Ruang Publik Baru
Teknologi kian memudahkan publik berpartisipasi dalam demokrasi. Publik punya ruang-ruang baru untuk menyampaikan pendapat, ide, gagasan, serta opini. Bukan lagi ruang untuk berkomunikasi tatap muka di tempat yang nyata, melainkan berkembang dalam rupa cyberspace (dunia maya).Â
Bersamaan dengan itu, internet pun lantas memainkan peran penting dalam  ruang publik. Partisipasi publik paling banyak justru terjadi di internet, lewat media sosial yang paling popuker. Perkembangan teknologi informasi yang ada memiliki kontribusi terhadap proses politik.
Televisi dan cyberspace adalah sebuah ruang, yang menelanjangi apa-apa yang dirahasiakan secara sosial di dunia nyata untuk massa. Ia adalah sebuah tempat, yang membongkar rahasia personal seseorang, rahasia-rahasia di dalam ruang pribadi (private space) dibawa dan dipertontonkan di dalam ruang publik (public space).
Rahasia-rahasia ruang pribadi itu (tingkah laku, kebiasaan, gaya hidup) kini di ruang publik media menjadi milik massa (Piliang, 2009). Lebih-lebih masa kini yang terjadi adalah kegaduhan di dunia maya. Ada beragam argumentasi yang baur dengan candaan dan tidak rasional. Ada kebebasan atau terlalu bebas masyarakat menggunakan ruang publik baru ini di jagad maya sehingga ada begitu luas ide-ide yang muncul tanpa batas.
Proses mental individu, dan kesamaan dengan bentuk visual eksternal yang dapat dimanipulasi, diproduksi secara massal, dengan standar yang dibuat oleh masing-masing orang. Apa yang sebelumya hanya sebuah proses mental, sebagai pernyataan khas dari individu, kemudian menjadi bagian dari ruang publik (Manovich, 2001).
Saling Serang di Dunia Maya
Belum surut memperbincangkan soal pilkada, kabar deklarasi pasangan capres-cawapres kembali meriuhkan dunia maya. Tahun-tahun ini adalah tahun yang panas. Persaingan perebutan kursi jabatan legislatif dan eksekutif menimbulkan huru-hara di dunia virtual. Yang maju siapa, tapi yang bertengkar siapa.
Bukan adu mulut yang terjadi tapi adu jempol antar lawan politik dan pendukung pasangan lawan politik. Pasang status, komentar sana-sini, adu argumentasi tanpa fakta dan data, berkata kasar, mencemooh, mengejek, hingga adu domba.
Perebutan kursi RI 1 periode ini sedikit mengulang pilpres 2014 lalu dengan kandidat calon presiden yang sama Jokowi vs Prabowo, hingga menimbulkan polarisasi 2 kutub di Indonesia yang melahirkan cebong vs kampret.Â
Tahun ini cebong dan kampret kembali diadu. Masing-masing berlomba-lomba cari keburukan lawan politiknya disebarkan dalam bentuk tulisan bahkan meme. Meme-meme politik beredar saling sindir, menyebut salah satu paslon antek aseng, haus kuasa, tidak bisa mewujudkan janji politik selama menjabat, sementara yang lainnya tergiur mahar politik, jendral kardus, pelanggar HAM, dan lain-lain.