Indonesia sebagai negara berkembang tengah menggalakkan pembangunan infrastruktur secara massive di berbagai daerah tertinggal dan daerah maju di Indonesia. Diketahui terdapat 122 Kabupaten di Indonesia yang menurut kriteria dan ketentuannya merupakan daerah tertinggal. Untuk menanggulangi hal tersebut tentu perlu adanya perbaikan infrastruktur dan peningkatan perkonomian pada daerah agar terciptanya kemajuan di masyarakat.Â
Upaya untuk menunjang kemajuan infrastruktur ini pun memerluka pembiyaan yang tidak sedikit. Tentu saja tidak dapat ditunjang oleh dana dari pemerintah pusat saja, namun dari pemerintah daerah juga.
Diketahui bahwa pendapatan perkapita Indonesia masih termasuk dalam negara lower middle income sesuai dengan klasifikasi World Bank. Seperti yang disebutkan bahwa pada tahun 2030, diharapkan Indonesia telah mencapai kesetaraan dengan negara maju untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Â
Sesuai dengan keikutsertaan Indoensia dalam pernanan Suistanble Development Goals, pada saat terjadinya climate chage, Indonesia telah menjadi negara maju yang siap dalam menghadapi perubahan dan kemajuan jaman yang ada.Â
Untuk memenuhi kebutuhan kesejahteraan masyarakat, Indonesia dituntut untuk memiliki kenaikan pendapatan perkapita sebanyak enam hingga delapan persen per tahun sebelum tahun 2030. Tantangan untuk memenuhi angka tersebut adalah ketersediaan infrastruktur dan kemampuan negara untuk membiayai pembangunan.
Berdasarkan peraturan pemerintah no. 30 thn 2011 tentang pinjaman daerah, disebutkan bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggelolan pinjaman daerah serta menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan dalam rangka pelaksanaan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dilakukannya pinjaman daerah. Hal ini pun menjadi alternatif pembiayaan infrastruktur daerah untuk tidak terlalu membebankan keuangan daeranya pada APBD.Â
Peraturan Pemerintah no.30 thn 2011 menyebutkan bahwa semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain, sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali disebut sebahai pinjaman daerah.
Pinjaman daerah terjadi saat dalam APBD terjadi adanya ketimpangan atau anggaran belanja daerah lebih besar ketimbang anggaran pendapatan daerah. Sehingga terjadi defisit, dan untuk menanggulangi dilakukan salah satunya dengan pinjaman daerah. sementara itu, pinjaman daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal disebut sebagai obligasi daerah, sesuai dengan Peraturan Pemerintah no. 30 tahun 2011.Â
Dalam melakukan Pinjaman Daerah, Pemerintah Daerah wajib memenuhi beberapa syarat seperti jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.
Pada kebanyakan kasus, pemerintah daerah lebih sering membebankan keuangan daerah dari pemerintah pusat dan PAD yang ada. Apabila daerah melakuakan penerbitan obligasi daerah, diharapakn dapat menjadi salah satu jalan alternatif yang inovatif untuk membenahi infrastruktur yang ada, sehingga meningkatkan kemajuan daerahnya.Â
Dengan adanya obligasi ini diharapkan juga daerah dapat menata pendanaat keaungannya dengan lebih baik karena setelah penerbitan obligasi ke pasar modal, akan ada regulasi ketat yang mengikutinya.