Mohon tunggu...
GALUH PINTAKA
GALUH PINTAKA Mohon Tunggu... Musisi - Menyanyi

Maju terus pantang mundur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kue Kering Terakhir

16 April 2024   04:37 Diperbarui: 16 April 2024   04:41 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kuberjalan dalam keadaan basah kuyup karena kehujanan, aku kedinginan, banyak petir menggelegar, aku menahan ketakutan.Aku tak punya payung, aku hanya berpayungkan daun pisang sambil membawa 50 toples kue kering yang belum laku terjual.

Rasa capek semakin memuncak dan apa daya kutak bisa menghindari rasa capek yang semakin terasa berat.                          Kuhanya hidup sebatang kara, aku tak punya siapa-siapa di dunia ini, yang kupunya hanyalah diriku ini satu-satunya yang harus kusayang.

Tak seorangpun yang peduli dengan keadaanku yang serba susah.                Hatiku semakin kacau tak karuan, sejak kecil aku hidup di jalanan.

Banyak bebek berkumpul di sawah, dengan terpaksa aku ambil 5 bebek dan aku potong untuk aku makan dengan lahap.Aku tak peduli siapa pemilik bebek-bebek itu, yang aku utamakan adalah mengisi perutku supaya aku kuat berjualan kue kering.

Aku tak peduli dengan dosa.

Setiap aku menemukan uang yang jatuh di jalan,aku ambil dan aku kumpulkan untuk beli bahan membuat kue kering 

Wiwom adalah wanita lansia yang berjualan kue kering.Serenata tetangga jalanannya Wiwom merasa heran melihat tingkahlaku Wiwom yang melakukan perbuatan tidak baik, tapi anehnya dia merasa nyaman melakukannya.

Tiba-tiba ada longsor di jalan kotepang dan Serenata melihat Wiwom sedang berjualan disitu, akhirnya Wiwom meninggal dunia karena tertimbun longsor sambil memeluk 50 toples kue kering.Serenata sedih menangis menjerit melihat sahabatnya telah meninggal dunia.

Kue kering bikinannya sangat enak, sekarang tidak ada lagi penjual kue kering di jalanan, semuanya tinggal kenangan yang takkan terlupakan.                         Selamat tinggal Wiwom semoga Tuhan mengampuni segala dosa Wiwom.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun