban. Dari hal ini, banyak pula ditemukan kasus kekerasan yang berakhir dengan tragis. Sehingga diperlukan resiliensi yang kuat untuk melawan dampak bullying.

Daftar penulis:

Dione Ivana M. Rahamitu; Regina Adventya; Nayla Anindya; Galuh Pertiwi; Bonevasius Taran

Daftar Pustaka

Alamsyah, I.E. (2023, October 09). KPPAI Catat Sebanyak 2.355 Kasus Pelanggaran Perlindungan Anak pada 2023. Republika. https://news.republika.co.id/berita/s29ndx349/kpai-catat-ada-sebanyak-2355-kasus-pelanggaran-perlindungan-anak-pada-2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun