hai sang langit,
engkau masih begitu tinggi dan angkuh, sulit bagiku untuk kita bertatapan secara sejajar. kau pemilik segalanya, kau pemilik ruang dimana ku bertahta, dan kau pemilik waktu sampai kapan ku akan berjaya. kau yang menentukan segalanya dan kau pun yang akan menghempaskan aku pada nantinya.
tidakkah kau melihatku yang tertatih dalam kanvas abu mu? diam dan hanya sedikit saja berpendar. sinar itu mungkin kini telah lelah, lelah karena kepayahan dalam menggapai tempat tertinggi mu. kau.. dengan bisumu semakin menghempaskanku pada tempat yang serasa ada namun tak ada. terus mengejar sampai titik terhitam dan aku pun akhirnya lalu mengecil.
hai langit..
kita tidak pernah saling bertatap dan berterus terang, tidakkah kau merasa terganggu dengan kehadiranku? lihatlah aku walau hanya sejenak, rasakanlah bernaung dalam bayang malam yang kau ciptakan. aku selalu berada diantara bayang, bayang yang terus meminggirkan ku hingga keluar dari orbitnya.
aku mengagumi keindahan langitmu, aku masih mengaguminya meski kadang kau hadirkan mendung, dan juga badai namun aku masih mengaguminya. terlalu naif mungkin, itulah yang terjadi.
banyak yang ingin aku utarakan padamu, tak hanya segala derita namun juga suka. tapi apakah kau mau mendengarkan perkataanku? jika kau bertanya apakah aku lelah dengan semua nya, tentu saja ku jawab ya, aku tak akan membohongimu. namun aku juga akan kembali menanyakannya padamu, apa yang kau inginkan?
aku sudah melihat banyak hal, kadang aku merasa semua ini hanyalah ilusi saja. langit mu itu sesungguhnya hanyalah imajinasiku yang semakin ku kembangkan, ku lebarkan dan ku tambahkan. jika memang benar, bangunkanlah saja aku mimpiku dan hempaskanlah aku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H